Asosiasi nilai PPh final 0,5 persen belum ampuh dorong UMKM naik kelas
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Muhammad Ikhsan Ingratubun menilai aturan yang berlaku efektif per 1 Juli 2018 ini, belum cukup ampuh untuk menaikkan kelas UMKM. Sebab, UMKM selama ini hanya memiliki catatan keuangan sederhana.
Sejumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menyambut baik atas kebijakan tarif baru Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi UMKM 0,5 persen atas omzet maksimal Rp 4,8 miliar per tahun.
Meski demikian, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Muhammad Ikhsan Ingratubun menilai aturan yang berlaku efektif per 1 Juli 2018 ini, belum cukup ampuh untuk menaikkan kelas UMKM seperti yang menjadi tujuan adanya aturan baru tersebut.
-
Di mana saja Disperindagkop UKM Paser meninjau pengerjaan pasar? Peninjauan dimulai di Pasar Kapitan Wasel Desa Tepian Batang, Kecamatan Tanah Grogot; kemudian pasar Keresik Bura dan terakhir pasar rakyat Desa Petangis, Kecamatan Batu Engau.
-
Kapan Disperindagkop UKM Paser meninjau pengerjaan pasar? Seperti yang dilakukan pada Selasa (14/11/2023).
-
Pajak apa yang diterapkan di Jakarta pada masa pasca kemerdekaan? Di dekade 1950-an misalnya. Setiap warga di Jakarta akan dibebankan penarikan biaya rutin bagi pemilik sepeda sampai hewan peliharaan.
-
Apa yang diukur oleh Indeks Bisnis UMKM? Indeks Bisnis UMKM merupakan indikator yang mengukur aktivitas UMKM di Indonesia yang dilakukan setiap kuartal oleh BRI Research Institute.
-
Dimana pajak anjing diterapkan di Indonesia? Kebijakan ini terdapat di banyak daerah seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Mojokerto.
-
Kapan pajak anjing diterapkan di Indonesia? Aturan pajak untuk anjing pernah diterapkan di Indonesia, saat masa kolonialisme Belanda.
"Kita sambut baik PPh itu turun dari 1 persen menjadi 0,5 persen, tapi itu tidak cukup untuk meningkatkan kelas UMKM, terlebih di aturan itu masih ada embel-embel kita harus buat pembukuan, ini yang banyak UMKM belum mampu," terangnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (27/6).
Menurut Ikhsan, UMKM selama ini hanya memiliki catatan keuangan sederhana. Karena jika harus membuat pembukuan selain kurang paham juga membutuhkan biaya minimal Rp 5 juta untuk menyewa akuntan. Padahal nominal itu bisa digunakan untuk tambahan modal.
Untuk itu, stimulus lanjutan yang harus dilahirkan pemerintah, khususnya Direktorat Jendral Pajak adalah membuat form aplikasi sederhana yang bisa diisi para pelaku UMKM dan mewakili persyaratan pembukuan seperti yang tertuang dalam PPh final yang baru.
Tidak hanya itu, Ikhsan juga mengusulkan untuk memberikan insentif kepada UMKM supaya mudah mendapatkan akses permodalan. "Selama ini kalau kita minta modal ke perbankan yang utama bukan adanya pembukuan atau tidak, tapi persoalan jaminan. Jadi mungkin bisa saja usaha Mikro itu ga usah ada jaminan saja," tambahnya.
Ikhsan mengakui sistem tanpa jaminan tersebut memang sulit diterapkan oleh perbankan, untuk itu dirinya meminta kepada pemerintah memaksimalkan peran Koperasi.
"Makanya Menteri Koperasi dan UKM itu harus diberi peran yang lebih, dia tidak bisa buat kebijakan karena terbentur kebijakan di daerah. Jadi modal tanpa jaminan itu lewat koperasi-koperasi saja. Itu lebih masuk akal," terang dia.
Reporter: Ilyas Istianur Praditya
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Pengusaha: Jangan tanggung-tanggung turunkan pajak UMKM, hapuskan saja
Pengamat sebut UMKM online juga harus dipungut PPh final 0,5 persen
Aprindo yakin PPh final 0,5 persen gairahkan pengusaha UKM besarkan usaha
Cerita Presiden Jokowi dicurhati pengusaha kecil PPh final 1 persen terlalu berat
Tarif pajak UMKM turun, negara berpotensi kehilangan penerimaan Rp 2,5 T per tahun