Krisis ekonomi buat kantor di CBD sepi pembeli
Tercatat di kuartal IV 2013 permintaan ruang kantor turun menjadi sebesar 24.000 m2.
Krisis ekonomi dunia berdampak pada menurunnya permintaan properti di Jakarta. Belum lagi, melemahnya nilai tukar Rupiah dan beberapa keputusan Bank Indonesia (BI) terkait suku bunga acuan (BI Rate) berdampak pada menurunnya tingkat permintaan pasar perkantoran di Jakarta khususnya kawasan segitiga emas (CBD).
Head of Research Jones Lang LaSelle, Anton Sitorus mengatakan permintaan ruang kantor di CBD terus mengalami perlambatan. Tercatat di kuartal IV 2013 turun menjadi sebesar 24.000 meter persegi (m2).
"Trennya pasar masih lambat, kelihatannya tajam tapi masih batas wajar di tengah ekonomi saat ini. Dalam tiga tahun terakhir memang rendah," ujarnya saat acara 'Media Briefing Jakarta Property Market Review and Outlook 2014' di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (23/1).
Dia menjelaskan untuk total penyerapan ruang kantor sepanjang 2013 mencapai 298.000 m2. "Tapi untuk standar pasar perkantoran dengan volume rata-rata 300.000 itu tergolong sangat besar," jelas dia.
Sementara, untuk tingkat hunian, pada tahun lalu hanya mengalami kenaikan tipis menjadi 94 persen. Namun, angka ini masih cukup signifikan lantaran dalam lima tahun terakhir mampu melampaui level 90 persen.
"Tingkat hunian gedung perkantoran premium (Grade A+) masih tertinggi sekitar 96,3 persen," jelas dia.
Pun pada harga sewa yang juga terus melambat memasuki akhir 2013. Harga sewa rata-rata naik hanya 5 persen akibat kenaikan nilai tukar dolar.
"Memang trennya harga sewa mengayun karena sebagian besar harga sewa dipelopori gedung-gedung yang premium, cukup gila-gilaan dalam dua tahun terakhir ini," ungkapnya.