Lebih murah, alasan warga Kalimantan pilih beli gula Malaysia
Selain itu, alasan lain adalah warga perbatasan kesulitan memperoleh pasokan gula dari dalam negeri.
Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) menyampaikan bahwa distribusi gula belum merata. Terutama untuk warga yang berada di wilayah perbatasan. Lantaran kesulitan mendapat pasokan dari dalam negeri, warga yang tinggal berbatasan dengan Malaysia memilih membeli gula dari negara tetangga.
Dia menyarankan masyarakat perbatasan Kalimantan Barat agar gula konsumsi menggunakan izin perjanjian perdagangan lintas barat Indonesia dan Malaysia. Hal tersebut mengingat rakyat perbatasan berbelanja kebutuhan pangan dari negara tetangga sebesar 600 ringgit sesuai dengan perjanjian sosekmalindo.
"Hanya dengan izin perdagangan lintas batas, masyarakat bisa mendapatkan gula dengan cara yang sah dan halal meski jumlahnya terbatas. Karena Kementerian Perdagangan tidak mampu mengadakan dan mendistribusikan gula konsumsi kepada masyarakat perbatasan," kata Ketua Apegti Natsir Mansyur dalam siaran pers yang diterima merdeka.com, Jakarta, (1/7).
Menurutnya, kondisi ini masih ada disparitas (perbedaan) harga yang tinggi antara gula impor dari Malaysia Rp 9.000 per kilogram (Kg) dengan gula dari Jawa yang mencapai Rp 15.000 per Kg. Asosiasi menilai, kebijakan gula konsumsi Kemendag dinilai diskriminatif terhadap masyarakat perbatasan.
"Tentu rakyat perbatasan pilih harga gula murah. Masalahnya, jumlah yang ditentukannya terbatas sehingga memicu impor ilegal yang terjadi terus menerus," kata dia.
Apegti menilai, kebijakan Menteri Perdagangan dengan memberikan impor raw sugar sebanyak 240.000 ton kepada 3 perusahaan gula yang berbasis tebu tidak tepat. "Kebijakannya spekulatif, tidak ekonomis, karena sampai saat ini gula yang diperuntukan untuk rakyat perbatasan tidak ada realisasinya," ungkap Natsir.