Menolak Beasiswa Sekolah Guru Belanda dan Pilih Belajar Agama, Sosok Ini Jadi Tokoh Besar Muhammadiyah dari Tanah Minang
Tak hanya di Jawa, Tanah Minang turut melahirkan tokoh-tokoh besar Muhammadiyah era perjuangan.
Tak hanya di Jawa, Tanah Minang turut melahirkan tokoh-tokoh besar Muhammadiyah era perjuangan.
Menolak Beasiswa Sekolah Guru Belanda dan Pilih Belajar Agama, Sosok Ini Jadi Tokoh Besar Muhammadiyah dari Tanah Minang
Nama Buya Haji Ahmad Rasyid Sutan Mansur atau dikenal dengan A.R. Sutan Mansur menjadi salah satu tokoh berpengaruh di Indonesia.
Beliau merupakan salah satu tokoh besar Muhammadiyah di Minang dan berkecimpung di dunia politik semasa perjuangan kemerdekaan.
Pria ini lahir di Maninjau, Sumatra Barat pada 15 Desember 1895.
Beliau adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara dari pasangan Abdul Somad Al-Kusaij dan Siti Abbasiyah yang keduanya merupakan tokoh penting di kampungnya.
-
Mengapa KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah? Latar belakang pendirian Muhammadiyah tidak terlepas dari keprihatinan KH Ahmad Dahlan terhadap kondisi umat Islam di Indonesia pada masa itu. Banyak praktik keagamaan yang sudah bercampur dengan adat istiadat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang murni, dan tingkat pendidikan umat Islam pun relatif rendah.
-
Bagaimana KH Hasyim Asy'ari belajar? Sejak kanak-kanak, KH. Hasyim Asy’ari hidup di lingkungan pesantren tradisional, dan belajar dasar-dasar agama Islam dari ayahnya di Pesantren Keras. Pada usia 15 tahun, beliau merantau untuk menuntut ilmu di berbagai pesantren ternama di Jawa, seperti Pesantren Siwalan Panji (Sidoarjo), Pesantren Tambakberas (Jombang), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Cepoko (Ngawi), dan Pesantren Sarang (Rembang) .
-
Siapa yang berjuang untuk pendidikan di Indonesia? Melalui kerja keras dan pengorbanannya, maka ada banyak generasi yang berhasil terlepas dari kebodohan.
-
Siapa yang menyatakan Muhammadiyah tidak mudah percaya? Busyro Muqoddas sebagai Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengatakan organisasi itu tidak mudah percaya pada capres tertentu, terutama dengan janji-janjinya.
-
Apa gelar KH Hasyim Asy'ari? KH Hasyim Asy'ari juga dikenal sebagai seorang pahlawan nasional, yang berjasa dalam gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Beliau juga memiliki julukan Hadratussyaikh yang berarti Maha Guru, dan gelar Syaikhu al-Masyayikh atau Gurunya Para Guru.
-
Siapa yang menginisiasi pembangunan Museum Muhammadiyah? Pendirian museum tersebut diinisiasi oleh Prof. Dr. Haedar Nashir dan Prof. Muhadjir Effendy sejak tahun 2017 lalu.
Semasa hidupnya, Ahmad Rasyid telah berkecimpung di bidang politik menjadi anggota Partai Masyumi. Kemudian, ia bergabung bersama Muhammadiyah sekaligus menjadikan dirinya salah satu tokoh penting.
Lantas, siapakah sosok Buya Haji Ahmad Rasyid? Simak profilnya yang dihimpun merdeka.com berikut ini.
Masa Pendidikan
Mengutip dari situs resmi Muhammadiyah.or.id, Ahmad Rasyid belajar nilai-nilai dasar keagamaan langsung dari kedua orang tuanya. Ketika menempuh pendidikan umum, ia belajar di Inlandsche School (IS) pada tahun 1902-1909.
Selama di IS, Ahmad Rasyid belajar berhitung, geografi, hingga ilmu ukur. Setelah lulus, ia sempat ditawarkan beasiswa di Kweekschool atau sekolah guru Belanda di Bukittinggi. Tetapi ia menolaknya dan memilih belajar ilmu agama.
Sejak menempuh pendidikan, jiwa anti penjajah sudah tumbuh di dalam diri Ahmad Rasyid.
Menurutnya, penjajahan itu bertentangan dengan kemanusiaan dan menghambat penyebaran ajaran agama Islam di Nusantara.
Kenal dengan Muhammadiyah
Saat Ahmad Rasyid hendak menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar Mesir, pemerintah Hindia Belanda tidak mengizinkannya untuk pergi karena bertepatan dengan pemberontakan Mesir oleh Inggris.
Setelah gagal meraih cita-citanya, dirinya memutuskan untuk pindah ke Pulau Jawa tepatnya di Pekalongan dan menjadi pedagang kain batik serta guru agama Islam bagi kaum perantauan dari Sumatra.
Pada tahun 1922, Ahmad Rasyid mengikuti sebuah kelompok pengajian di Pekajangan, Pekalongan. Kemudian, pengisi pengajian tersebut dipimpin oleh K.H Ahmad Dahlan yang saat itu Ketua Umum Pengurus Besar Muhammadiyah.
Sejak saat itu, Ahmad Rasyid mulai kenal dengan Muhammadiyah hingga memutuskan untuk bergabung dengan organisasi tersebut. Selama menjadi anggota, ia mendapatkan ilmu-ilmu agama tidak hanya dari aspek hukum melainkan juga dari sisi sosial masyarakat dan ekonomi.
Pegang Jabatan Ketua
Pada tahun 1923, Ahmad Rasyid pun menjadi Ketua Muhammadiyah cabang Pekalongan setelah ketua sebelumnya mengundurkan diri lantaran tak kuat menerima serangan dari pihak yang tidak suka dengan Muhammadiyah.
Tepat akhir tahun 1925, kondisi Tanah Minang yang tak kondusif setelah adanya isu konflik antara Muhammadiyah dengan komunis membuat dirinya diutus untuk kembali ke tanah kelahirannya.
Kecerdikan Ahmad Rasyid dalam menata kembali organisasi Muhammadiyah di Minangkabau dengan tidak frontal dan akomodatif kepada tokoh-tokoh setempat. Maka dari itu, perlahan Muhammadiyah mulai diterima dengan baik dan berkembang pesat.
Mewakili Muhammadiyah Sumatra Barat
Ketika kongres Muhammadiyah ke-19 di Minangkabau tahun 1930, telah ditetapkan peraturan bahwa setiap karesidenan harus ada wakil Konsul Muhammadiyah.
Setahun setelah peraturan ini dibuat, Ahmad Rasyid naik jabatan menjadi Konsul Muhammadiyah Daerah Minangkabau yang meliputi Tapanuli dan juga Riau. Ia menjabat hingga tahun 1944.