FITRA tuding Bank Mandiri, BNI, BRI terancam dikuasai China
FITRA meminta Presiden Jokowi membatalkan perjanjian utang senilai USD 3 miliar antara 3 bank BUMN dengan China.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menuding Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno berencana menggadaikan perusahaan pelat merah besar bidang perbankan kepada China. Indikasinya ialah ditandatanganinya perjanjian utang senilai USD 3 miliar, atau sekitar Rp 42 triliun kepada PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI).
Sekretaris Jenderal FITRA Yenny Sucipto mengungkapkan ada potensi di masa depan ketergantungan utang BUMN akan diubah menjadi share swap atau tukar guling saham kepada China di perbankan Indonesia.
Maka dari itu, FITRA meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi membatalkan perjanjian utang antara bank BUMN nasional dengan China. Sebab, berpotensi adanya privatisasi pada esok hari dan menyebabkan campur tangan asing dalam perbankan nasional khususnya bank BUMN.
"Ini masalah menjual BUMN ke asing. Presiden Jokowi harus mengevaluasi Menteri BUMN dan perlu menggantinya karena kinerja pengelolaan BUMN tidak berdasarkan konstitusi namun untuk kepentingan asing," tulisnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (21/9).
Menteri Rini sendiri pernah menuturkan, Bank Mandiri, BNI dan BRI masing-masing akan mendapat USD 1 miliar. Sektor perbankan nasional, menurut Menteri Rini, butuh pengembangan untuk bisa bersaing ketika pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai diterapkan.
Salah satu pengembangan yang dimaksud adalah ekspansi ke luar negeri. Seperti dilakukan Bank Mandiri yang sudah membuka kantornya di China.
Selain itu, Yenny melanjutkan dalam masa kepemimpinan Menteri BUMN Rini Soemarno ini uang negara untuk PMN juga meningkat tinggi tetapi tidak dibarengi dengan deviden ke negara yang meningkat. Justru menurun dan tidak transparan dan akuntabel.
Menurut Yenny, ada skenario jika PMN ditingkatkan sehingga modal meningkat nantinya asing akan mudah melakukan privatisasi. Skenario lainya, privatisasi dengan cara utang luar negeri. Dia mengacu pada tindakan Menteri Rini yang total akan menambah utang dari China senilai USD 50 miliar, atau setara Rp 650 triliun (asumsi kurs USD 1 = Rp 13.000)
"Ada potensi PMN BUMN dijadikan bancakan oleh elit pengusaha dan penguasa karena hingga kini transparansi dan akuntabilitasnya tidak jelas," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Rini membenarkan adanya utang dari China tersebut. Menurutnya, USD 10 miliar dari pinjaman itu nantinya bakal diberikan kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk menggarap proyek listrik 35.000 MW.
Tidak sampai di situ, utang dari Negeri Tirai Bambu tersebut rencananya akan dialihkan untuk membangun kereta cepat Jakarta-Bandung. Rini mengakui bahwa proyek kereta cepat itu sudah memasuki tahan finalisasi studi kelayakan.
"Sekarang ini kereta cepat itu mereka sedang studi kelayakan yang untuk menentukan," kata Rini, Jakarta, Kamis (23/4).
Dana pinjaman sebesar USD 50 miliar itu nantinya berasal dari Bank CBD dan ICBC. Rini akui bahwa perbankan BUMN sendiri tidak mampu membiayai berbagai macam proyek infrastruktur. "Karena perbankan BUMN limitnya sudah sangat terbatas," ujarnya.