Harga cabai di Mojokerto mahal, petani cabai malah merugi
Harga cabai di Mojokerto mahal, petani cabai malah merugi. Di pasar tanjung anyar, Kota Mojokerto, harga cabai rawit merah di pengecer, berkisar Rp 110.000 sampai Rp 120.000 perkilogram. Sayang mahalnya harga cabai malah bikin petani sengsara.
Harga cabai rawit di pasar tradisional di Mojokerto masih berkisar Rp. 110.000 sampai Rp 120.000 ribu perkilogram. Mahalnya harga cabai ini tidak dapat dinikmati para petani, lantaran hasil panen menurun drastis dan tidak sebanding dengan biaya operasionalnya. Akibatnya, banyak petani di kawasan sentra cabai di Kecamatan Dawarblandong, Gedeg dan Jetis, Mojokerto, Jatim, merugi.
Di pasar tanjung anyar, Kota Mojokerto, harga cabai rawit merah di pengecer, berkisar Rp 110.000 sampai Rp 120.000 perkilogram. Cabai rawit hijau, harganya Rp 60.000 perkilo. Sedangkan harga cabai merah besar Rp. 35.000 perkilo dan cabai hijau besar Rp 15.000 perkilogram.
"Hingga sekarang belum ada tanda-tanda harganya akan turun. Kemungkinan tetap tinggi hingga beberapa pekan ke depan," kata Indahyati, salah satu pedagang di pasar tanjung anyar, sabtu (4/2).
Menurut Indah, harga cabai yang tinggi, sangat berdampak pada jumlah penjualan di lapaknya. Kalau sebelum harga naik, penjualannya bisa mencapai 3 kwintal perhari. Tapi setelah harga naik drastis dua bulan ini, menurun sampai 1,5 kwintal perhari.
"Pelanggan banyak yang mengurangi pembeliannya. Mereka yang biasanya beli 1 kg, sekarang hanya setengahnya saja. Pelanggan lainnya malah menyiasati mencampur cabai rawit merah dengan cabai hijau supaya harganya terjangkau," jelasnya.
Ditanya soal pasokan dari pengepul, Indah mengaku tidak ada kelangkaan. Hanya saja para pedagang mengurangi pembeliannya karena khawatir tidak laku.
"Kalau pasokan dari pengepul tetap ada, tapi tidak berani ambil banyak. Kalau biasanya rata-rata ambil 3 kwintal, sekarang dikurangi separuhnya karena khawatir tidak laku," ujar Indah.
Sementara para petani di kawasan sentra cabai di Kecamatan Dawarblandong, Kecamatan Jetis dan Kecamatan Gedeg, justru tidak bisa menikmati tingginya harga cabai sekarang. Para petani banyak yang mengaku rugi, lantaran hasil panennya menyusut drastis.
Suwito (40), salah satu petani cabai di Desa Brayublandong, Kecamatan Dawarblandong, mengaku hasil panen cabainya merosot akibat anomali cuaca yang ekstrim sekarang ini.
"Kalau biasanya bisa memanen cabai 60 kg sampai 70 kg perhektar lahan, sekarang hanya bisa memanen 3 kg saja," kata Suwito.
Sementara Lilis, petani cabai asal Desa Pucuk, mengatakan, cabai hasil panen di sawah, dihargai para tengkulak hanya Rp 90.000 perkilo. Tapi kalau kualitas cabai kurang bagus, harganya bisa lebih murah lagi.
"Hasilnya tidak sebanding dengan biaya operasionalnya. Banyak petani yang merugi," ujar Lilis.
Menurutnya, para petani hanya berharap, ada upaya dari Pemerintah Daerah untuk mengatasi masalah ini. Sebab, berbagai upaya pengobatan tanaman cabai sudah dilakukan para petani, tapi hasilnya tidak maksimal. Padahal sebagian masyarakat Dawarblandong, mata pencahariannya dari bertanam cabai.