Bos Bulog Soal Rencana Ekspor Beras: Beberapa Negara ASEAN Siap Beli
Budi Waseso mengungkapkan sudah berkomunikasi dengan tiga negara tujuan ekspor yang siap melakukan pembelian. Meski demikian, dia belum bisa menjelaskan secara detil total beras yang akan diekspor.
Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) berencana melakukan ekspor beras saat panen raya pada bulan April hingga Mei 2019. Langkah ini dilakukan untuk memaksimalkan penyerapan produksi beras dalam negeri.
Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso mengatakan, pihaknya akan melakukan ekspor beras jika masa panen raya tiba pada Februari hingga Maret tahun ini. Langkah ini dilakukan untuk menghindari banjir produksi mengingat cadangan beras di gudang masih cukup besar.
-
Apa yang dilakukan BULOG untuk menstabilkan harga beras di Indonesia? “Masyarakat tidak perlu khawatir, Pemerintah melalui Bulog sudah menggelontorkan beras operasi pasar atau Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di seluruh Indonesia dengan jumlah total per kemarin (14/12) sebanyak 1,1 juta ton dan kegiatan ini juga terus berlanjut digelontorkan sampai harga stabil," kata Tomi.
-
Kenapa ekspor telur ke Singapura bisa menjadi bukti keberhasilan Indonesia di pasar dunia? Singapura menjadi salah satu negara dengan standar mutu dan keamanan pangan yang tinggi, sehingga ekspor ini menjadi salah satu keberhasilan Indonesia di pasar dunia.
-
Dari mana BULOG mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan di Indonesia? “Saat ini kita sudah kontrak dengan beberapa negara yang produksinya masih banyak yaitu Thailand, Vietnam, Pakistan, Myanmar dan Kamboja. Selanjutnya kita juga akan menjajaki dengan India maupun negara lainnya yang memungkinkan dan memenuhi persyaratan”, tambah Tomi.
-
Kenapa bisnis baju bekas impor dilarang di Indonesia? Presiden Jokowi mengungkapkan bisnis baju bekas impor ilegal sangat mengganggu industri tekstil dalam negeri.
-
Kenapa Bulog melakukan importasi beras dari luar negeri? Disamping itu, Bulog juga melaksanakan tugas pemerintah melakukan pengadaan beras dari luar negeri. Bulog mendapat penugasan importasi dengan dikeluarkannya izin impor sebanyak 3,6 juta ton.
-
Apa yang dilakukan Bulog untuk menjaga stok beras di Indonesia? Badan Urusan Logistik (Bulog) hingga kini memiliki stok dengen volume ideal yakni 1,8 juta ton. Diketahui, untuk menjaga hal itu Bulog terus mendahulukan pengadaan gabah atau beras dalam negeri selama musim panen. Hingga pertengahan Juni 2024 Bulog telah menyerap produk petani dalam negeri sebanyak hampir 700 ribu ton.
Buwas bahkan menyebut bahwa bahwa sejumlah negara tetangga, khususnya di kawasan Asia Tenggara siap menyerap beras yang akan diekspor Indonesia pada pertengahan tahun ini.
Budi Waseso mengungkapkan sudah berkomunikasi dengan tiga negara tujuan ekspor yang siap melakukan pembelian. Meski demikian, dia belum bisa menjelaskan secara detil total beras yang akan diekspor.
"Ada beberapa negara yang kita hubungi dan siap untuk membeli karena mereka butuh. Yang jelas ASEAN sudah siap," kata pria yang akrab disapa Buwas seperti dikutip dari Antara, Jumat (25/1).
Buwas mengatakan ekspor beras dilakukan untuk memaksimalkan penyerapan produksi beras dalam negeri saat panen raya pada bulan April hingga Mei 2019.
"Manakala nanti panen raya jumlahnya besar, dan kita harus menyerap beras sebesar-besarnya untuk kepentingan petani, kita akan melakukan upaya ekspor," kata dia.
Saat ini cadangan beras pemerintah (CBP) yang ada di gudang Bulog mencapai 2,1 juta ton. Sementara itu, target penyerapan beras dalam negeri tahun ini sekitar 1,8 juta ton sampai April 2019.
Di sisi lain, kapasitas gudang Bulog maksimal hanya mencapai 3,6 juta ton beras. Oleh karena itu, ada potensi kelebihan kapasitas sekitar 300 ribu ton saat panen raya.
Untuk distribusi di hilir, Buwas mengatakan tahun ini hanya mengalokasikan Bantuan Pangan Nontunai (BNPT) atau sebelumnya disebut Beras Sejahtera (Rastra) sekitar 300 ribu ton. Berbeda dengan sebelumnya, alokasi beras untuk bantuan bisa mencapai 1,6 juta -1,7 juta ton.
Oleh karena itu, Bulog pun telah berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian untuk merealisasikan ekspor beras ke sejumlah negara tetangga. "Masyarakat tidak usah takut bahwa gudang Bulog penuh dan tidak bisa serap. Kita tetap serap nanti akan kita kelola dengan ekspor," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menanggapi dingin rencana Bulog ekspor beras. Menurutnya, saat ini yang lebih penting adalah menjaga harga beras tidak naik.
"Sudahlah yang penting kita jaga dulu harga beras tidak naik, tidak perlu turun. Kalau bisa iya," ujar Menko Darmin di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (22/1).
Menurut Darmin, tidak sulit jika melakukan ekspor hanya satu kali. Namun, yang sulit adalah melakukan ekspor secara terus menerus.
"Apa susahnya kalau ngomongnya ekspor, ya kirim saja ekspor ke Filipina atau kemana, ke Malaysia yang penting bukan bisa ekspor," jelasnya.
"Kalau bisa ekspor itu terus menerus, itu namanya baru bisa ekspor. Kalau cuma sekali, sekali peristiwa dia ekspor begini, sudah lah lupakan," tandasnya.
Pengamat pertanian Dwi Andreas meragukan rencana Bulog yang ingin melakukan ekspor beras karena hal tersebut merupakan ide yang tidak rasional dalam kondisi saat ini. Dwi Andreas mengatakan, upaya itu tidak akan menguntungkan apalagi harga beras Indonesia lebih mahal dari pasar global.
Saat ini, menurut dia, harga beras di tingkat petani yang berada pada kisaran Rp 10.000 per kilogram sudah lebih mahal dari rata-rata harga beras dunia sebesar Rp 5.600 per kilogram. "Boleh saja ekspor, tapi rugi," katanya.
Oleh karena itu, Guru Besar Institut Pertanian Bogor ini mengatakan ekspor beras baru mungkin dilakukan apabila beras yang diekspor merupakan beras khusus seperti beras organik.
Direktur Utama Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi mengatakan harga beras di Indonesia masih belum bisa menyaingi harga beras yang ditawarkan Thailand maupun Vietnam.
Padahal, harga menjadi pertimbangan penting dalam proses jual beli komoditas, selain kualitas barang.
Menurut dia, upaya untuk mengekspor beras harus dilakukan melalui pembenahan infrastruktur dari sisi produksi hingga setelah masa panen usai atau ada industrialisasi dalam bidang pertanian. "Baiknya dibuat 'corporate farming' dulu, jadi ada lahan khusus untuk ekspor ini. Produktivitas nanti bisa meningkat, misalnya sekarang 5-6 ton per hektare jadi 7-8 ton per hektare," katanya.
(mdk/idr)