Bikin masyarakat untung, revisi iuran OJK didukung
Bila iuran tidak direvisi dikhawatirkan tarif produk dan jasa industri keuangan bisa lebih tinggi lagi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendesak Menteri Keuangan segera melakukan amandemen terhadap Peraturan Pemerintah Nomor (PP) 11 Tahun 2014 terkait pungutan. Mereka meminta tarif iuran dapat dipangkas dan pelaku industri jasa keuangan dilibatkan dalam melakukan amandemen tersebut.
Pengamat Perbankan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Paul Sutaryono menyatakan bahwa usulan lembaga otoritas keuangan itu mesti didukung. Sebab, bila besaran iuran tidak dipangkas maka masyarakat yang akan terkena dampaknya.
"Rencana OJK untuk melakukan revisi iuran industri keuangan itu baik untuk didukung. Itu penting karena amat dikawatirkan iuran itu pada akhirnya akan dibebankan kepada konsumen (nasabah dan investor)," kata Paul kepada merdeka.com, Jumat (26/12).
Bentuk kerugiannya bila tidak direvisi, kata Paul, tarif produk dan jasa industri keuangan bisa lebih tinggi lagi. Maka itu, guna mendukung terbentuknya iuran yang pas, perlu adanya komunikasi intensif dengan para asosiasi industri keuangan.
Selain itu, iuran juga wajib mempertimbangkan tingkat kesehatan industri masing-masing. "Alhasil, tarif produk dan jasa perbankan masih terjangkau (affordable)," ujarnya.
Seperti diketahui, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto meminta agar pelaku industri jasa keuangan dilibatkan dalam melakukan amandemen tersebut. Dia mengungkapkan, dengan dilakukannya amandemen diharapkan pungutan ke industri keuangan bisa dilaksanakan sesuai dengan kepentingan terbaik dari industri. Terlebih, dengan tetap menjaga keberlanjutan APBN tanpa mengganggu operasi OJK.
Dia menuturkan, pada undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK mewajibkan pelaku industri jasa keuangan yang disupervisi OJK untuk membayar pungutan. Nantinya, hasil pungutan dipakai guna mendanai kegiatan operasional OJK.
"Praktik semacam ini dilakukan oleh otoritas semacam OJK di negara lain. UU Pasar Modal sudah terlebih dahulu mewajibkan pembayaran pungutan kepada pelaku pasar modal dan SRO," kata Rahmat melalui keterangan persnya.
Hasil pungutan oleh OJK, kata Rahmat, memakai penetapan konsep recycling atau pengembalian pungutan ke industri dengan nilai tambah. Manfaat lain dari pungutan itu terkait pula dengan pengembangan kapasitas industri jasa keuangan agar dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
"Dalam rangka recycling, saat ini OJK sedang membangun Pusat Pelayanan Informasi Nasabah Keuangan atau debitur dan industri agar masyarakat dapat mengakses data atau informasi tentang profil nasabah keuangan atau debitur bank tanpa biaya," ujarnya.
Dia menuturkan, perhitungan OJK pungutan akan menambah beban bank sebesar rata-rata 0,01 persen dari total biaya operasional. "Sedangkan manfaat bagi industri dan tingkat keuntungan perbankan Indonesia rata-rata masih jauh lebih tinggi dibanding perbankan di kawasan ASEAN," tegasnya.