JK sebut BI Rate, infrastruktur, dan birokrasi hambat laju investasi
Tingginya BI Rate, menurut JK, menjadi salah satu penyebab kinerja investasi melambat.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berharap suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI Rate dapat kembali diturunkan. Tingginya BI Rate, menurut JK, menjadi salah satu penyebab kinerja investasi melambat.
"Ada 3 hal mengapa investasi di Indonesia tidak sebaik di negara lain. Bunga (perbankan) salah satu yang termahal di Asia," kata JK di Kantor Pusat BKPM, Jakarta, Selasa (24/2).
Penyebab lain ialah lemahnya sisi infrastruktur sehingga menjadi penyebab mahalnya biaya logistik. "Infrastruktur, biaya logistik, angkut barang pelabuhan," ucap JK.
Dari sisi birokrasi, JK menilai waktu yang dihabiskan untuk mengurus administrasi sangat panjang. Hal ini memicu kekesalan para calon investor.
"(Proses izin) Butuh waktu, menjengkelkan, membosankan. Kehutanan 2 tahun. Izin PLN 1 tahun, 2 tahun. Sistem itu orang nggak akan datang, industri akan angkat kaki," ucap JK.
Sebelumnya, pemerintah menyatakan target pertumbuhan ekonomi sebesar lima persen tak signifikan membantu penyerapan tenaga kerja. Maka dari itu, peran Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) penting untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi melalui investasi.
Hal ini disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) saat meninjau pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Kantor Pusat BKPM, Jl. Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (24/2).
JK mengatakan, tahun lalu saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,1 persen dinilai tidak bisa menyerap lapangan pekerjaan lebih banyak. Oleh sebab itu, pemerintah manargetkan menggenjot pertumbuhan ekonomi hingga mencapai angka 7 persen agar bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Selain itu, angka 7 persen juga dinilai bakal menjadikan perekonomian Indonesia lebih stabil. "Tahun lalu kita tumbuh 5,1 persen. GDP kita tumbuh 5,1 persen, dengan itu kita belum bisa menambah lapangan kerja," ujar JK.
-
Kenapa Ridwan Kamil menemui Jusuf Kalla? “Beliau kan orang pintar ya dan penuh dengan pengalaman, arif, bijaksana. Sehingga saya perlu mendapatkan arahan, wejangannya dari beliau,” sambungnya.
-
Apa yang diungkapkan Jusuf Kalla mengenai pembelian alutsista bekas? Pemerintah membeli alat utama sistem persenjataan (alutsista) bekas dengan harga murah bukan terjadi saat ini saja. Hal tersebut dinungkapkan langsung Mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK) yang pernah berpasangan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Pemerintah Beli Alutsista Bekas Umur 25 Tahun Harganya Rp1 Triliun kata JK dikutip dari Antara, Kamis (11/1) "Saya kira pemerintah 'kan tidak satu kali ini beli bekas (alutsista bekas), tetapi selalu murah. Murah sekali barang bekas itu sebetulnya, apalagi kalau sudah tua,"
-
Bagaimana Jusuf Kalla menilai harga alutsista bekas yang dibeli pemerintah? "Sebetulnya bukan hanya bekas, berapa harga bekas itu? Itu hal yang berbeda. Kalau ini 'kan harganya rata-rata Rp1 triliun satu pesawat, pesawat yang umurnya 25 tahun," kata JK. Ketika orang ingin membeli pesawat, yang diukur ada dua yaitu umur dan jam terbangnya. Khusus umur sangat berpengaruh pada teknologi yang ada di dalam pesawat tersebut.
-
Apa yang dikritik oleh Jusuf Kalla terkait hukuman pidana dalam kesalahan strategi bisnis? Pasalnya, ada berbagai faktor yang menentukan kerugian dalam korporasi, bukan hanya semata-mata kesalahan strategi. "Direksi boleh mengambil keputusan karena korporasi ada tiga bagian, yakni direksi, komisaris dan pemegang saham. Sepanjang direksi diketahui dan disetujui oleh dua organ lainnya maka itu bukan pidana jika melihat dari sisi hukum korporasi atau perseroan terbatas," kata Dosen Hukum Universitas Indonesia Fully Handayani Ridwan dalam keterangannya, Rabu (22/5).
-
Siapa yang Jusuf Kalla kritik terkait hukuman pidana dalam kesalahan strategi bisnis? Pasalnya, ada berbagai faktor yang menentukan kerugian dalam korporasi, bukan hanya semata-mata kesalahan strategi. "Direksi boleh mengambil keputusan karena korporasi ada tiga bagian, yakni direksi, komisaris dan pemegang saham. Sepanjang direksi diketahui dan disetujui oleh dua organ lainnya maka itu bukan pidana jika melihat dari sisi hukum korporasi atau perseroan terbatas," kata Dosen Hukum Universitas Indonesia Fully Handayani Ridwan dalam keterangannya, Rabu (22/5).