Dukung Digitalisasi, Pusat Data Nasional Ditargetkan Rampung di Oktober 2024
Integrasi dan sinkronisasi data sudah diinstruksikan oleh Presiden Jokowi.
Integrasi dan sinkronisasi data sudah diinstruksikan oleh Presiden Jokowi.
- Jokowi Bangga Indonesia Bakal Punya Peta Jalan Digital, Tapi Terkendala Proyek BTS 4G Kominfo
- Jokowi Dibisiki Pakar: Pak Hati-Hati, Data Digital Tentukan Hasil Pilpres 2029
- Koalisi Masyarakat Sipil Desak DPR Panggil Jokowi dan BIN Terkait Dugaan Penyalahgunaan Data Intelijen Partai Politik
- VIDEO: Jokowi Blak-blakan Soal Data Intelijen, Pemberi Informasi Hingga Hadir Tiap Pagi
Dukung Digitalisasi, Pusat Data Nasional Ditargetkan Rampung di Oktober 2024
Pentingnya pembangunan pusat data di Indonesia untuk mengintegrasikan dan menyinkronkan data seluruh Kementerian dan Lembaga sudah diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Februari 2020 silam.
Sampai saat ini, terdapat kurang lebih 2.700 pusat data yang tersebar di 629 instansi pusat dan daerah yang perlu disederhanakan menjadi 8-12 PDN (Pusat Data Nasional).
Meski masih dalam tahap proses pembangunan, program integrasi data sudah dijalankan melalui program Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) dan ditargetkan akan rampung pada Oktober 2024. Nantinya, PDN di kawasan Jabodetabek ini akan menjadi pusat konsolidasi dan interoperabilitas data pemerintah.
CEO Inixindo Jogja, Andi Yuniantoro mengungkapkan, Pusat Data Nasional yang akan dijalankan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika merupakan sebuah upaya pemerintah untuk menuju kedaulatan data serta sistem pemerintahan berbasis elektronik.
"Pusat Data Nasional merupakan sebuah proses berani untuk mewujudkan data sebagai single source of truth," kata Andi pada Talkshow Integrasi SPBE Pilar Transformasi Digital Indonesia dengan tema One Data One Policy yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Sisiplus by Katadata, Senin (4/12).
Merdeka.com
Andi menambahkan, data yang dimiliki saat ini harus bisa dimanfaatkan agar pengambil kebijakan bisa membuat sebuah kebijakan berbasiskan data (data based evidence).
Menurutnya, digital leadership harus dilakukan secara top down. Karena, proses digitalisasi adalah hal yang tidak bisa dikembalikan lagi (point of no return). Menurutnya, proses digitalisasi akan berjalan selamanya sehingga kebijakan top down itu merupakan hal mutlak yang harus dilakukan.
Sementara itu, Associate Professor Monash University Indonesia, Ika Karlina Idris mengungkapkan, tidak mudah untuk membuat data yang tersedia bisa bercerita. Hal ini juga dialami oleh sejumlah negara maju. Karena itu, harus ada pihak tertentu yang merapikan data yang tersebar di mana-mana.
"Data itu tidak bisa hanya disediakan tapi harus divisualisasikan dan ada ceritanya. Kalau sudah dapat insight dari data tersebut baru bisa dijadikan acuan dalam membuat sebuah kebijakan. Jadi, memang harus ada insentif untuk instansi yang membuat kebijakan berdasarkan data,” ujar Ika.
Merdeka.com
Digital leadership menjadi hal yang krusial terkait kedaulatan data. Karena, salah satu pengguna data adalah pemimpin, baik di pusat maupun daerah.
"Jadi, contohnya ada pemimpin yang dipanggil DPR dan harus berargumen. Kalau menggunakan data maka akan susah untuk di debat, perlu upaya lebih untuk menggugat argumen yang berdasarkan data," lanjut Ika.