Sosok Njoo Cheong Seng, Penulis Sastra Melayu dan Sutradara Legendaris Keturunan Tionghoa
Berawal dari rajin menulis, pria keturunan Tionghoa ini juga menyelami perfilman Indonesia yang sudah mulai marak pada saat itu.
Berawal dari rajin menulis, pria keturunan Tionghoa ini juga menyelami perfilman Indonesia yang sudah mulai marak pada saat itu.
Sosok Njoo Cheong Seng, Penulis Sastra Melayu dan Sutradara Legendaris Keturunan Tionghoa
Perkembangan film di Indonesia pastinya tidak lepas dari sosok penting salah satunya Usmar Ismail yang dinobatkan sebagai Bapak Film Indonesia. Lebih dari itu, produksi film juga pernah dilakukan oleh orang keturunan Tionghoa.
Salah satu tokoh penting dalam dunia perfilman Indonesia khususnya dalam hal menulis skenario bernama Njoo Cheong Seng. Ia adalah seorang sutradara, penulis sastra Melayu yang cukup terkenal pada saat itu. (Foto: Wikipedia)
-
Siapa sutradara film pertama di Indonesia? Saat itulah ia resmi menjadi sutradara film pertama di Indonesia.
-
Mengapa nama Tan Tjeng Sien diabadikan? Sepeninggalnya, masyarakat dan pemerintah setempat sepakat untuk mengabadikan nama wilayah tersebut dengan nama Karet Tengsin.
-
Siapa penulis novel terkenal? Siapa saja penulis novel terkenal? Daftar penulis novel Indonesia terbaik dan karyanya:Andrea Hirata. Haidar Musyafa. Raditya Dika. Eka Kurniawan. Budi Darma. Pramoedya Ananta Toer. Ahmad Fuadi.
-
Apa yang terkenal dari Tjoa Tjwan Djie? Keluarga Konglomerat Tjoa Tjwan Djie yang dikenal sebagai salah satu orang terkaya di Sidoarjo saat itu berasal dari keluarga pengusaha kaya raya di Surabaya.
-
Kenapa Tan Joe Liang menulis Babad Cina dalam bahasa Jawa? Mengutip Instagram @disbudparjatimprov, ia sangat mahir berbahasa Jawa. Bahkan, sebagian cerita dalam babad ini ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan Kawi.
-
Siapa pendiri Soenting Melajoe? Sosok pendiri surat kabar ini adalah Roehana Koeddoes.
Sebelum terjun di perfilman, Njoo juga sempat mendalami dunia Sandiwara Miss Riboet Orion pada akhir tahun 1920-an. Lebih dari itu, ia juga pernah menulis beberapa cerita sandiwara.
Simak profil Njoo Cheong Seong yang dirangkum merdeka.com dari berbagai sumber berikut ini.
Profil Singkat
Njoo lahir di Malang, Jawa Timur pada tahun 1902. Ia mendapatkan pendidikan formalnya di sekolah Tiong Hoa Hwe koan di Surabaya. Semasa usia muda, Njoo sudah banyak menulis serta berkontribusi dalam koran Cina pada tahun 1919.
Kemudian, Njoo sempat mengenyam sekolah Inggris selama 7 tahun lamanya, namun adanya standar pendidikan, ia tidak menyelesaikannya hingga lulus. Sejak kecil, Njoo sudah gemar membaca dan menulis, salah satu bacaannya kala itu adalah Roman Inggris dan Belanda.
Selain itu Njoo juga membaca beberapa karya tulisan orang-orang Barat serta menyukai penyair seperti Tennyson, Robert Browning, Lord Byron, dan sebagainya.
Merintis Tulisan
Tahun 1920-an Njoo mulai menulis dengan nama pena Monsieur d'Amour atau nama pena lainnya yaitu N.C.S dan C.Ch.S. Mulai tahun 1922 ia menjadi salah satu penyumbang ide tulisan di mingguan Hoa Po di Gresik. Setahun kemudian menjadi editor majalah dua bulanan bernama Interocean.
Pada tahun 1925 Njoo mulai bekerja sama dengan dua penulis keturunan Tionghoa yaitu Ong Ping Lok dan Liem King Hoo untuk percetakan Tan's Printing House Interocean.
Di tahun yang sama ia diangkat menjadi pimpinan redaksi di Interocean yang saat itu berganti nama menjadi Hoa Kiao.
Bergabung Kelompok Sandiwara
Setelah mengemban jabatan serta pengalaman menulis dengan berbagai setting tempat, Njoo Cheong Seng memilih untuk resign dari majalah Interocean lalu bergabung dengan kelompok sandiwara "Miss Robert's Orion" di tahun 1926.
Perkumpulan ini didirikan oleh dirinya sendiri bersama dengan Tio Tik Djien yang berhasil melahirkan benih-benih Sandiwara Modern Indonesia. Keunikan dari sandiwara ini adalah menggunakan naskah, panggung pementasan, serta mengenal peran seseorang yang mirip sutradara.
Bekerja Dengan Fifi Young
Tahun 1937, Njoo meninggalkan kelompok sandiwara Miss Robert's Onion lalu bergabung bersama Fifi Young dan Henri L. Duart dan berhasil mendirikan Fifi Young Pagoda. Rumah produksi ini banyak mementaskan hasil karya Njoo Cheong Seng.
Sebelum perang dunia II berakhir, Njoo Cheong Seng, Fifi Young, dan beberapa kerabat lainnya mulai mendirikan Sandiwara Pantjawarna dan menyelenggarakan debut pementasan di teater Thalia, Jakarta.
Pada tahun 1940-an, ada sebuah cita-cita untuk mengembang dunia perfilman Indonesia, melebarkan segmentasi pasar yang bertujuan untuk kemajuan zaman yang juga mendapat tekanan dari Pergerakan Nasional.
Meluapkan Keresahan dalam Tulisan
Ketika film sudah tidak sanggup memenuhi tuntutan publik dan pemerintah, Njoo Cheong Seng yang menulis dengan nama samaran Monsieur d'Amor itu mengeluhkan sikap pers dan publik yang sangat berharap besar pada film nasional.
Njoo Cheong Seng wafat pada tanggal 30 Oktober 1962 di usia 60 tahun. Diketahui makamnya kini berada di Jakarta. Selain sebagai seorang penulis yang handal, Njoo juga berperan penting dalam dunia sandiwara serta perfilman Indonesia khususnya sebelum era kemerdekaan.