Industri Keramik Dalam Negeri Keluhkan Tingginya Harga Gas
Harga gas yang tinggi dan tidak merata menyebabkan biaya operasional menjadi tinggi. Tinggi biaya operasional menyebabkan industri sulit melakukan ekspansi bisnis.
Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) meminta pemerintah untuk mengevaluasi harga gas yang digunakan industri untuk produksi keramik. Saat ini, harga gas yang disalurkan ke industri keramik dinilai masih mahal dan bervariasi antara satu daerah dan daerah yang lain.
"Harga gas di Jawa Timur USD 7,98 per MMBTU, di Jawa Barat USD 9,1 di Sumatera Utara USD 9,3. Komponen gas kurang lebih 30-35 persen di produksi, jadi sangat material," kata Ketua Umum Asaki, Edy Susanto di sela-sela Pameran Keramika, di JCC, Jakarta, Kamis (14/3).
-
Kenapa Pertamina terus berupaya meningkatkan produksi Migas? “Kami berterima kasih atas dukungan DPR, karena ini merupakan komitmen kita bersama untuk memberikan suplai yang cukup bagi masyarakat hingga akhir tahun yang tinggal satu setengah bulan lagi,” pungkas Nicke.
-
Bagaimana Pertamina meningkatkan produksi migas di dalam negeri? Sepanjang tahun 2023, Pertamina melakukan berbagai inovasi bisnis dan meningkatkan produksi migas dalam negeri serta berkiprah ke luar negeri, sebagai upaya kami untuk menambah produksi migas bagi Indonesia, menumbuhkan ekosistem energi transisi serta mengembangkan partnership dengan berbagai mitra bisnis yang kredibel.
-
Bagaimana Pertamina berhasil meningkatkan produksi migas di Blok Mahakam? Melalui beragam inovasi dan penerapan teknologi yang tepat, Pertamina berhasil menahan laju penurunan produksi alamiah dan sekaligus meningkatkan produksi migas Pertamina yang sangat penting dalam mendukung pemenuhan kebutuhan energi Indonesia,” ujar Fadjar.
-
Kenapa BPH Migas mendorong pemanfaatan gas bumi? Dalam rangka turut menjaga lingkungan, mengurangi emisi karbon, dan mengatasi perubahan iklim, BPH Migas terus mendorong peningkatan pemanfaatan gas bumi melalui pipa.
-
Bagaimana BPH Migas mendorong pemanfaatan gas bumi? BPH Migas terus mendorong peningkatan konsumsi gas dalam negeri serta memberikan dukungan penyediaan energi bersih lewat penetapan harga gas bumi melalui pipa.
-
Apa yang menunjukkan pertumbuhan industri manufaktur Indonesia? Geliat pertumbuhan ini dapat terlihat dari peningkatan permintaan baru yang menunjukkan aktivitas produksi yang semakin terpacu.
Harga gas yang tinggi dan tidak merata menyebabkan biaya operasional menjadi tinggi. Tinggi biaya operasional menyebabkan industri sulit melakukan ekspansi bisnis."Sumatera Utara dengan USD 9, untuk produksi, mereka tidak berani set up investasi yang besar karena hanya mencocokkan sesuai permintaan pasar di situ," urai Edy.
Selain itu, disparitas harga antara wilayah membuat industri keramik untuk meluaskan pangsa pasar ke daerah lain. "Dari Sumatera tidak berani ekspor ke Jawa yang lebih murah gasnya. Otomatis dia tidak berkembang. Akhirnya kapasitasnya bisa berkembang."
Hal tersebut berbuntut panjang, hingga memengaruhi kinerja ekspor industri keramik Indonesia. Saat ini ekspor produk keramik Indonesia hanya berkisar 10 persen dari total produksi. "Karena kami tidak bisa dipaksa untuk terlalu agresif keluar," jelas dia.
Produk keramik Indonesia kemudian kalah bersaing dengan produk dari China, India, dan Vietnam, yang menggunakan coal gas sebagai sumber energi. Indonesia juga kalah bersaing dengan Malaysia yang harga gasnya lebih rendah, yakni USD 7,5 per MMBTU.
Karena itu, pelaku industri keramik berharap agar pemerintah dapat menerapkan harga gas yang cocok bagi industri tanpa harus menggerus keuntungan PGN, sebagai perusahaan penyalur gas. "Kami tidak minta sesuai apa yang jadu janji pemerintah dulu, yaitu USD 6. Kami juga tidak mau, intinya PGN bisa sustain. Yang penting penyalur gas dan kami bisa tumbuh bersama sehingga harus punya harga gas yang win-win," kata Edy.
"Harapan kami, paling tidak harga gas di Surabaya, Jabar, itu disamakan. Kami tidak minta sesuatu di luar kemampuan pemerintah. Kalau bisa disamakan saja USD 7,98," imbuhnya.
Dia pun memastikan kinerja ekspor industri keramik Indonesia akan lebih moncer dari sebelumnya, bahkan porsi ekspor akan lebih besar sehingga Indonesia dapat meluaskan penetrasi ke pasar regional. "Kalau itu bisa realisasi, kami yakin itu bisa tembus di atas 30 persen. Saya yakin yang namanya Malaysia, Singapura, Myanmar, Laos, Filipina, itu bisa kita dapatkan," ujarnya.
Menanggapi hal ini, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengakui bahwa harga gas di Indonesia memang masih tinggi. "Tentu harga gas menjadi tantangan bukan hanya industri keramik tapi seluruh industri secara keseluruhan," kata dia.
Airlangga berharap penyelesaian terkait harga gas ini, dapat dilakukan secara business to business (B2B) antara pelaku usaha dan PGN. "Tadi ada direktur PGN, kami minta bisa diselesaikan secara B2B," tandas Airlangga.
"Jadi kalau diberi kesempatan dengan harga gas yang lebih berdaya saing, saya yakin kita bisa genjot ekspor. Secara teknologi kita lebih advance, bagus, dibanding tetangga. Raw material juga kita lebih lengkap," tandasnya.
(mdk/idr)