BPJS Ketenagakerjaan diharapkan kurangi ketimpangan sosial
Proses transformasi BPJS Ketenagakerjaan untuk terus mengembangkan dan memperluas cakupan kepesertaan baik itu terhadap pekerja penerima upah maupun pekerja bukan penerima upah.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terus mendorong BPJS Ketenagakerjaan untuk mengembangkan dan memperluas cakupan kepesertaannya. Sebab, saat ini Indonesia tengah memasuki masa transisi ekonomi informal ke ekonomi Formal.
Data BPJS Ketenagakerjaan iuran peserta pada April 2016, telah mencapai Rp 14,05 triliun, dengan jumlah peserta penerima upah 13.892.318 peserta, bukan penerima upah 359.785 peserta dan jasa konstruksi 5.006.029 peserta.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri meminta, dalam proses transformasi BPJS Ketenagakerjaan untuk terus mengembangkan dan memperluas cakupan kepesertaan baik itu terhadap pekerja penerima upah maupun pekerja bukan penerima upah.
Ia mengatakan, semakin tinggi kadar ekonomi formal sebuah bangsa, maka kemungkinan partisipasinya di dalam skema perlindungan sosial juga akan semakin tinggi.
"Saat ini Indonesia sedang menghadapi tantangan besar untuk mendorong konsep universal coverage yang dipakai di Indonesia agar seluruh warga negara Indonesia bisa terlindungi melalui skema jaminan sosial atau perlindungan sosial," katanya.
Hanif berharap, Indonesia yang masih menghadapi 3 problem klasik yakni kemiskinan, ketimpangan sosial, dan pengangguran, bisa diselesaikan salah satunya dengan jaminan sosial ketenagakerjaan.
"Sebab, dengan semakin banyaknya pekerja yang masuk ke BPJS, maka resiko sosial yang dihadapi akan menjadi lebih rendah," katanya.