Sisi Lain Pendiri NU Kiai Hasyim Asy'ari yang Jarang Terungkap, Liburkan Ngaji pada Hari-hari Tertentu untuk Bertani di Sawah
Ia punya waktu khusus bertemu petani-petani di desa
Ia punya waktu khusus bertemu petani-petani di desa
Sisi Lain Pendiri NU Kiai Hasyim Asy'ari yang Jarang Terungkap, Liburkan Ngaji pada Hari-hari Tertentu untuk Bertani di Sawah
Pendiri NU Kiai Hasyim Asy'ari ibarat paket komplet. Tak hanya kiai, ia juga pejuang kemerdekaan Indonesia. Pada April 2024 lalu, terbit buku berjudul Hadratussyeikh KHM Hasyim Asy'ari: Pemersatu Umat Islam Indonesia (Percik Pemikiran Reflektif Socio-Religious KH Abdul Hakim Mahfudz)
-
Dimana Kiai Hasyim Asy'ari pernah nyantri? Kiai Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama sekaligus Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang tercatat pernah menjadi santri di Pondok Pesantren Sono, Kabupaten Sidoarjo.
-
Apa gelar KH Hasyim Asy'ari? KH Hasyim Asy'ari juga dikenal sebagai seorang pahlawan nasional, yang berjasa dalam gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Beliau juga memiliki julukan Hadratussyaikh yang berarti Maha Guru, dan gelar Syaikhu al-Masyayikh atau Gurunya Para Guru.
-
Siapa pendiri NU? KH Hasyim Asy'ari merupakan tokoh penting dibalik organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Ia memprakarsai berdirinya NU pada 1926, mendapat julukan Hadratus Syekh (maha guru), sekaligus menjadi Rais Akbar NU pertama.
-
Apa karya Kiai Hasyim? Mengutip NU Online, karya Kiai Hasyim antara lain Tasrifan Padangan, terjemah Imrithi, terjemah Alfiyah Ibnu Malik, hingga terjemah Nadham Maqsud.
-
Bagaimana Hasyim Asy'ari menggunakan kekuasaannya? Hasyim juga diduga telah menggunakan relasi kuasa untuk mendekati dan menjalin hubungan dengan perempuan tersebut.
-
Bagaimana KH Hasyim Asy'ari belajar? Sejak kanak-kanak, KH. Hasyim Asy’ari hidup di lingkungan pesantren tradisional, dan belajar dasar-dasar agama Islam dari ayahnya di Pesantren Keras. Pada usia 15 tahun, beliau merantau untuk menuntut ilmu di berbagai pesantren ternama di Jawa, seperti Pesantren Siwalan Panji (Sidoarjo), Pesantren Tambakberas (Jombang), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Cepoko (Ngawi), dan Pesantren Sarang (Rembang) .
Buku
Buku yang diterbitkan Tebuireng Institute for Islamic Studies itu memuat kisah kehidupan Kiai Hasyim Asy'ari sejak lahir hingga menimba ilmu ke Bangkalan, Sidoarjo, Pasuruan, Jombang, Kediri, hingga Mekkah.
Termasuk saat mendirikan Pesantren Tebuireng (1899), hingga mengarang 21 kitab dan dua kitab belum diterbitkan (1937-1947). Selain itu, terkait aktivitas pergerakannya di SI, Komite Hijaz, NU, dan MIAI/Masyumi, lalu turun berjuang dalam Pertempuran 10 November 1945. Hingga kemudian wafat pada 25 Juli 1947.
Petani
Mengutip ANTARA, Kiai Hasyim Asy'ari bukan intelektual menara gading. Ia adalah ilmuwan, ulama, sekaligus aktivis yang senang turun ke masyarakat. Setiap hari Selasa dan Jumat, ia meliburkan ngaji dan memilih bertani di sawah.
Momen di sawah juga ia gunakan untuk bertemu dan mengobrol dengan para petani lain. Pada pertemuan itu, mereka membahasa pengairan, pertanian, dan berbagai masalah lain.
Urgensi Pertanian
Mengutip buku Fragmen Sejarah NU (2017) karya Abdul Mun’im DZ, Kiai Hasyim Asy’ari pernah mengeluarkan fatwa tentang pentingnya membangun pertanian. Tujuannya agar bangsa Indonesia mandiri, maju, dan sejahtera.
Kiai Hasyim Asy’ari menyebut petani sebagai pahlawan bangsa karena berjasa menghidupi masyarakat.
Mengutip laman Pondok Pesantren Tebuireng, Kiai Hasyim Asy’ari pernah menulis artikel tentang petani.
“Pendek kata, bapak tani adalah goedang kekajaan, dan dari padanja itoelah Negeri mengeloearkan belandja bagi sekalian keperloean. Pa’ Tani itoelah penolong Negeri apabila keperloean menghendakinja dan diwaktoe orang pentjari-tjari pertolongan. Pa’ Tani itoe ialah pembantoe Negeri jang boleh dipertjaja oentoek mengerdjakan sekalian keperloean Negeri, jaitoe di waktunja orang berbalik poenggoeng (ta’ soedi menolong) pada negeri; dan Pa’ Tani itoe djoega mendjadi sendi tempat negeri didasarkan.” (KH Hasjim Asj’ari, Soeara Moeslimin Indonesia, No. 2 Tahun ke-2, 19 Muharom 1363/15 Januari 1944)