Mengenal Sosok Djamaluddin Adinegoro, Jurnalis dan Sastrawan Kawakan Indonesia Asal Sumatra Barat
Namanya semakin terkenal ketika ia membuat novel berjudul Asmara Jaya dan Darah Muda.
Namanya semakin terkenal ketika ia membuat novel berjudul Asmara Jaya dan Darah Muda.
Mengenal Sosok Djamaluddin Adinegoro, Jurnalis dan Sastrawan Kawakan Indonesia Asal Sumatra Barat
Djamaluddin Adinegoro adalah seorang sastrawan dan wartawan di era perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan adik dari Mohammad Yamin, satu bapak tetapi lain ibu.
Selama hidupnya, Djamaluddin memperdalam ilmu pengetahuan di bidang jurnalistik, geografi, kartografi, hingga geopolitik di Jerman dan Belanda.
-
Siapa Tokoh Besar Muhammadiyah dari Minangkabau? Nama Buya Haji Ahmad Rasyid Sutan Mansur atau dikenal dengan A.R. Sutan Mansur menjadi salah satu tokoh berpengaruh di Indonesia. Beliau merupakan salah satu tokoh besar Muhammadiyah di Minang dan berkecimpung di dunia politik semasa perjuangan kemerdekaan.
-
Apa yang Awaloedin Djamin pelopori? Mengutip ANTARA, selama menjadi Kapolri Awaloedin mempelopori lahirnya satpam.
-
Dimana Alimin bin Prawirodirjo lahir? Lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada tahun 1889, pria yang kerap disapa Alimin ini terlahir dari kalangan keluarga miskin.
-
Siapa orang terkaya di Sumatera Utara? Low Tuck Kwong adalah seorang pengusaha asal Singapura yang dikenal sebagai pendiri dan pemilik perusahaan minyak dan gas yang besar, yakni Bayan Resources Tbk.
-
Dimana Awaloedin Djamin dilahirkan? Ia lahir di Padang pada 26 September 1927 dari keluarga bangsawan Marah Djamin dan Zulhidjah.
-
Siapa pendiri Sumatera Thawalib? Pada tahun 1918, nama Koperasi Pelajar berubah menjadi Sumatra Thawalib yang dicanangkan oleh Ichwan, El Yunusy, Jalaluddin Thalib, dan Inyiak Mandua Basa pada tahun 1919.
Ia lebih dulu mengenyam karier sebagai wartawan. Namanya semakin terdengar berkat tekadnya yang begitu besar dalam menulis.
Berikut sosok Djamaluddin Adinegoro yang dirangkum merdeka.com dari beberapa sumber.
Gunakan Nama Samaran
Djamaluddin Adinegoro lahir di Talawi, sebuah kecamatan di Sawahlunto, Sumatra Barat pada 14 Agustus 1904.
Ia mengenyam pendidikan di STOVIA di mana saat itu ia sudah hobi menulis. Sayangnya, selama pendidikan ia tidak diperbolehkan untuk menulis.
Untuk menyiasatinya, ia menggunakan nama samaran 'Adinegoro' hingga menjadi identitasnya yang baru. Dengan nama itu, dirinya berhasil menyalurkan bakatnya dalam menulis lalu dipublikasikan tanpa diketahui oleh siapapun.
Maka dari itu, nama Adinegoro dikenal sebagai seorang sastrawan dibandingkan nama aslinya yaitu Djamaluddin.
Karier Wartawan
Djamaluddin memulai kariernya sebagai seorang wartawan di majalah Caya Hindia. Rutinitasnya setiap minggu adalah menulis artikel tentang masalah luar negeri yang akan dimuat di majalah tersebut.
Saat mengenyam pendidikan di luar negeri, ia sempat menjadi wartawan bebas untuk surat kabar Pewarta Deli (Medan), Bintang Timur, dan Panji Pustaka yang bermarkas di Batavia.
Ketika kembali ke tanah air, ia memimpin majalah Panji Pustaka pada tahun 1931 namun hanya bertahan sebentar saja. Kemudian, pindah ke Pewarta Deli Medan. Ia juga pernah memimpin surat kabar Sumatra Shimbun selama dua tahun.
Pada 1948, pria dengan gelar Datuak Maradjo Sutan bersama Dr. Supomo memimpin majalah Mimbar Indonesia. Lalu, memimpin Yayasan Pers Biro Indonesia tahun 1951, dan berkarier di kantor berita nasional hingga masa tua.
Dedikasinya terhadap jurnalistik semakin besar ketika ia ikut mendirikan Perguruan Tinggi Jurnalistik di Jakarta serta Fakultas Publisistik dan Jurnalistik di Universitas Padjadjaran.
Lahirkan Novel
Setelah malang melintang di dunia jurnalistik, Djamaluddin akhirnya melahirkan karya tulisnya ke dalam sebuah novel berjudul Adinegoro yang sangat populer di masanya.
Namanya semakin terkenal ketika ia membuat novel berjudul Asmara Jaya dan Darah Muda. Ia mengarang soal menentang adat kuno yang berlaku dalam perkawinan. Bahkan, secara gamblang dan berani untuk mendukung kaum pria agar menentang adat kuno.
Karya lainnya yang tak kalah populer yaitu Melawat ke Barat. Proses penulisannya ini berlangsung ketika dirinya sedang melakukan perjalanan ke Eropa.
Pada 1974 Adinegoro dianugerahi gelar Perintis Press Indonesia.
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) lantas menyediakan tanda penghargaan tertinggi bagi karya jurnalistik terbaik setiap tahunnya, yaitu Hadiah Adinegoro.