DPR: Rakyat Papua berharap kontrak Freeport tak diperpanjang
Rapat perdana dengan pemerintah, DPR langsung tanya soal Freeport.
Untuk kali pertama, Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Ditjen Minerba Kementerian ESDM. Setelah perkenalan, anggota DPR satu per satu mulai 'menyerang' pemerintah.
Anggota Komisi VII DPR Dewi Yasin Limpo langsung menanyakan nasib PT Freeport Indonesia yang kontraknya berakhir 2021.
-
Apa yang menjadi pusat sorotan DPR dalam rapat dengan Bos PT Timah? Panas DPR Cecar Bos PT Timah Soal Kasus Korupsi Rugikan Negara Rp271 T, Omongan Mahfud Ikut Dibahas
-
Bagaimana cara DPR menanyai Bos PT Timah dalam rapat? Anggota DPR Amin Ak sampai keras mencecar Bos PT Timah terkait kasus korupsi rugikan negara Rp271 triliun melibatkan banyak pengusaha
-
Bagaimana cara DPR mendukung kinerja Kejagung? Lebih lanjut, selaku mitra kerja yang terus memantau dan mendukung Kejagung, Sahroni menyebut Komisi III mengapresiasi setiap peran insan Adhyaksa.
-
Kenapa DPR mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung? Kasus kakap yang telah diungkap pun nggak main-main, luar biasa, berani tangkap sana-sini. Mulai dari Asabri, Duta Palma, hingga yang baru-baru ini soal korupsi timah.
-
Apa yang didukung oleh DPR terkait kerja sama Australia dan Jawa Barat? Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin menyampaikan apresiasi dan dukungannya.
-
Kapan PDRI dibentuk di Sumatera Barat? Mengutip situs esi.kemdikbud.go.id, pemerintah darurat ini berhasil berdiri pada 22 Desember 1948 di Halaban, sebuah daerah di Lima Puluh Kota.
"Rakyat Papua mengharapkan, jangan perpanjang kontrak kalau tidak membangun smelter di tanah Papua," kata Dewi dari Fraksi Hanura tersebut dalam rapat di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (15/1).
Menurut Dewi, Freeport sudah diberi kemudahan untuk melakukan ekspor konsentrat tembaga. Padahal ada jenis mineral olahan lain seperti bauksit yang tidak bisa melakukan ekspor sejak 2014 kemarin.
Akibatnya, sejumlah pelaku usaha terpaksa menutup usahanya akibat kebijakan larangan ekspor. "Kami melihat ada diskriminasi perlakuan terhadap satu jenis mineral dengan mineral lain," katanya.
(mdk/noe)