Jarang Dikenal, Tokoh Berpengaruh dalam Perfilman Indonesia
Sosok ini dikenal dengan sebutan ‘Bapak Film Indonesia’.
Industri film Indonesia saat ini telah mengalami perkembangan yang pesat, terlihat dari meningkatnya jumlah penonton yang menyaksikan film-film lokal.
Perkembangan perfilman Indonesia tidak terlepas dari peran Usmar Ismail, yang dikenal sebagai ‘Bapak Film Indonesia’.
-
Siapa Bapak Film Komedi Indonesia? Nama Nya Abbas Akup begitu terkenal di industri perfilman komedi Indonesia di masa lampau.
-
Siapa sutradara film pertama di Indonesia? Saat itulah ia resmi menjadi sutradara film pertama di Indonesia.
-
Apa film pertama di Indonesia? Film dokumenter perjalanan Raja dan Ratu Belanda di Den Haag adalah film yang pertama kali diputar.
-
Siapa Bapak Permuseuman Indonesia? Bicara tentang museum di Indonesia maka akan bicara mengenai sosok Mohammad Amir Sutarga. Dia didaulat sebagai Bapak Permuseuman Indonesia.
-
Apa yang paling terkenal di Indonesia? Rendang adalah masakan khas Indonesia yang diakui sebagai masakan terlezat di dunia, setidaknya berdasarkan survei yang dilakukan CNN International pada 2011.
-
Apa yang membuat Irwansyah terkenal? Perjalanan karier sepakbola Irwansyah bersama Persiraja Banda Aceh begitu gemilang. Bermain sebagai ujung tombak ketika di lapangan, ia telah menorehkan prestasi yang baik sebagai pemain muda sekaligus membuktikan kualitas pemain lokal tak kalah baik dengan pemain asing.
Usmar Ismail merupakan sosok penting dalam dunia perfilman nasional dan pendiri Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini). Karyanya yang berjudul Darah dan Doa (1950) menandai awal sejarah perfilman di Indonesia.
Mengutip dari Misbach Yusa Biran dalam Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film di Jawa, disebutkan bahwa sebelumnya belum ada film yang bisa disebut sebagai film Indonesia, karena yang ada hanya pembuatan film di Indonesia.
Terjunnya Usmar di dunia film berawal pada masa pendudukan Jepang. Selama masa penjajahan Belanda, film dipandang sebagai hiburan ringan dan sering dianggap tidak bermutu oleh kalangan terpelajar.
Namun, pada era pendudukan Jepang, film dijadikan sebagai alat propaganda. Jepang menggunakan film sebagai alat seni sekaligus media informasi. Hal ini yang menyadarkan Usmar seberapa pentingnya film sebagai sarana komunikasi.
Sebelum mendirikan Perfini, Usmar ikut serta dalam revolusi fisik, di mana ia pernah menjadi anggota TNI kala Belanda dan Sekutu berusaha merebut kembali Indonesia pasca kemerdekaan.
Pada 13 Maret 1950, Usmar mendirikan Perfini dengan modal dari uang pesangonnya setelah keluar dari militer.Tujuan Usmar mendirikan Perfini adalah untuk menghasilkan film-film Indonesia secara serius.
“Menghasilkan film-film Indonesia yang nasional coraknya, tinggi mutu teknik dan nilai artistiknya dan dapat disejajarkan dengan film-film dari manapun di dunia ini,” tulis Usmar Ismail dalam Memperingati Sewindu Perfini.
Karya Usmar Ismail
Karya pertama Perfini adalah film Darah dan Doa. Film ini mengisahkan hijrahnya prajurit Siliwangi dari Yogyakarta menuju Jawa Barat pada masa revolusi fisik pasca Agresi Militer I Belanda 1948.
Film Darah dan Doa menerima beragam tanggapan dari berbagai kalangan. Para pengamat film dan seniman umumnya memuji karya tersebut, meskipun tidak sedikit juga kritik yang dilontarkan.
Mengutip dari Sofian Purnama dalam tesis Usmar Ismail dan Tiga Film Tentang Revolusi Indonesia (1950-1954), dikatakan bahwa Usmar Ismail banyak belajar dari pengalaman dalam film pertamanya.
Ketika menggarap produksi kedua Perfini, Enam Djam di Jogja (1951), Usmar lebih berhati-hati dalam mengambil langkah. Film tersebut berupaya merekonstruksi peristiwa penting, yaitu Serangan Umum 1 Maret 1949.
Usmar memilih untuk mengikuti pandangan umum tentang peristiwa tersebut, tanpa terlalu menonjolkan perspektif pribadinya. Lokasi syuting sengaja dilakukan di tempat asli kejadian tersebut.
Meskipun begitu, film ini mendapat kritik tajam dari sejumlah kritikus, termasuk dari lembaga sensor, dan setelah melalui banyak pemotongan, akhirnya film ini dapat dirilis.
Usmar Ismail Wafat
Berkat perspektif barunya dalam dunia perfilman, terutama mengenai konsepsi tentang apa yang dimaksud dengan film Indonesia itu sendiri, Usmar dinilai berhasil membawa maksud dari ‘film Indonesia’.
Artinya, ia tidak hanya menampilkan film dengan kisah-kisah romantis yang sesuai dengan selera mayoritas penonton, tetapi juga memperkenalkan karya yang lebih bermakna dan memiliki kedalaman artistik.
Usmar Ismail meninggal pada 2 Januari 1971 akibat pendarahan otak. Ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 109/TK/TH 2021, sebagai bentuk penghargaan atas perannya sebagai wartawan dan sutradara yang memberikan kontribusi penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti