25 Juli 1947: Wafatnya KH Hasyim Asy'ari, Ulama Besar Pendiri Nahdlatul Ulama
Selain dikenal sebagai ulama besar, KH Hasyim Asy'ari juga seorang pahlawan nasional yang berjasa bagi RI.

Selain dikenal sebagai ulama besar, KH Hasyim Asy'ari juga seorang pahlawan nasional yang berjasa bagi RI.

25 Juli 1947: Wafatnya KH Hasyim Asy'ari, Ulama Besar Pendiri Nahdlatul Ulama

KH Muhammad Hasyim Asy'ari adalah seorang ulama besar asal Indonesia, pendiri sekaligus pemimpin tertinggi pertama organisasi Islam Nahdlatul Ulama dan Pesantren Tebuireng Jombang. KH Hasyim Asy'ari juga dikenal sebagai seorang pahlawan nasional, yang berjasa dalam gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Beliau juga memiliki julukan Hadratussyaikh yang berarti Maha Guru, dan gelar Syaikhu al-Masyayikh atau Gurunya Para Guru.

KH Hasyim Asy’ari lahir pada 14 Februari 1871 (24 Dzulqaidah 1287H) di Pesantren Gedang, Tambakrejo, Jombang. Beliau adalah putra ketiga dari 11 bersaudara dari pasangan KH. Asy’ari pemimpin Pesantren Keras, Jombang dan Nyai Halimah .
KH Hasyim Asy'ari wafat pada 25 Juli 1947, tepat pada hari ini, 76 tahun yang lalu. Berikut kisah hidupnya yang penuh pelajaran berharga.

Garis Keturunan Istimewa
KH Hasyim Asy'ari dikenal memilik garis keturunan yang istimewa.Dari nasab ayahnya, KH. Hasyim Asy’ari memiliki garis keturunan sampai pada Rasulullah SAW. Beliau juga merupakan keturunan Sunan Giri, salah satu walisongo penyebar Islam di pulau Jawa.
Sementara dari nasab ibunya, KH. Hasyim Asy’ari merupakan keturunan dari Raja Brawijaya VI (Lembu Peteng), raja terakhir Kerajaan Majapahit yang kemudian masuk Islam dan berganti nama menjadi Pangeran Benawa atau Jaka Tingkir.
Hal ini membuat KH. Hasyim Asy’ari mewarisi darah biru (ningrat) dan darah putih (ulama) dalam dirinya.

Pendidikan yang Ditempuh
Ayah KH Hasyim Asy'ari adalah seorang tokoh agama pendiri Pesantren Keras, Diwek, Jombang. KH Hasyim Asy'ari memilih untuk meneruskan jejak ayahnya, yakni mendalami ilmu agama Islam.Beberapa pesantren di Jawa Timur pernah dijadikan tempat belajar mendalami agama Islam oleh Hasyim Asy’ari, melansir Liputan 6.
Sejak kanak-kanak, KH. Hasyim Asy’ari hidup di lingkungan pesantren tradisional, dan belajar dasar-dasar agama Islam dari ayahnya di Pesantren Keras. Pada usia 15 tahun, beliau merantau untuk menuntut ilmu di berbagai pesantren ternama di Jawa, seperti Pesantren Siwalan Panji (Sidoarjo), Pesantren Tambakberas (Jombang), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Cepoko (Ngawi), dan Pesantren Sarang (Rembang) .
KH. Hasyim Asy’ari menikah pada usia 21 tahun dengan Nafisah, putri dari Kiai Ya’qub Siwalan Panji.
Tak lama kemudian, beliau bersama istri dan mertuanya berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Di sana, beliau melanjutkan belajar kepada ulama-ulama terkemuka, seperti Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syaikh Muhammad Salih al-Samarqandi, Syaikh Thahir al-Ja’fari, Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, dan Syaikh Muhammad Mahfuzh al-Tarmasi.
Di Makkah pula, KH. Hasyim Asy’ari mengajar di Masjidil Haram dan mendapat gelar Syaikhul Haram. Beliau juga menulis beberapa karya ilmiah seperti Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah dan Al-Imam al-Ghazali wa Arauhu al-Kalamiah. KH Hasyim Asy'ari berada di Makkah selama 4 tahun.

Mendirikan Pesantren Tebuireng Jombang
Sepulang dari Makkah, Hasyim Asy'ari mendirikan Pesantren Tebuireng. Semua ilmu yang telah dipelajarinya diamalkan dan diberikan pada murid-muridnya di sini.Pesantren Tebuireng berada di Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Sebelumnya kampung ini dikenal sebagai sarang perjudian, perampokan, pencurian, hingga pelacuran. Sejak kedatangan Hasyim Asy'ari, secara bertahap pola kehidupan masyarakat di Tebuireng semakin membaik.
Pesantren Tebuireng telah melahirkan tokoh-tokoh yang berpengaruh di negeri ini dan menjadi pesantren terbesar serta terpenting di Jawa pada abad 20.

Mendirikan Nahdlatul Ulama
KH Hasyim Asy'ari merupakan tokoh penting dibalik organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Ia memprakarsai berdirinya NU pada 1926, mendapat julukan Hadratus Syekh (maha guru), sekaligus menjadi Rais Akbar NU pertama.Organisasi Islam yang didirikan di Surabaya ini bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Dalam penerapannya, baik berpikir maupun bertindak, merujuk pada Khittah NU yang terdiri dari kitab Qanun Asasi dan kitab I'tikad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kitab tersebut dirumuskan oleh KH Hasyim Asy'ari.
Di masa penjajahan, organisasi NU turut membantu gerakan perjuangan demi kemerdekaan Indonesia. NU hadir dalam kebangkitan kesadaran bernegara dan beragama, untuk menjawab kepentingan nasional dan Islam.

Akhir Kehidupan
KH Hasyim Asy'ari wafat pada tanggal 25 Juli 1947 M atau 7 Ramadan 1366 H.
Menjelang kematiannya, KH Hasyim Asy'ari menerima kedatangan utusan Panglima Besar Jenderal Sudirman dan Bung Tomo yang hendak mengabarkan keadaan negara setelah terjadinya Agresi Militer I pada 21 Juli 1947. Berita tersebut membuatnya kaget sebab diceritakan oleh utusan tersebut bahwa Singosari telah direbut oleh Jenderal Spoor.
Mendengar kabar itu, beliau sangat kaget hingga jatuh pingsan. Meski sempat diperiksa oleh dokter, nyawanya tak bisa diselamatkan. KH Hasyim pun dimakamkan di komplek Pondok Pesantren Tebuireng, Diwek, Jombang pada usia 76 tahun.
Saat itu Kiai Hasyim menerima kedatangan utusan Panglima Besar Jenderal Sudirman dan Bung Tomo hendak mengabarkan keadaan negara setelah terjadinya Agresi Militer I pada 21 Juli 1947. Kiai Hasyim kaget sebab mendengar cerita dari utusan tersebut bahwa Singosari telah direbut oleh Jenderal Spoor.
Mendengar kabar itu, Kiai Hasyim sangat kaget hingga beliau jatuh pingsan, sempat didatangkan dokter namun nyawanya tak bisa diselamatkan lagi, ia dimakamkan di komplek Pondok Pesantren Tebuireng, Diwek, Jombang.[