5 Fakta di balik penggabungan PGN dengan Pertamina
"Insya Allah kalau bisa kita sebelum hari raya. Tahun ini rencananya," kata Menteri Rini.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengaku tengah mempersiapkan pembentukan holding BUMN energi pada tahun ini. Dia memastikan penggabungan perusahaan tersebut bakal meliputi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) dan PT Pertamina (Persero).
"Kemarin saya sudah bicara dengan Menkeu, yang sudah selesai adalah Pertamina kita akan ajukan PPnya, dan semoga ada tiga lagi yang akan selesai yaitu jalan tol, tambang, dan keuangan," ujar Rini.
Rini menegaskan BUMN juga masih mencari nama yang tepat untuk holding tersebut. Apalagi, PGN jadi bagian dalam holding yang bakal mengelola sumber energi di Indonesia.
"Ini kita belum bicara nih, nama Pertaminanya diganti atau tidak. Karena yang holdingnya kan Pertamina. Apa nama Pertaminanya diganti atau jadi Pertamina Holding. Kita belum tahu. Yang akan masuk disitu adalah Pertamina memiliki PGN," jelas Rini.
Dalam penggabungan tersebut, BUMN bakal melakukan skema penggabungan harta yang bukan berupa uang tunai melainkan dalam bentuk aktiva dari para pemegang saham dalam penyertaan modal perseroan atau disebut inbreng.
"Jadi kita inbreng namanya. Nanti kita juga harus melaporkan ini tentunya ke DPR. Tapi prosesnya sedang berjalan semua. Kemarin bicara ke Kemenkeu yang akan selesai Pertamina dan ada beberapa yang selesai lagi. Insya Allah kalau bisa kita sebelum hari raya. Tahun ini rencananya," kata dia.
Senada dengan Rini, Menteri ESDM Sudirman Said juga mengatakan Pertamina paling pantas memimpin holding nantinya. "Yang paling layak Pertamina yang jadi holding karena ukurannya besar, cukup beragam pengalamannya," kata Sudirman.
Berikut fakta di balik penggabungan PT PGN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) seperti dirangkum merdeka.com:
-
Mengapa Pertamina mendapatkan apresiasi dari Menteri BUMN? Menteri BUMN Erick Thohir mengapresiasi PT Pertamina (Persero) atas kiprahnya dalam komunikasi dan keberlanjutan di Indonesia.
-
Di mana Pertamina Patra Niaga akan memindahkan fasilitas penerimaan BBM dan Avtur? Adapun dalam kerjasama ini, Pelindo sebagai pengembang kawasan Benoa akan menyediakan lahan, alur pelayaran, fasilitas dermaga, fasilitas oil transfer equipment, fasilitas HSSE, serta Lindung Lingkungan Perairan untuk digunakan Pertamina Patra Niaga dalam kegiatan penerimaan BBM dan Avtur melalui dermaga di Benoa Utara.
-
Dimana Pertamina menyelenggarakan Workshop Influencer BUMN? Program yang dilakukan di 8 kota di Indonesia ini, diikuti para pegawai BUMN dari berbagai perusahaan, khususnya para influencer atau penggiat media sosial milenial dan generation-Z.
-
Mengapa Pertamina Patra Niaga membangun tanki BBM dan LPG di Indonesia Timur? Apalagi kita tahu, Indonesia ini negara kepulauan dengan salah satu pola distribusi energi tersulit di dunia, jadi dengan adanya storage di lokasi-lokasi Indonesia Timur ini akan sangat berdampak terhadap ketersediaan bahan bakar bagi masyarakat.
-
Bagaimana Pertamina Patra Niaga dan Pelindo akan bekerja sama untuk mendukung BMTH? Pertamina Patra Niaga dan Pelindo bersinergi dalam memastikan PSN berjalan dengan baik sekaligus memastikan availability dan accessibility energi di Pulau Bali,” terang Riva.
-
Mengapa Pertamina Patra Niaga bekerja sama dengan Pelindo untuk mendukung BMTH? Pertamina Patra Niaga bekerjasama dengan Pelindo untuk penyiapan relokasi fasilitas penerimaan BBM dan Avtur ke dermaga baru." Pertamina Patra Niaga dan Pelindo bersinergi dalam memastikan PSN berjalan dengan baik sekaligus memastikan availability dan accessibility energi di Pulau Bali,” terang Riva.
PGN masih dimiliki swasta
Kendati demikian, rencana Kementerian BUMN ini harus dikaji ulang. Lantaran, 43 persen saham PGN masih dimiliki oleh swasta.
"Yang menjadi soal itu PGN sahamnya masih ada milik swasta, dan porsinya cukup besar. Menurut saya titik krusialnya adalah konsolidasinya. Kalau langsung di merger, nanti enak sekali dong para pemegang saham PGN yang swasta mendapatkan banyak keuntungan dari pemerintah, mendapatkan fasilitas dari pemerintah, mereka menikmati keuntungan yang sangat besar," ujar Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati.
Untuk itu, dia meminta pemerintah untuk mempertimbangkan lebih matang agar nantinya tidak menjadi polemik panjang.
"Ini harus diklarifikasi dulu, nanti positioning saham swasta di PGN akan seperti apa? ini harus diselesaikan. Selain itu, ini berpotensi akan menimbulkan polemik dalam menentukan kebijakan strategis kalau ini tidak diselesaikan proses dan skema mergernya," kata dia.
Pemerintah buyback saham PGN
Sinergi PTÂ Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) dengan PTÂ Pertamina (Persero) dalam pembangunan infrastruktur gas akan makin kuat jika pemerintah membeli kembali (buyback) saham PGN yang dikuasai publik.
"Sebaiknya memang dibuyback saja saham PGN yang dikuasai publik jadi kembali sepenuhnya milik negara 100 persen jadi BUMN," ujar Anggota Komisi VII DPR Inas Nasrullah Zubir di Jakarta.
Menurut Inas, buyback saham PGN oleh pemerintah bertujuannya untuk membangun PGN. Dengan penguasaan penuh, Pertamina dan PGN bisa melakukan sinergi pembangunan pipa gas nasional.
"Jadi jika sudah dibuyback diharapkan sinergi pembangunan infrastruktur gas menjadi lebih baik," kata dia. Pemerintah saat ini menguasai 56,96 persen saham PGN. Sisanya, 43,04 persen saham dikuasai publik.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI, Satya W Yudha mengatakan dengan bersatunya PGN dan Pertamina otomatis kepemilikan saham asing menjadi berkurang. "Tinggal nanti dibuat aturan pada saat harga bagus baru bisa di buyback oleh Pertamina. Tapi jangan dipaksakan sekarang karena justru bisa rugi," kata Satya.
Peleburan dorong harga gas murah
Penggabungan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk ( PGN) dan PTÂ Pertamina (Persero) akan berdampak positif, tidak hanya bagi kedua perusahaan tetapi juga bagi pengguna gas bumi di Tanah Air. Sebab, konsumen akan mendapatkan harga gas yang lebih murah.
"Jika PGN digabungkan ke Pertamina diharapkan infrastruktur pengembangannya akan lebih baik. Selain itu, harga gas juga diharapkan bisa lebih murah," ujar Ketua Forum Industri Pengguna Gas Alam Ahmad Safiun di Jakarta.
Menurut Safiun, penyatuan PGN dan Pertamina membuat pembangunan infrastruktur gas bisa lebih terkoordinasi. Daerah-daerah yang belum dibangun infrastruktur gas bisa segera direalisasikan.
"Seperti di Jawa Tengah misalnya yang belum ada pipa," jelas dia.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga 2030 pemerintah memperkirakan kebutuhan dana untuk membangun infrastruktur gas sebesar USD 24,3 miliar, yang mencakup pembangunan pipa sebesar USD 1,2 miliar, gas kota USD 2,2 miliar, elpiji sebesar USD 0,4 miliar, SPBG sebesar USD 1,93 miliar, dan regasifikasi sebesar USD 6,1 miliar serta liquedfaction USD 1,3 miliar.
Ketua Koordinator Gas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Ahmad Widjaja, mengatakan penggabungan PGN dan Pertamina sudah seharusnya dilakukan pemerintah agar distribusi gas di Tanah Air menjadi lebih efisien.
"Penggabungan PGN-Pertamina juga akan menciptakan holding BUMN energi menjadi lebih kokoh," kata Ahmad.
Induk holding tak boleh jual saham
Pemerintah tengah mendorong merger atau penggabungan perusahaan pelat merah berdasarkan kesamaan bidang usaha. Satu perusahaan pelat bakal ditunjuk menjadi induk usaha atau holding company.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)Â Rini Soemarno menegaskan bahwa induk perusahaan pelat merah tak akan diprivatisasi. "Untuk perusahaan holding kami tekankan seratus persen harus dimiliki negara. Jika dicatatkan di bursa itu hanya untuk obligasi, tidak menawarkan saham," kata Rini di kantornya, Jakarta.
Pemerintah telah melakukan penggabungan perusahaan pelat merah di sektor pupuk dan semen. Lalu menunjuk PT Pupuk Indonesia dan PT Semen Indonesia sebagai holding company.
Selanjutnya, menurut Rini, pemerintah tengah memprioritaskan pembentukan holding BUMN energi. Di mana, Pertamina diproyeksi menjadi perusahaan induk yang membawahi PT Perusahaan Gas Negara.
Ada pula rencana pembentukan holding perusahaan tol pelat merah. Mengingat, pemerintah tengah memercepat pembangunan proyek jalan bebas hambatan tersebut.
"Selain itu, holding di sektor tambang dan sektor keuangan. Kami juga holding konstruksi dan rekayasa industri. Ada juga holding perumahan, mengingat kebutuhan perumahan besar, maka kami perlu BUMN yang kuat untuk dapat menunjang banyak perumahan," katanya.
"Holding ini harus ada peraturan pemerintahnya. Targetnya semoga holding di enam sektor itu bisa selesai sebelum Lebaran."
Dorong infrastruktur gas
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyambut positif pembentukan induk usaha (holding) badan usaha milik negara (BUMN) energi. Langkah ini dinilai akan mendorong pembangunan infrastruktur gas secara masif.
Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) IGN Wiratmaja Puja mengatakan, jika Perusahaan Gas Negara (PGN) sudah digabung dengan Pertamina, Kementerian ESDM akan semakin mudah memberikan penugasan dalam pembangunan infrastruktur sehingga semakin cepat penggabungan itu terealisasi, akan lebih baik.
"Kami sangat mendukung rencana menggabungkan PT Perusahaan Gas Negara ke dalam induk usaha BUMN energi yang dipimpin PT Pertamina sehingga pembangunan infrastruktur gas bisa masif karena akan bersama-sama membangunnya," katanya.
Sementara anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Satya W Yudha, mengatakan penggabungan PGN ke Pertamina akan menjadikan pengembangan infrastruktur gas lebih efektif dan efisien.
"Penguasaan infrastruktur gas menjadi satu pintu. Dengan penyatuan tersebut akan lebih banyak manfaatnya," kata dia.
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahean berpendapat setelah penggabungan, langkah awal yang harus dilakukan adalah menetapkan strategi dan skala prioritas pembangunan infrastruktur gas.
"Pembangunan infrastruktur gas ke rumah tangga harus jadi prioritas, sehingga masyarakat bisa mendapat gas murah pengganti LPG," kata dia.
Menurut Ferdinand, jaringan infrastruktur gas industri juga perlu tetap dibangun lebih banyak lagi, sehingga harga gas juga menjadi lebih kompetitif. Dengan begitu produk-produk yang dihasilkan industri nasional juga memiliki daya saing, tidak hanya di dalam negeri namun juga di luar negeri.