Mengenal Lebih Dekat Sosok Sitor Situmorang, Penulis dan Wartawan Indonesia Asal Samosir
Pria berdarah Batak ini sudah malang melintang di dunia sastra maupun jurnalistik yang menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Pria berdarah Batak ini sudah malang melintang di dunia sastra maupun jurnalistik yang menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Mengenal Lebih Dekat Sosok Sitor Situmorang, Penulis dan Wartawan Indonesia Asal Samosir
Sitor Situmorang, mungkin bagi sebagian besar masyarakat Indonesia cukup asing dengan namanya.
Beliau merupakan seorang sastrawan dan telah menulis sajak, cerita pendek, esai, naskah drama, hingga naskah film.
Ia lahir pada 2 Oktober 1925 di Harianboho, sebuah desa yang berada di kaki Gunung Pusuk Buhit yang dipercaya sebagai tempat kelahiran nenek moyang Suku Batak.
Sitor lahir di kalangan keluarga pemangku adat Batak.
-
Dimana Pulau Samosir berada? Terletak di tengah danau, pulau ini memiliki keindahan alam yang menakjubkan dan juga kaya akan warisan budaya.
-
Dimana Situ Sikocang berada? Beginilah kondisi terakhir destinasi wisata Situ Cikoncang di Desa Katapang, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten.
-
Siapa yang menulis tentang sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Apa itu Simar? Alat ini kami kembangkan untuk meningkatkan efisiensi waktu proses pemberian pakan ternak ayam,' kata Rizky dikutip dari Liputan6.com.
-
Siapa Serka Sudiyono? Serka Sudiyono adalah anggota TNI yang bekerja sebagai Babinsa di Desa Kemadu, Kecamatan Sulang, Rembang.
-
Dimana Nahum Situmorang dilahirkan? Profil Singkat Nahum Situmorang yang kerap disapa Guru Nahum Situmorang merupakan anak kelima dari Guru Kilian Situmorang. Lahir di Sipirok, Tapanulis Selatan, pada 14 Februari 1908, bakat menyanyi Nahum sudah terlihat saat dirinya berada duduk di bangku sekolah dasar.
Perjalanan Sitor untuk menjadi seorang sastrawan dan wartawan tidaklah mudah.
Sejak duduk dibangku Sekolah Dasar (SD), Sitor sudah meninggalkan tanah kelahirannya untuk memasuk berbagai lingkungan budaya.
Mari mengenal lebih dekat dengan sosok sastrawan dan wartawan Sitor Situmorang yang dirangkum merdeka.com dari beberapa sumber berikut ini.
Perjalanan Pendidikan
Melansir dari situs sitorsitumorang.org, ia menempuh pendidikan jauh dari tanah kelahirannya yakni di Balige, Samosir.
Kemudian, ia pindah ke Sibolga untuk menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya selama dua tahun.
Pertengahan tahun 1941, ia memutuskan untuk berangkat ke Batavia dan mengenyam pendidikan di Christelijke Middelbare Scholen (CMS).
Sitor sendiri bercita-cita untuk menjadi ahli hukum. Akan tetapi ia harus mengubur dalam-dalam karena kedatangan Jepang ke Indonesia. Ia malah terlibat dalam perjuangan politik Sumatera Utara sebagai redaktur berkala Suara Nasional.
Terjun di Dunia Jurnalistik
Ketika menjadi redaktur di Suara Nasional, usia Sitor masih 19 tahun. Padahal, dirinya belum memiliki keahlian maupun pengalaman yang mumpuni di bidang jurnalistik.
Mengutip dari badanbahasa.kemdikbud.go.id, Sitor pun juga sempat bergabung dengan kantor berita nasional Antara di Pematang Siantar. Pada tahun 1947, Sitor di tunjuk oleh Menteri Penerangan, Muhammad Natsir untuk menjadi koresponden Waspada di Yogyakarta.
Pengalaman besar yang ia miliki selama berkecimpung dunia jurnalistik yaitu mendapat kesempatan untuk mewawancarai Sultan Hamid seorang tokoh negara federan bentukan Belanda yang menjabat sebagai ajudan Ratu Belanda.
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Sitor kepada Sultan Hamid begitu menarik. Isi wawancara itu menjadi sorotan dan banyak kantor berita asing yang mengutipnya.
Piawai Menulis dan Menerjemah
Sitor tak hanya mendalami dunia jurnalistik saja, melainkan juga berkarya di bidang sastra. Ia berhasil menciptakan sajak, drama, cerita pendek, cerita film yang menjadi pencerahan dan pembaruan dalam seni budaya.
Beberapa karya orisinil Sitor Situmorang yang sudah terbit, seperti Surat Kertas Hijau, Dalam Sajak, Wajah Tak Bernama, cerpen Pertempuran dan Salju di Paris yang berhasil meraih juara pertama di ajang Sastra Nasional tahun 1955.
Selain menulis, Sitor juga cukup ahli di bidang penerjemah. Beberapa buku yang berhasil ia garap yaitu karya Jhon Wyndham he Day of Triffids menjadi Triffid Mengancam Dunia (1953), drama karya John Galworthy, William Saroyan, Maenocol, Dorothy Sayers, JA Rimbaud, Rabindranath Tagore, Hoornik, Sen Chi Shi.
Merilis Film
Dalam dunia perfilman Indonesia, Sitor Situmorang menjadi salah satu tokoh pelopornya.
Ia berhasil membuat film berjudul Darah dan Doa pada tahun 1950. Ia juga dikenal sebagai kritikus film yang "tajam" dan mengajar di Akademi Teater Nasional (ATNI).
Kemudian Sitor juga pernah menjadi juri di festival-festival film dan diundang ke beberapa kerja sama pembuatan film antar negara. Salah satunya ia bekerja sama dengan negara Jepang untuk membuat film tentang masa kependudukan Jepang.
Tahun 1956, Sitor mendapat beasiswaa untuk belajar sinematografi dan seni panggung di Los Angeles, Amerika Serikat.