Mengenal Abdul Karim Amrullah, Ulama Pendiri Sekolah Islam Modern Pertama di Indonesia
Ayah dari Buya Hamka ini adalah sosok ulama tersohor dan pelopor reformis Islam di Indonesia.
Ayah dari Buya Hamka ini adalah sosok ulama tersohor dan pelopor reformis Islam di Indonesia.
Mengenal Abdul Karim Amrullah, Ulama Pendiri Sekolah Islam Modern Pertama di Indonesia
Masa Islam di Indonesia tentu sudah berlangsung begitu lama. Dari masa ke masa telah melahirkan sosok-sosok ulama yang berani membuat perubahan dan menjadi suri teladan bagi umat Islam sekarang.
Salah satu sosok yang melakukan gebrakan dan langkah besar untuk agama Islam di Indonesia bernama Abdul Karim Amrullah. Beliau adalah ayah kandung dari Abdul Malik Karim Amrullah atau dikenal dengan Buya Hamka.
-
Siapa pendiri Pondok Al Hamdaniyah? Sejarah Pondok Pesanten Al Hamdaniyah Siwalanpanji didirikan oleh Kiai Hamdany pada tahun 1787.
-
Siapa Tokoh Besar Muhammadiyah dari Minangkabau? Nama Buya Haji Ahmad Rasyid Sutan Mansur atau dikenal dengan A.R. Sutan Mansur menjadi salah satu tokoh berpengaruh di Indonesia. Beliau merupakan salah satu tokoh besar Muhammadiyah di Minang dan berkecimpung di dunia politik semasa perjuangan kemerdekaan.
-
Siapa pendiri Persatuan Tarbiyah Islamiyah? Perti didirikan oleh Syekh Sulaiman Ar-Rasuli.
-
Mengapa KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah? Latar belakang pendirian Muhammadiyah tidak terlepas dari keprihatinan KH Ahmad Dahlan terhadap kondisi umat Islam di Indonesia pada masa itu. Banyak praktik keagamaan yang sudah bercampur dengan adat istiadat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang murni, dan tingkat pendidikan umat Islam pun relatif rendah.
-
Siapa pendiri Madrasah Adabiah? Madrasah Adabiah atau yang diartikan 'Sekolah yang Beradab' ini didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad. Kemudian madrasah ini berubah menjadi Hollandsch Inlandsche School (HIS) Adabiah pada tahun 1915. Mr. Assaat, merupakan salah satu alumni generasi awal Madrasah Adabiah.
-
Kapan Buya Hamka meninggal? Tepat hari ini, 24 Juli pada 1981 lalu, Buya Hamka meninggal dunia.
Banyak terobosan yang dihasilkan dari buah pemikiran Abdul Karim. Tak hanya bergerak mengubah rupa Islam saja, melainkan juga melakukan langkah besar di bidang pendidikan Islam dengan mendirikan Sumatra Thawalib atau sekolah Islam modern pertama di Indonesia.
Lantas, seperti apa sosok dan perjalanan hidup Abdul Karim? Simak ulasannya yang dirangkum dari beberapa sumber berikut ini.
Masa Kecil
Mengutip beberapa sumber, Abdul Karim Amrullah lahir di Nagari Sungai Batang, Maninjau, Agam, Sumatra Barat pada 10 Februari 1879. Ia memiliki nama kecil, yaitu Muhammad Rasul.
Abdul Karim lahir dari pasangan Syeikh Muhammad Amrullah dengan Andung Tarwasa yang menjadi istri ketiganya. Sang ayah cukup tenar di kalangan umat Islam Indonesia sebagai syekh dari Tarekat Naqsyabandiyah.
Merantau ke Tanah Suci
Tidak diketahui secara pasti jenjang pendidikan formalnya, akan tetapi pada tahun 1894 beliau dikirim oleh sang ayah ke Tanah Suci Makkah untuk menimba ilmu di sana. Ia kemudian berguru dengan Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang dulunya menjadi imam di Masjidil Haram.
Mengutip pustakaarsip.kamparkab.go.id, Abdul Karim berhasil meraih gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar dalam bidang agama. Kemudian ia dikenal dengan panggilan 'Inyiak De-er'.
Ketika kembali ke Tanah Air pada tahun 1901, ia juga dinobatkan sebagai seorang ulama muda dengan gelar Syeikh Tuanku Nan Mudo. Sementara sang ayah mendapat gelar Syeikh Tuanku Nan Tuo dengan serangkaian upacara.
Tiga tahun kemudian, ia harus balik ke Makkah untuk mengantar sang adik menempuh pendidikan di sana. Momen ini dimanfaatkan dengan baik oleh Abdul Karim untuk mengajar di rumah Syeikh Muhammad Nur al-Khalidi di Samiyah.
Berdakwah dan Pimpin Pengajian
Setelah kembali dari Makkah, ia langsung membasmi paham-paham bid'ah, khurafat, taqlid yang sudah tercampur dengan ajaran agama. Dari sini, ia kerap melakukan pengajian, tabligh, hingga diskusi bersama.
Uniknya, sang ayah yang dekat dengan ajaran tarekat justru membuat Abdul Karim tidak setuju dengan hal tersebut. Meski demikian, sang ayah sangat menerima pandangan anaknya itu.
Pada tahun 1911, ia menetap di Padang Panjang dan memimpin pengajian surau Jembatan Besi. Semakin hari, semakin banyak murid yang datang ke tempatnya ini bahkan dari berbagai daerah di Sumatra.
Jurnalistik dan Muhammadiyah
Tak hanya berdakwah saja, Abdul Karim bersama rekan-rekannya mendirikan majalah bernama Al-Munir di Padang. Tujuan majalah ini adalah untuk memajukan anak-anak bangsa, menambah pengetahuan, dan untuk mempertahankan Islam.
Majalah yang terbit dua minggu sekali ini berisikan tulisan yang meningkatkan pengetahuan sekaligus pembawa suara kaum muda dalam menyuarakan pembaharuan Islam. Selain itu, ia juga menerbitkan majalah Al-Munir Al-Manar di Padang Panjang tahun 1918.
Ia kemudian juga tertarik dengan organisasi Muhammadiyah karena memiliki ideologi yang sama terkait agama Islam beserta sistem pendidikan yang dianut. Abdul Karim lambat laun memiliki pandangan Islam yang modern, sehingga ia mendapatkan ancaman dari pihak Belanda pada saat itu.
Buah pemikiran modern itu terbentuklah Sumatra Thawalib yang menjadi sekolah Islam modern pertama yang berdiri di Indonesia.
Akhir Hayat
Abdul Karim menutup usia pada 2 Juni 1945 di Jakarta. Ia dimakamkan di Kecamatan Tanjung Raya, Jorong Nagari. Makamnya bersebelahan dengan sang adik yaitu Syeikh Yusuf Amrullah.