Jepang Siap Kucurkan Dana Buat Transisi Energi di Indonesia
Ada proyek pengolahan sampah menjadi sumber daya energi, proyek pengembangan lahan gambut.
Jepang berkomitmen memberikan bantuan pendanaan kepada 34 proyek transisi energi di Indonesia. Kesepakatan ini dihasilkan dalam The 2nd Asia Zero Emission Community (AZEC) Ministerial Meeting. Pada pertemuan para menteri tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, total ada 78 proyek di Asia yang akan didukung oleh pendanaan Jepang.
"Indonesia mempunyai shortlist terbesar yaitu 34 proyek. Proyek yang masuk dalam AZEC ini sebuah proyek yang diinisasi Indonesia dan Jepang," kata Airlangga di sela-sela acara The 2nd AZEC Ministerial Meeting di St Regis Hotel, Jakarta, Rabu (21/8).
- Gandeng Jerman, Pemerintah Percepat Transisi Energi Berkelanjutan
- Berada di Indonesia, Ini Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Terbesar di ASEAN
- Akhirnya, Indonesia Kantongi Rp16,2 Triliun dari Amerika Serikat untuk Proyek Transisi Energi
- Indonesia Terancam Jadi Negara Pengimpor Net Migas Jika Tak Lakukan Ini
Airlangga memaparkan, proyek yang akan didanai Jepang antara lain 15 pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Jepang bahkan usul menambahkan satu proyek lagi, yakni PLTP Sarulla.
"Proyek yang sudah didukung geothermal ada 15 proyek dan salah satu yang dibahas tadi adalah yang sudah kita putuskan. Jepang juga tadi mengusulkan tambah proyek Sarulla," terang dia.
Selanjutnya, ada proyek pengolahan sampah menjadi sumber daya energi di Legok Nangka, Jawa Barat. Lalu, proyek pengembangan lahan gambut (peatland) dengan Sumitomo Forestry di Kalimantan.
"Kemudian juga dikembangkan yang berbasis hydro, ini di Kayan Hydro, itu diharapkan bisa memproduksi sampai dengan 9.000 megawatt atau 9 gigawatt. Ini akan dikaitkan dengan industri turunannya termasuk hidrogen dan ammonia," ungkap Airlangga.
Pertemuan para menteri AZEC juga turut mengangkat terkait proyek penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (CCUS). "Kemudian tadi Blue Ammonia dan Hydrogen. Salah satu Blue Ammonia yang pertama akan dibangun di kawasan Pupuk Iskandar Muda atau Special Economic Zone Aceh yang diharapkan bisa membuat the first blue ammonia," imbuhnya.
Tak hanya itu, Airlangga mengutarakan, proyek transmisi atau jaringan interkoneksi untuk menghubungkan sistem kelistrikan Jawa dan Sumatera pun turut dibahas. Itu jadi salah satu prioritas dalam membentuk sistem jaringan terintegrasi di antara negara-negara Asia Tenggara, atau ASEAN Power Grid.
"Tadi juga saya sampaikan bahwa grid listrik ini tidak hanya di Jawa-Sumatera, tapi konektif nyambung dengan Kepulauan Riau. Lalu Batam-Bintan-Karimun, ini menjadi salah satu juga proyek yang nanti solar panelnya sudah akan di-offtake oleh Singapura," ujarnya.
Rumusan transisi energi
Lebih lanjut, negara-negara yang tergabung dalam AZEC juga merumuskan kebijakan yang bisa diaplikasikan di semua negara yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Sehingga setiap negara bisa tetap tumbuh dari sisi ekonomi, tapi masih bisa secara konsisten menurunkan emisi dalam rangka transisi energi.
Untuk mengatasi tantangan tersebut secara efektif, dibutuhkan platform kebijakan yang kuat yang dapat mendorong kolaborasi, berbagi praktik terbaik, dan mengembangkan solusi standar untuk kawasan Asia. Untuk itu para negara anggota AZEC sepakat untuk membentuk AZEC Center.
"Kami secara resmi meluncurkan AZEC Center, yang diselenggarakan oleh Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) di Jakarta. Saya berharap AZEC Center akan memberikan dukungan yang tak ternilai dalam mengembangkan visi, peta jalan, dan kebijakan untuk memandu dekarbonisasi kita" pungkas Airlangga.