Cerita Soimah Dituduh Kurangi Nilai Aset Rumah Demi Pangkas Pembayaran Pajak
“Saya ke notaris dan ternyata tidak deal dari perpajakan karena mereka tidak percaya dan mengira rumah tersebut harganya Rp650 juta, menurut pajak. Loh tapi kan aku sudah sepakat harganya Rp430 juta dengan pemilik rumah dan dikiranya saya menurunkan harga rumah,” kata dia.
Artis Soimah Pancawati mengaku sering mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari petugas pajak di rumahnya di Bantul, Yogyakarta. Salah satunya pada tahun 2015 lalu, di mana ada petugas pajak datang dengan perilaku yang kurang sopan.
“Misalnya tahun 2015 datang ke rumah orang pajak yang buka pagar tanpa kulon nuwun (permisi), tiba-tiba sudah di depan pintu, seakan-akan saya ini mau melarikan diri,” kata dalam sebuah podcast di kanal Youtube mojokdotco, dikutip di Jakarta, Sabtu (8/4).
-
Siapa yang memuji Soimah? Banyak netizen yang memuji gaya hidup sederhana Soimah, yang tetap rendah hati meskipun dikenal sebagai orang kaya.
-
Kapan Soimah menikah? Soimah atau yang akrab disapa Mae telah menikah dengan Herwan Prandoko atau Koko sejak tahun 2002.
-
Kenapa Soimah memilih tinggal di Jogja? Meskipun memiliki rumah di Jakarta, ia lebih memilih menetap di Jogja.
-
Di mana pendopo milik Soimah berada? Pendopo Soimah, yang terletak di Yogyakarta, juga tidak kalah menarik.
-
Siapa yang meminta maaf kepada Soimah? Melihat istrinya yang tidak bisa diam di pendopo milik Soimah, Gilga Sahid sebagai suami Happy Asmara menyampaikan permintaan maafnya di kolom komentar unggahan Soimah.
-
Siapa yang mengirimkan kerupuk kepada Soimah? Soimah sangat terkejut saat mengetahui bahwa dia menerima kiriman kerupuk dan beberapa makanan lain dari Happy Asmara.
Soimah bercerita petugas pajak tersebut melakukan pemeriksaan terhadap pembayaran pajak penghasilannya. Padahal dia honor yang diterima Soimah sebagai arti sudah dipotong pajak oleh pemberi kerja, sehingga tidak perlu membayar pajak lagi. Hanya saja, sebagai wajib pajak dia harus melaporkan bukti pemotongan pajak dari penghasilannya tersebut.
“Saya ini pekerja seni dan jelas sudah (honor yang diterima) sudah dipotong pajak dan kita tinggal lapor. Tapi jangan perlakukan saya seperti maling,” kata Soimah.
“Kowe iki kudu iki, kowe kudu iki,” kata Soimah menirukan ucapan petugas pajak dengan nada tinggi.
Sebagai wajib pajak, dia mengaku tidak terima dengan perlakuan tersebut. Seharusnya petugas pajak datang baik-baik jika memang ada hal-hal yang perlu diluruskan. Apalagi Soimah menyebut pegawai tersebut digaji oleh uang negara hasil pengumpulan pajak masyarakat.
“Kan mereka dibayar pakai uang pajak kita ya, berarti harusnya mereka ke kita ini baik-baik, harus sopan,” kata dia.
Dituduh Kurangi Transaksi Jual Beli Rumah
Tak hanya itu, Soimah mengaku dituduh mengurangi transaksi jual beli rumah agar menghindari pajak. Dia mengaku beberapa waktu lalu membeli rumah seharga Rp430 juta dengan cara dicicil.
Kepada pemilik rumah Soimah mengaku pembayar dilakukan setiap kali dia menerima honor dari pekerjaannya. Sampai akhirnya ketika rumah itu lunas, rumah tersebut didaftar ke notaris untuk balik nama.
Namun dalam proses pengurusannya, ternyata rumah seharga Rp430 juta itu dinilai tidak masuk akal karena terlalu murah untuk dibeli Soimah yang merupakan artis ibu kota.
“Saya ke notaris dan ternyata tidak deal dari perpajakan karena mereka tidak percaya dan mengira rumah tersebut harganya Rp650 juta, menurut pajak. Loh tapi kan aku sudah sepakat harganya Rp430 juta dengan pemilik rumah dan dikiranya saya menurunkan harga rumah,” kata dia.
“Enggak mungkin, masa Soimah beli rumah harga Rp430 juta’. Lah memang ada ukurannya kalau Soimah itu harus beli rumah berapa miliar?” ungkapnya kesal.
Tanggapan Kemenkeu
Terkait cerita tersebut, Juru Bicara Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo menduga yang berinteraksi dengan Soimah merupakan petugas dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pihak dari Pemerintah Daerah.
“Mengikuti kesaksiannya di Notaris, patut diduga yang berinteraksi adalah petugas BPN dan Pemda, yang berurusan dengan balik nama dan pajak-pajak terkait BPHTB yang merupakan domain Pemda,” kata Yustinus dalam keterangannya.
Pras menjelaskan, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) biasanya hanya memvalidasi. Jika pun ada kegiatan lapangan, itu merupakan kegiatan rutin untuk memastikan nilai harga aset saja.
“Jika pun ada kegiatan lapangan, itu adalah kegiatan rutin untuk memastikan nilai yang dipakai telah sesuai dengan ketentuan,” kata dia.
Hal ini dilakukan petugas pajak untuk memastikan harga aset yang disampaikan wajib pajak dengan fakta yang ada di lapangan. “Yaitu harga pasar yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya,” tutupnya.
(mdk/idr)