BUMN telah panggil direksi PT HIN terkait proyek Grand Indonesia
"Saya kira ini masalah negosiasi yang tidak optimal dari kerjasama yang dilakukan."
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memanggil Direksi Hotel Indonesia Natour (HIN). Pemanggilan ini terkait adanya kecurangan kerjasama Build, Operate, Transfer (BOT) antara Hotel Indonesia dengan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI) dan PT Grand Indonesia.
"Kalau dikaitkan dengan terjadinya hengki pengki dan lainya, saya serahkan sepenuhnya kepada Kejaksaan atau pihak terkait," papar Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah dalam konferensi pers di Kementerian BUMN Jakarta, Jumat (26/2).
Direksi anyar ini, lanjutnya, menjelaskan seharusnya pihaknya menerima kompensasi lebih dari Rp 400 miliar. "Perpanjangan kontrak itu kan 2010 (oleh direksi lama). Tapi direksi baru yang dipanggil memiliki pandangan seharusnya HIN itu menerima lebih dari kompensasi," ujarnya.
"Saya kira ini masalah negosiasi yang tidak optimal dari kerjasama yang dilakukan," tambahnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa empat orang untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi perjanjian kerjasama antara PT Hotel Indonesia Natour (HIN) milik BUMN dengan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI) anak usaha Djarum Group ke tahap penyidikan. Mereka yang dipanggil para petinggi PT HIN dan CKBI.
"Ada tiga empat saksi, sekarang sedang dipanggil lagi. Dari pihak PT HIN, Cipta Karya Bumi dan nanti Grand Indonesia," kata Jaksa Agung M Prasetyo di Kejagung, Jakarta, Jumat (26/2).
Prasetyo memastikan semua pihak yang diduga mengetahui rentetan kasus dugaan rasuah itu akan dipanggil untuk dimintai keterangan. Termasuk, pihak-pihak setingkat midle management sampai kepada petinggi perusahaan terkait.
"Iya semua pihak yang bisa dimintai keterangan dari yang tingkat midle management ke atas," tegas dia.
Kendati begitu, Prasetyo belum mau mengungkap dari keempat orang yang diperiksa bakal ditetapkan sebagai tersangka. Dia beralasan, penyidik masih mendalami keterangan dari pihak-pihak tersebut.
"Belum, nanti akan dipilah-pilah dulu siapa yang bertanggungjawab," tandas mantan politikus NasDem itu.
Tim penyelidik Kejagung mendatangi Grand Indonesia, Rabu (17/2). Mereka datang untuk menyelidiki kasus dugaan korupsi tentang kerjasama antara PT Hotel Indonesia Natour (BUMN) dengan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI).
Dalam kasus ini, negara berpotensi dirugikan triliunan rupiah akibat murahnya sewa dan pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh pengelola Hotel Indonesia dan pusat perbelanjaan Grand Indonesia yaitu PT Grand Indonesia, anak usaha PT Cipta Karya Bumi Indah. Di mana, PT Cipta Karya Bumi ditunjuk sebagai pengelola Hotel Indonesia sejak memenangi tender Build, Operate, Transfer (BOT) Hotel Indonesia pada 2002.
Kerja sama operasi pengelolaan Hotel Indonesia itu diteken PT Hotel Indonesia Natour (HIN) milik BUMN sebagai perwakilan pemerintah, dengan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI) dan PT Grand Indonesia pada 13 Mei 2004. PT Grand Indonesia dibentuk PT Cipta Karya Bumi untuk mengelola bisnis bersama Hotel Indonesia.
Dalam kontrak BOT yang diteken PT Hotel Indonesia Natour dengan PT Cipta Karya Bersama Indonesia (CKBI)/PT Grand Indonesia (GI), disepakati 4 objek fisik bangunan di atas tanah negara HGB yang diterbitkan atas nama PT GI di antaranya:
1. Hotel Bintang 5 (42.815 m2)
2. Pusat perbelanjaan I (80.000 m2)
3. Pusat perbelanjaan II (90.000 m2)
4. Fasilitas parkir (175.000 m2)
Namun, dalam berita acara penyelesaian pekerjaan tertanggal 11 Maret 2009 ternyata ada tambahan bangunan yakni gedung perkantoran Menara BCA dan apartemen Kempinski, di mana kedua bangunan ini tidak tercantum dalam perjanjian BOT dan belum diperhitungkan besaran kompensasi ke PT HIN.
Kondisi ini menyebabkan PT HIN kehilangan memperoleh kompensasi yang lebih besar dari penambahan dua bangunan yang dikomersilkan tersebut.
Baca juga:
Usut proyek Grand Indonesia, bos PT HIN & PT CKBI diperiksa Kejagung
Terbukti korupsi, mantan Sekda Bintuni kini buron
Pengadaan 294 mobil dinas Bank Sumut rugikan negara Rp 4,9 miliar
Cegah korupsi di kementerian, Polri dan KPK bentuk Satgas khusus
Kasus UPS, Lulung dicecar hubungannya dengan tersangka Gabriel
Lulung kesal Kalijodo lebih heboh dari kasus korupsi Ahok
Polisi bidik kasus dugaan korupsi kas daerah Indragiri Hulu
-
Kapan kasus korupsi Bantuan Presiden terjadi? Ini dalam rangka pengadaan bantuan sosial presiden terkait penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek pada Kemensos RI tahun 2020," tambah Tessa.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus korupsi impor emas? Di samping melakukan penggeledahan kantor pihak Bea Cukai, tim juga masih secara pararel melakukan penyidikan perkara serupa di PT Aneka Tambang (Antam).
-
Bagaimana modus korupsi yang dilakukan dalam Bantuan Presiden? Modusnya sama sebenarnya dengan OTT (Juliari Batubara) itu. (Dikurangi) kualitasnya," ucap Tessa.
-
Apa yang ditemukan KPK terkait dugaan korupsi Bantuan Presiden? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya dugaan korupsi dalam bantuan Presiden saat penanganan Pandemi Covid-19 itu. "Kerugian sementara Rp125 miliar," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, Rabu (26/6).
-
Siapa yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi Bantuan Presiden? Adapun dalam perkara ini, KPK telah menetapkan satu orang tersangka yakni Ivo Wongkaren yang merupakan Direktur Utama Mitra Energi Persada, sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada tahun 2020.
-
Siapa yang dituduh melakukan korupsi? Jaksa Penuntut Umum (JPU) blak-blakan. Mengantongi bukti perselingkuhan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).