Kisah Hidup Adjim Arijadi, Nyebur di Dunia Kesenian hingga Dinobatkan jadi Bapak Teater Modern Kalsel
Bergelar 'Datuk Mangku Adat' putra asal Kabupaten Banjar ini cukup berpengalaman dalam bidang kesenian di Indonesia.
Bergelar 'Datuk Mangku Adat' putra asal Kabupaten Banjar ini cukup berpengalaman dalam bidang kesenian di Indonesia.
Kisah Hidup Adjim Arijadi, Nyebur di Dunia Kesenian hingga Dinobatkan jadi Bapak Teater Modern Kalsel
H. Adjim Arijadi, lahir di Kabupaten Banjar pada tanggal 7 Juli 1940 yang dikenal sebagai sosok sastrawan dan budayawan Indonesia. Ia merupakan anak ke-6 dari 10 bersaudara. Sejak kecil ia sudah tertarik dengan dunia seni yang sudah berbuah menjadi identitas pribadinya.
-
Siapa yang dijuluki Bapak Seni Rupa Modern Indonesia? Beliau ada seorang pelukis legendaris Indonesia yang dijuluki sebagai Bapak Seni Rupa Modern Indonesia. Melalui dirinya, seni di Indonesia semakin berkembang dengan memperkenalkan modernitas seni rupa dengan konteks faktual Bangsa Indonesia.
-
Siapa Bapak Seni Lukis Modern Indonesia? Berkat hasil karya dari buah pemikirannya yang begitu memukau, Nashar pun dinobatkan sebagai Bapak Seni Lukis Modern Indonesia.
-
Siapa saja seniman terkenal Kota Batu? Mengutip situs PPID Kota Batu, beberapa seniman terkenal dari Kota Batu yakni Sudjopo Sumarah Purbo (Penari), Agus Triwahyudi (Seniman Reog), Miftah Abdul Hadi (Seniman Seni Rupa), Sukisno (Seniman Ludruk), Sindhunata (Satrawan dan Budayawan), dan lain sebagainya.
-
Apa karya tulis Djamaluddin Adinegoro yang populer? Setelah malang melintang di dunia jurnalistik, Djamaluddin akhirnya melahirkan karya tulisnya ke dalam sebuah novel berjudul Adinegoro yang sangat populer di masanya.
-
Siapa Presiden Penyair Jawa Timur? Aming Aminoedhin, seniman yang dijuluki Presiden Penyair Jawa Timur.
-
Siapa tokoh penting Sandiwara Sunda? Di balik eksistensi sandiwara Sunda, terdapat salah satu tokoh yang berpengaruh yakni Kabul E. Samsudin atau Wa Kabul yang sangat total dalam memperjuangkannya.
Semasa penjajahan Jepang, ayahnya dipenjara karena dituduh membela Belanda yang tidak ada buktinya sama sekali. Kemudian harta bendanya diambil seluruhnya oleh Jepang, kondisi tersebut membuat keluarganya pindah ke kampung lain.
Adjim Arijadi tumbuh di keluarga yang kental dengan ke-religiusannya. Di kampungnya pula bertepatan dengan momen berkembangnya budaya ajaran Islam. Selain itu, ia kerap mengikuti berbagai kegiatan upacara adat maupun pertunjukan seni seperti seni musik Kentong.
Masa Pendidikan
Dilansir dari badanbahasa.kemdikbud.go.id, kisah perjalanan kariernya sebagai sastrawan dan seniman dimulai dari sekolah Rakyat Mali-mali dari kelas 1 hingga 3. Selama sekolah, ia harus menempuh jarak kurang lebih 5 km dengan berjalan kaki.
Kemudian, Adjim Arijadi melanjutkan sekolah ke Sekolah Rakyat Karang Intan pada kelas 4 hingga 5. Terakhir ia melanjutkan sekolah di Sekolah Rakyat Ulin di Banjarmasin saat dibangku kelas 6.
Setelah itu, Adjim masuk di Sekolah Guru B pada tahun 1958 di Banjarmasin. Selama pendidikan, ia selalu mendapatkan pelatihan dari gurunya seperti membaca puisi, menggambar, dan drama.
Ketagihan dengan kesenian, ia pun mendirikan komunitas seni untuk drama-drama Islam. Bukti kecintaannya terhadap seni ia buktikan dengan mendaftar pendidikan di Akademi Seni Drama dan Film Indonesia (ASDRAFI) di Yogyakarta pada tahun 1962 hingga 1965.
Dirikan Sanggar Seni
Setelah mendapatkan gelar Bachelor of Science di ASDRAFI, Adjim Arijadi bersama kawan-kawannya mendirikan Sanggar Seni Antasari untuk mewadahi seniman-seniman Banjar.
Sembari menjalankan komunitasnya, Adjim sempat berkeliling ke beberapa daerah di Indonesia dengan naskah dan apresiasi sosialisasi. Selama keliling, Adjim hanya membawa cerita tokoh Antasari, seorang pahlawan daerah.
Dengan semangat memperkenalkan pahlawan daerah ke seluruh penjuru negeri, kegiatan ini menjadikan nama Antasari akhirnya diangkat menjadi Pahlawan Nasional oleh Pemerintah.
Menulis dan Teater
Selama kegiatannya di bidang kesenian, Adjim telah berguru ke beberapa tokoh seni kondang seperti W.S. Rendra. Ia pun menulis sastra lakon dan puisi yang beberapa telah dimuat di koran.
Adjim sempat kembali ke Banjarmasin, tanah kelahirannya, namun di sana ia tidak nyaman dengan gejolak politik daerah hingga akhirnya secara diam-diam kembali ke Jakarta dan Yogyakarta. Di sinilah ia kembali mengaktifkan Sanggar Seni Antasari Yogyakarta yang sudah lama ditinggalinya.
Kemudian, melalui sanggar ini ia mengangkat karya sastra lakon, Bapa Purba, Alam yang Diputihkan, Pangeran Banjar, Alam Roh Kalimantan dan Parade Drama Pahlawan.
Tahun 1967, di Banjarmasin Adjim meresmikan Kelompok Studi Seni Sanggar Budaya Banjarmasin. Dari sini kemudian disusunlah program pengembangan dan pelestarian seni tradisional dan juga modern.
Geluti Sastra Lakon
Setelah melahirkan karya-karya besar khususnya di bidang seni, memasuki tahun 2000-an Adjim cenderung berfokus pada sastra lakon. Seperti pada beberapa episode dalam sinetron, beberapa pentas Happening Art, pada temu teater Kawan Timur Indonesia ke-3 tahun 2002 di Surabaya.
Di samping menggeluti sastra lakon, ia kerap mengoleksi buku-buku kumpulan puisi dan selalu membacanya setiap saat. Lebih dari itu, ia juga berhasil mengharumkan nama Kalsel setela meraih prestasi sutradara terbaik.
Ia wafat pada 1 Januari 2016 di usia yang ke-75 tahun. Meski kini sosoknya telah tiada, tetapi warisan karyanya dan setiap hasil buah idenya akan selalu terkenang meski diterjang zaman dan waktu.