Sisi Lain Pendiri NU Kiai Hasyim Asy'ari yang Jarang Terungkap, Liburkan Ngaji pada Hari-hari Tertentu untuk Bertani di Sawah
Ia punya waktu khusus bertemu petani-petani di desa

Ia punya waktu khusus bertemu petani-petani di desa

Sisi Lain Pendiri NU Kiai Hasyim Asy'ari yang Jarang Terungkap, Liburkan Ngaji pada Hari-hari Tertentu untuk Bertani di Sawah

Pendiri NU Kiai Hasyim Asy'ari ibarat paket komplet. Tak hanya kiai, ia juga pejuang kemerdekaan Indonesia. Pada April 2024 lalu, terbit buku berjudul Hadratussyeikh KHM Hasyim Asy'ari: Pemersatu Umat Islam Indonesia (Percik Pemikiran Reflektif Socio-Religious KH Abdul Hakim Mahfudz)
Buku
Buku yang diterbitkan Tebuireng Institute for Islamic Studies itu memuat kisah kehidupan Kiai Hasyim Asy'ari sejak lahir hingga menimba ilmu ke Bangkalan, Sidoarjo, Pasuruan, Jombang, Kediri, hingga Mekkah.
Termasuk saat mendirikan Pesantren Tebuireng (1899), hingga mengarang 21 kitab dan dua kitab belum diterbitkan (1937-1947). Selain itu, terkait aktivitas pergerakannya di SI, Komite Hijaz, NU, dan MIAI/Masyumi, lalu turun berjuang dalam Pertempuran 10 November 1945. Hingga kemudian wafat pada 25 Juli 1947.

Petani
Mengutip ANTARA, Kiai Hasyim Asy'ari bukan intelektual menara gading. Ia adalah ilmuwan, ulama, sekaligus aktivis yang senang turun ke masyarakat. Setiap hari Selasa dan Jumat, ia meliburkan ngaji dan memilih bertani di sawah.
Momen di sawah juga ia gunakan untuk bertemu dan mengobrol dengan para petani lain. Pada pertemuan itu, mereka membahasa pengairan, pertanian, dan berbagai masalah lain.

Urgensi Pertanian
Mengutip buku Fragmen Sejarah NU (2017) karya Abdul Mun’im DZ, Kiai Hasyim Asy’ari pernah mengeluarkan fatwa tentang pentingnya membangun pertanian. Tujuannya agar bangsa Indonesia mandiri, maju, dan sejahtera.
Kiai Hasyim Asy’ari menyebut petani sebagai pahlawan bangsa karena berjasa menghidupi masyarakat.
Mengutip laman Pondok Pesantren Tebuireng, Kiai Hasyim Asy’ari pernah menulis artikel tentang petani.
“Pendek kata, bapak tani adalah goedang kekajaan, dan dari padanja itoelah Negeri mengeloearkan belandja bagi sekalian keperloean. Pa’ Tani itoelah penolong Negeri apabila keperloean menghendakinja dan diwaktoe orang pentjari-tjari pertolongan. Pa’ Tani itoe ialah pembantoe Negeri jang boleh dipertjaja oentoek mengerdjakan sekalian keperloean Negeri, jaitoe di waktunja orang berbalik poenggoeng (ta’ soedi menolong) pada negeri; dan Pa’ Tani itoe djoega mendjadi sendi tempat negeri didasarkan.” (KH Hasjim Asj’ari, Soeara Moeslimin Indonesia, No. 2 Tahun ke-2, 19 Muharom 1363/15 Januari 1944)