Mantan Gubernur BI sebut kenaikan BI Rate mubazir
BI Rate bisa turun jika pemerintah serius menyelesaikan masalah melonjaknya konsumsi BBM bersubsidi.
Mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menyayangkan sikap bank sentral saat ini yang menaikkan Suku Bunga Acuan (BI Rate) 175 basis poin. Kebijakan itu lebih banyak mubazirnya lantaran mengorbankan pertumbuhan ekonomi dan malah memukul industri yang seharusnya bisa membuka lebih banyak lapangan kerja.
Pria yang kini menjabat Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) ini menilai, pengambil kebijakan di Bank Indonesia (BI), seharusnya tak perlu kaget dengan adanya defisit transaksi berjalan yang memuncak pada Juli tahun lalu. Momentum itu disebut-sebut jadi pemicu bank sentral mengerek BI Rate hingga ke level 7,5 persen.
Padahal, persoalan itu bisa terbaca jauh-jauh hari. Darmin menilai, baik otoritas moneter maupun pemerintah sempat meremehkan potensi defisit transaksi berjalan.
"Ekonomi Orde Baru selama 30 tahun penyakitnya transaksi berjalannya defisit. Itu sama terus kok. Sebenarnya persoalan ini 3-4 tahun lalu kita tahu, tapi ya sepertinya kejepit dulu baru sadar, itu yang terjadi," ujarnya selepas menghadiri seminar di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (6/2).
Buat Darmin, pemerintah dan BI saat ini terlalu mengkhawatirkan defisit transaksi berjalan. Menurutnya, suku bunga tak perlu dikerek terlalu tinggi, seandainya akar masalah defisit cepat diatasi.
Dari pembacaan Darmin, masalah utama defisit Indonesia jadi berbahaya, karena negara ini mengimpor minyak habis-habisan hanya untuk produk bersubsidi.
"Bagi saya, defisit transaksi itu bukan sesuatu yang harus dipaksa cepat turun, sepanjang kualitasnya naik. Bagaimana kualitas baik, ya dia defisit bukan karena subsidi, bukan karena BBM. Tapi karena impor bahan baku dan barang modal," kata Darmin.
Kini, dengan suku bunga terlanjur tinggi, solusinya pemerintah harus serius mengatasi persoalan menekan volume subsidi BBM. Jika hal itu dilakukan, maka prasyarat supaya BI Rate bisa turun secara bertahap terpenuhi.
"Itu yang harus dicari, harus ada upaya lebih serius dan bekerja keras untuk menggunakan bahan bakar alternatif," tandasnya.