Atasi kemacetan, Bank Dunia minta Jakarta belajar dari Hong Kong
World Bank meyakini kepadatan penduduk kota besar bakal teratasi bila lalu lintas dan transportasi publik sudah baik.
Bank Dunia (World Bank) mencatat pertumbuhan penduduk di Jakarta yang begitu pesat tidak dibarengi dengan kesiapan insfrastruktur. Alhasil, kemacetan jadi penyakit ibukota uang sulit dihilangkan.
Sejak periode 2000 hingga 2010, penduduk ibukota ini bertambah 7 juta penduduk. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan kota negara tetangga di Asia Timur.
Senior Urban Economist World Bank Taimur Samad menyebut, pertumbuhan penduduk tiap tahun di Jakarta mencapai 3,7 persen. "Jakarta akan menjadi dua kali lipat selama dekade dari tahun 2000," kata Samad di Jakarta, Senin (26/1).
Dia menuturkan, terdapat empat tantangan Jakarta, yakni banjir, perumahan murah, sanitasi dan drainase, serta masalah kemacetan. Permasalahan serupa juga dialami kota besar di negara lain.
Khusus bagi kemacetan Jakarta, Samad menyarankan agar pemerintah memperbaiki infrastruktur transportasi publik. "Inti mengatasi masalah traffic jam atau kemacetan ini sebenarnya ada pada bagaimana memanajemen traffic dengan memperbaiki public transportation," ujarnya.
Menurut dia, World Bank meyakini bahwa kepadatan penduduk kota besar bakal teratasi bila lalu lintas dan transportasi publik sudah baik. Salah satu contohnya di Hong Kong. Pihaknya merasa aneh Jakarta tidak bisa meniru negara tersebut.
Samad menyebut, kota ini dianggap sukses dalam menata kota meski masuk sebagai salah satu kota terpadat. "Di Hong Kong, tingkat kepadatannya cukup tinggi. Tapi di sana tidak macet karena manajemen trafficnya sangat baik," ungkapnya.
Untuk itu, dia menyarankan agar proyek pembangunan Mass Rapid Transport (MRT) perlu didukung. Pihaknya merasa upaya itu sebagai langkah perbaikan tata kelola lalu lintas.
Sehingga, kata dia, pembangunan ini semakin melengkapi transportasi di Jakarta. "Footprint MRT melengkapi busway, kereta api, kunci untuk menggerakan transportasi di luar penggunaan mobil dan motor. Ini sudah di arah yang benar kebijakannya," ujarnya.
Meski begitu, pihaknya tidak bisa memastikan bahwa cara tersebut bisa mengurai kemacetan Jakarta. "Saya tidak bisa mengatakan ini signifikan mengurangi kemacetan tapi ini kebijakan investasi yang tepat," terangnya.