Era Jokowi-JK, kesejahteraan justru menurun
Pemerintah dituntut segera membenahi masalah ini agar tidak makin merosok.
Sudah setahun lebih Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berdiri dipuncak pimpinan negara. Berbagai janjinya di masa Pemilu sedikit demi sedikit telah dijalankan. Namun dampak bagi kesejahteraan justru belum tampak.
Belum ada sinyal positif tentang kesejahteraaan yang diumbar pada masa kampanye keduanya setahun silam. Malah ada indikasi kondisi kemiskinan malah meningkat.
-
Kapan Jokowi mencoblos? Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah melakukan pencoblosan surat suara Pemilu 2024 di TPS 10 RW 02 Kelurahan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/2).
-
Apa yang ditinjau oleh Jokowi di Kabupaten Keerom? Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau langsung ladang jagung yang ada di kawasan food estate, Desa Wambes, Kecamatan Mannem, Kabupaten Keerom, Provinsi Papua.
-
Apa yang dilakukan Kemenkumham untuk meningkatkan perekonomian Indonesia? Menurut Yasonna, dengan diselenggarakannya Temu Bisnis Tahap VI, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan perekonomian Indonesia.
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Apa yang dilakukan Jokowi saat kuliah? Semasa kuliah, Jokowi juga aktif tergabung dengan UKM pencinta alam.
Kondisi ke depan juga buram mengenai kesejahteraan. Tidak ada kejelasan juga ketegasan Jokowi dalam memberantas kemiskinan. Ini terlihat dari pidatonya saat penyampaian Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016.
Jokowi hanya memaparkan perihal target makro ekonomi. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengkritik tegas sikap pemerintah ini.
"Pemerintah bukan melakukan perlindungan sosial masyarakat yang terkena dampak, malah mengurangi, menghilangkan, menunda program sosial misal raskin beberapa saat, dan tertundanya program sosial akibat dari tertunda program pemerintah sendiri," Ekonom Indef Fadhli Hasan.
Ditambah dengan gejolak ekonomi sedah melemah dan dolar Amerika Serikat yang makin menguat keapda rupiah, diduga kesejahteraan malah bertambah. Pemerintah dituntut segera membenahi masalah ini agar tidak makin merosok.
Berikut tudingan bahwa era Jokowi-JK, Indonesia malah semakin jauh dari kesejahteraan:
Banyak pengangguran
Pemerintah Jokowi-JK punya pekerjaan rumah besar terkait jumlah pengangguran di Indonesia. Apalagi, dari 7 juta pengangguran, 60 persen usia muda. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 2 menyebutkan, seluruh warga negara Indonesia selayaknya dijamin haknya atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Bicara soal tenaga kerja dan jumlah pengangguran di Indonesia, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Tenaga Kerja Benny Soetrisno melihat, strategi pembangunan ekonomi dan investasi di Indonesia ternyata belum mampu mengatasi masalah ini.
"Terkait masalah ini, karena Indonesia adalah negara yang perekonomiannya memiliki kelebihan tenaga kerja (labor surplus economic), sehingga pertumbuhan ekonomi tidak serta merta berdampak secara signifikan mengatasi pengangguran dan kemiskinan," ujarnya di Menara Kadin, Jakarta Selatan, Selasa (16/6).
Kemiskinan Naik
Tingkat kesejahteraan nasional mengalami penurunan. Ini akibat melesunya perekonomian dan anjloknya daya beli masyarakat.
Hal tersebut diungkapkan Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan dalam konferensi pers, Jakarta, Senin (24/8). Dengan menggunakan metoda mirip Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan, Maret 2014-Maret 2015, diperkirakan meningkat dari 10,96 persen menjadi 11,5 persen.
"Di periode yang sama tingkat pengangguran meningkat dari 7 persen menjadi 7,5 persen," tuturnya. "Upah buruh tani , upah buruh industri mengalami penurunan 3,5 persen triwulan ke triwulan."
Tak hanya itu, ketimpangan pendapatan atau rasio gini juga meningkat dari 0,41 menjadi 0,42 persen. "Itu beberapa indikator tingkat kesejahteraan yang kami estimasi dan dikatakan memburuk dalam satu tahun," tandasnya.
Data kemiskinan & pengangguran disembunyikan
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mempertanyakan tak disertakannya indikator tingkat kesejahteraan masyarakat dalam pidato Presiden Joko Widodo saat menyerahkan laporan nota keuangan di Gedung Parlemen beberapa waktu lalu.
"Selain target-target makro ekonomi, seharusnya disampaikan pula target tingkat kemiskinan dan pengangguran harus berapa persen. Kita menjadi aneh mengapa ini tidak juga disinggung di pidato Presiden," ujar Ekonom Indef Fadhli Hasan saat konferensi pers di Kantor Indef, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (24/8).
Dia curiga, ini berhubungan langsung dengan tidak dirilisnya data mengenai tingkat kesejahteraan masyarakat baik angka pengangguran dan kemiskinan yang biasa dipaparkan Badan Pusat Statistik (BPS) tiap Juli. Data yang dipaparkan BPS pada bulan Juli merupakan hasil analisa dan penelitian yang dilakukan pada Maret.
"Kemudian hasilnya diumumkan BPS pada Juni, Juli atau Agustus. Karena itu akan menjadi bahan pidato Presiden di DPR. Nah, tahun ini pengecualian. BPS belum menyampaikan kepada publik tentang perkembangan data itu. Apakah ini ditunda atau disembunyikan atau menunggu persetujuan pemerintah," tudingnya.
Daya beli masyarakat turun
Direktur Indef Enny Sri Hartati memprediksi, BPS belum melansir data tingkat kesejahteraan masyarakat lantaran terjadi penurunan.
"Dugaan kuatnya karena telah terjadi penurunan indikator kesejahteraan masyarakat selama satu tahun terakhir," tutur Enny.
Penurunan tersebut tercermin dari inflasi bahan pangan yang melonjak tajam sehingga berimplikasi terhadap daya beli masyarakat. Menurut data BPS pada Juli 2015, terjadi inflasi makanan mencapai 8,28 persen secara year on year.
"Itu berdampak turunnya daya beli masyarakat yang tercermin dari penurunan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dari kuartal I 2015 sebesar 5,1 persen menjadi 4,9 persen di kuartal II 2015," ucapnya.
Kesejahteraan rakyat makin turun
Institute For Development of Economics and Finance (Indef) melihat, turunnya tingkat kesejahteraan masyarakat tidak lepas dari kegagalan pemerintahan Jokowi-JK. Kebijakan semisal peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), ternyata tidak cukup ampuh menggenjot daya beli masyarakat.
Ekonom Indef Fadhli Hasan menuturkan, menurunnya angka kesejahteraan masyarakat disebabkan lambatnya pemerintah mengantisipasi kebijakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), gas dan listrik.
"Kita lihat gagalnya kebijakan program pemerintah menjaga daya beli masyarakat setelah menaikkan harga BBM, harga gas dan listrik dan berbagai kebutuhan pokok lainnya," ujar Fadhli dalam konferensi pers di Kantor Indef, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (24/8).
Kegagalan pemerintah tercermin dari tertundanya atau dihilangkannya sejumlah program sosial seperti raskin dan Bantuan Langsung Tunai (BLT).
"Pemerintah bukan melakukan perlindungan sosial masyarakat yang terkena dampak, malah mengurangi, menghilangkan, menunda program sosial misal raskin beberapa saat, dan tertundanya program sosial akibat dari tertunda program pemerintah sendiri," ungkapnya.
(mdk/noe)