Hujan kritik rencana Jokowi beri dana Rp 72 triliun buat BUMN
Menteri Rini mengingatkan DPR tidak mengusik soal tambahan modal tersebut.
Sebelum penyusunan dan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2015, Presiden Joko Widodo berulang kali menyatakan rencana pemerintah menyuntikkan modal negara dalam jumlah besar untuk perusahaan-perusahaan BUMN. Tidak tanggung-tanggung, jika disetujui DPR, suntikan modal negara ke perusahaan BUMN tahun ini tercatat terbesar sepanjang sejarah. Nilainya mencapai Rp 72,9 triliun.
Pemerintahan Jokowi-JK meyakini tambahan suntikan dana untuk perusahaan BUMN dirasa penting. Penyertaan Modal Negara (PMN) diberikan kepada BUMN yang memiliki program prioritas sesuai visi misi pemerintah. Khususnya yang bersentuhan dengan hajat hidup orang banyak. Kriteria kedua, hanya BUMN yang mempunyai tata kelola keuangan yang baik berhak mendapat tambahan modal.
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Bagaimana Presiden Jokowi saat ini? Presiden Jokowi fokus bekerja untuk menuntaskan agenda pemerintahan dan pembangunan sampai akhir masa jabaotan 20 Oktober 2024," kata Ari kepada wartawan, Senin (25/3).
-
Bagaimana tanggapan Prabowo atas Jokowi yang memenangkan Pilpres 2014 dan 2019? Prabowo memuji Jokowi sebagai orang yang dua kali mengalahkan dirinya di Pilpres 2014 dan 2019. Ia mengaku tidak masalah karena menghormati siapapun yang menerima mandat rakyat.
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Apa yang dibicarakan Prabowo dan Jokowi? Saat itu, mereka berdua membahas tentang masa depan bangsa demi mewujudkan Indonesia emas pada tahun 2045.
-
Apa yang membuat Jokowi merasa bangga saat meresmikan PLBN Motaain? "Jadi ini masalah kebanggaan. Masalah wajah kita. Bukan hanya masalah wajah NTT, tapi wajah Indonesia," kata dia
Pembahasan pengesahan PMN di DPR berlangsung alot, hingga kini belum sepenuhnya direstui. Menteri BUMN Rini Soemarno berada di garis depan. Dia ngotot mendesak DPR menyetujui anggaran ini.
Dia berkukuh suntikan modal diperbesar agar negara tetap menguasai kepemilikan saham di perusahaan BUMN. Selain itu, pemerintahan Presiden Jokowi menginginkan membesarkan BUMN.
Bekas Menteri Perindustrian dan Perdagangan era Presiden Megawati ini mengingatkan DPR tidak mengusik soal tambahan modal tersebut. Terlebih, kebijakan ini guna membangun Tanah Air.
"Kami dari kementerian BUMN merasa bahwa jangan diusik kalau kepemilikan pemerintah tetap sah," kata Rini.
DPR bereaksi dengan sikap ngotot Menteri Rini. Anggota Komisi XI M Misbakhun mengingatkan Menteri Rini, wewenang pengajuan PMN ada di tangan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sebagai bendahara negara. Karena itu dia meminta Menteri Rini tidak terlalu terburu-buru melakukan penetapan suntikan modal.
"Karena Menteri Keuangan adalah mitra kerja dari Komisi XI. Sehingga penetapan besaran PMN untuk BUMN adalah kewenangan penuh menteri keuangan dan Komisi XI yang membidangi keuangan dan perbankan," kata Misbakhun di Jakarta, Senin (2/2).
Politisi Partai Golkar ini menegaskan, Menteri Rini tak bisa seenaknya mengusulkan besaran PMN untuk perusahaan pelat merah itu. Sebab, peraturan tersebu juga telah diatur dalam perundang-undangan.
Tidak hanya DPR yang mengkritik keras soal rencana pemberian PMN terbesar sepanjang sejarah ini. Merdeka.com mencatat hujan kritik yang terlontar soal rencana pemerintahan Jokowi-JK mengguyur 35 perusahaan BUMN dengan nilai total anggaran puluhan triliun. Berikut paparannya.
Tambah beban utang negara
Analisis ekonomi politik, Kusfiardi mengaku tidak setuju dengan rencana pemerintah yang ingin menambah Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada perusahaan BUMN dalam nota keuangan RAPBN-P 2015.
Pemerintah beralasan, penambahan suntikan modal bertujuan mendukung agenda prioritas nasional seperti meningkatkan kedaulatan pangan, pembangunan infrastruktur dan maritim, mendukung industri kedirgantaraan dan membangun industri pertahanan nasional.
Namun, Kusfiardi berpendapat kebijakan ini hanya akan menambah beban utang negara. Suntikan modal untuk BUMN bersumber dari penerbitan surat berharga negara (SBN).
Target tambahan itu melalui penerbitan surat utang Negara dalam denominasi Rupiah dan juga valuta asing dengan tambahan net sekitar Rp 31 triliun.
"Pada APBN 2015, alokasi PMN hanya sebesar Rp 5,1 triliun. Dalam nota keuangan RAPBN-P 2015 alokasi melonjak sangat drastis menjadi Rp72,9 triliun. Kebijakan pemerintah yang ambisius ini bukan saja membebani tapi menggerogoti keuangan negara," ucap Kusfiardi dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (1/2).
Suntikan modal digunakan untuk bayar utang perusahaan
Analisis ekonomi politik, Kusfiardi menyayangkan pemberian modal negara pada perusahaan BUMN. Sebab, pada saat yang sama tidak ada jaminan bahwa alokasi PMN sebesar Rp 72,9 triliun dalam RAPBN-P 2015 bisa mencapai tujuan yang dicanangkan oleh pemerintah sendiri.
Apalagi audit BPK pernah menemukan bahwa dalam praktiknya oleh BUMN yang menerima alokasi PMN justru menggunakan dana tersebut untuk membayar utang.
"Khusus untuk penyaluran PMN dalam RAPBN-P 2015 belum disertai dengan dokumen studi kelayakan. Padahal dokumen itu penting untuk melihat sejauh mana alokasi PMN bisa mencapai tujuan yang dicanangkan pemerintah," tegasnya.
Kusfiardi yang juga tim koalisi anti utang ini menyarankan kepada DPR untuk menolak rencana PMN yang berdampak pada meningkatnya beban utang. Selain itu akuntabilitas kebijakan alokasi PMN ini juga rendah sekali.
"Penolakan oleh DPR bisa mencegah dua hal penting. Pertama mencegah bertambahnya utang Negara. Kedua, mencegah penggunaan uang Negara yang sama sekali berbeda dengan tujuan peruntukannya," tutupnya.
Suntikan modal Rp 72,9 Triliun tidak sehat
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melihat kebijakan pemerintah ini tidak sehat. Pasalnya, PMN yang besar dan deviden BUMN yang dipotong bakal menjadi beban APBN.
"Kalau itu disetujui oleh DPR maka BUMN menjadi beban negara," kata Anggota BPK Achsanul Qosasi di Jakarta, Jumat (23/1).
Dia menjelaskan, penerimaan negara yang berasal dari deviden dari 142 BUMN cuma sebesar Rp 34 triliun. Terlebih, 10 dari 35 perusahaan BUMN yang diajukan untuk mendapatkan PMN, merupakan perusahaan yang sudah berstatus perusahaan terbuka (Tbk).
Achsanul menegaskan, 10 BUMN tersebut belum pantas menerima PMN. Maka itu, pihaknya mendesak agar pemerintah dan DPR dapat mengkaji ulang terkait dengan penambahan PMN pada 35 perusahaan BUMN tersebut.
"Kalau listed company kenapa mesti minta PMN kan bisa melalui mekanisme pasar modal," tutupnya.
Salah sasaran
Pemerintah ngotot memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada Bank Mandiri dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2015. Sejumlah kalangan menilai suntikan modal itu dianggap janggal.
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mendesak pemerintah menjelaskan secara konkret alasan pemberian kepada Bank Mandiri sebagai satu-satunya perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terima suntikan modal. Padahal, bank tersebut dianggap telah cukup kuat dari segi permodalan.
"Permasalahan pemberian itu perdebatannya di pemerintah dan DPR. Tapi pemerintah harus jelas alasan pemberian PMN kepada Bank Mandiri," kata Enny kepada merdeka.com, Sabtu (24/1).
Enny pesimis suntikan modal itu dapat membantu Bank Mandiri menggenjot pembiayaan infrastruktur seperti yang diharapkan pemerintah.
Modal negara buat komersialisasi
Koordinator Koalisi Anti Utang Danny Setiawan melihat pemberian PMN kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 20 triliun bakal dimanfaatkan perusahaan swasta untuk mencari laba dengan dalih mengerjakan proyek infrastruktur.
"Kita (rakyat) kasih duit ke Pajak dan dikasih ke SMI melalui PMN lalu bekerja sama dengan perusahaan swasta untuk bangun infrastruktur. Ini kesalahan mendasar PMN dalam RAPBNP 2015. Ini jadi cara komersialisasi yang dibalut pembangunan infrastruktur," kata Danny.
Pada dasarnya, dia mendukung niat Presiden Joko Widodo menjadikan BUMN sebagai agen pembangunan. Tetapi, kata Danny, sebaiknya bukan untuk ekspansi usaha melainkan mencari laba yang bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
"Bukan dari sisi bangun ekspansi usaha atau bangun infrastruktur tetapi harus dari kesejahteraan rakyat sesuai dengan UU 1945 pasal 33," ucapnya.
(mdk/noe)