Jejak W.R. Soepratman Pencipta Lagu Indonesia Raya di Surabaya, Belum Menikah dan Meninggal di Usia Muda
Intip hari-hari terakhir pencipta lagu kebangsaan Indonesia ini di Kota Pahlawan
Begini hari-hari terakhirnya di Kota Pahlawan
Jejak W.R. Soepratman Pencipta Lagu Indonesia Raya di Surabaya, Belum Menikah dan Meninggal di Usia Muda
W.R. Soepratman lahir di Jatinegara pada tanggal 9 Maret 1903. Ia memulai pendidikan pada usia empat tahun di Frobelschool (sekolah taman kanak-kanak) Jakarta.
(Foto: Instagram @surabayasparkling)
-
Kapan W.R Soepratman menciptakan lagu Indonesia Raya? Lagu itu pertama kali ia bawakan tepat pada 28 Oktober 1928 di acara Kongres Pemuda Kedua di Jakarta, yang kemudian diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda.
-
Kenapa W.R Soepratman menciptakan lagu Indonesia Raya? Tetapi ia tidak tahu bagaimana cara mewujudkannya karena ia hanyalah seorang wartawan dan pemain musik. Tetapi pada suatu hari WR Supratman tanpa sengaja membaca sebuah artikel dari majalah Timboel yang berjudul 'Manakah Komponis Indonesia yang Bisa Menciptakan Lagu Kebangsaan Indonesia yang Dapat Membangkitkan Semangat Rakyat?' Artikel tersebutlah yang membuat WR Supratman tertantang dan tergerak hatinya untuk menciptakan sebuah lagu kebangsaan.
-
Bagaimana W.R Soepratman memperkenalkan lagu Indonesia Raya? Pada saat itu, ia membawakan sekaligus memperkenalkan lagu Indonesia Raya pada seluruh anggota kongres dengan alunan biola.
-
Siapa yang mendorong W.R Soepratman bermusik? Mendapat Hadiah Biola Pada ulang tahunnya yang ke-17, ia dihadiahi sebuah biola oleh kakak iparnya Van Eldick.
-
Siapa yang menciptakan lagu Indonesia Raya? Lagu yang dengan cepat mengukir jejaknya sebagai simbol perjuangan dan kebanggaan bangsa ini adalah 'Indonesia Raya,' yang ditulis oleh komponis berbakat, Wage Rudolf Supratman.
-
Apa yang W.R Soepratman berikan untuk Indonesia? Karya W.R Soepratman begitu signifikan dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia.
Di sana, W.R. Soepratman melanjutkan pendidikannya di Tweede Inlandscheschool (Sekolah Angka Dua) dan lulus pada tahun 1917. Dua tahun kemudian yakni pada tahun 1919, W.R. Soepratman lulus ujian Klein Ambtenaar Examen (KAE), ujian untuk calon pegawai rendahan.
Lulus KAE, pria yang akrab disapa Wage itu melanjutkan pendidikan ke Normaalschool (Sekolah Pendidikan Guru). W.R. Soepratman
Musik
Pada ulang tahunnya ke-17, Wage dapat hadiah biola dari kakak iparnya, W.M. Van Eldick. Selanjutnya, bersama Van Eldik, Wage mendirikan Grup Jazz Band bernama Black And White.
(Foto: Instagram @surabayasparkling)
Mengutip laman resmi Museum Sumpah Pemuda, Wage memanfaatkan kepandaian dalam bermusik untuk menciptakan lagu-lagu perjuangan.
Pada tahun 1924, W.R. Soepratman pindah dari Makassar ke Bandung dan memulai karier sebagai wartawan surat kabat Kaoem Moeda. Setahun kemudian, ia pindah ke Jakarta dan menjadi wartawan Surat Kabar Sin Po. Sejak saat itu ia rajin menghadiri rapat organisasi pemuda dan rapat partai politik yang diadakan di Gedung Pertemuan di Batavia. Momen-momen rapat membuat W.R Soepratman kenal dengan tokoh-tokoh pergerakan.
Lagu Indonesia Raya
Pada kongres Pemuda Kedua 27-28 Oktober 1928, W.R. Soepratman untuk pertama kalinya memperdengarkan lagu Indonesia Raya dengan iringan gesekan biolanya di depan seluruh peserta kongres. Ia menyanyi sebelum dibacakannya Putusan Kongres Pemuda yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda.
Setelah Kongres Pemuda Kedua, kehidupan Wage tidak lagi tenang. Ia dimata-matai polisi Belanda karena kata “Merdeka, Merdeka” yang ada pada lagu karangannya.Buntutnya, pada tahun 1930 Pemerintah Hindia Belanda melarang rakyat Indonesia menyanyikan lagu Indonesia Raya di depan umum.
Sepanjang tahun 1933-1937, Wage berpindah-pindah tempat dari Jakarta ke Cimahi, lalu ke Pemalang. Hingga pada bulan April 1937, kakaknya, Rukiyem membawa Wage ke Surabaya dalam kondisi sakit. W.R. Soepratman
Sakit
Kedatangan W.R. Soepratman di Surabaya segera diketahui teman-teman seperjuangannya. Mereka datang menjenguk W.R. Soepratman yang masih lemah setelah sakit.
(Foto: Instagram @surabayasparkling)
Dipenjara
Pada 7 Agustus 1938, Wage ditangkap Belanda di studio Radio NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep) di Jalan Embong Malang Surabaya. Penyebabnya, lagu ciptaannya berjudul “Matahari Terbit” dinyanyikan pandu-pandu KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia) di radio NIROM dan dianggap wujud simpati terhadap Kekaisaran Jepang. Pihak Belanda kemudian menahan Wage untuk beberapa lama, namun akhirnya melepaskan yang bersangkutan karena terbukti tidak bersalah.
Meninggal Dunia
Kondisi kesehatannya Wage semakin menurun. Pada 17 Agustus 1938, Wage meninggal dunia di Jalan Mangga Tambak Sari Surabaya karena gangguan jantung. Almarhum dimakamkan di Pemakaman Umum Kapasan Jalan Tambak Segaran Wetan Surabaya.
W.R. SoepratmanJejak di Kota Pahlawan
Wage menghabiskan hari-hari terakhirnya di Surabaya. Ia pernah menjalani hukuman di penjara Kalisosok, rutan yang jadi saksi kekejaman penjajah Belanda kepada kaum pribumi.
(Foto: Dok. FIB Unair)
Ia pun meninggal di Kota Surabaya pada usia yang masih muda, yakni 35 tahun dan belum pernah menikah. Kini, rumah wafatnya difungsikan sebagai Museum W.R. Soepratman. Di sini, pengunjung bisa mengetahui kisah perjalanan hidup sang pahlawan nasional.