Menkop Teten: UU Cipta Kerja Jadi Solusi Bangun Ekosistem Ekonomi yang Terintegrasi
Perlu gerakan transformasi usaha informal yang kebanyakan usaha mikro yang jumlahnya mencapai 98 persen dari 64 juta pelaku usaha, menjadi usaha formal atau usaha kecil. Juga, perlu transformasi dari usaha kecil menjadi usaha menengah.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menyebut bahwa perlu adanya perubahan strategi yang besar dalam membangun ekosistem ekonomi yang terintegrasi. Antara lain melalui implementasi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
"UU Cipta Kerja diarahkan untuk bisa menumbuhkembangkan UMKM atau ekonomi resisten ini, memberikan akses pembiayaan, akses pasar, dan sebagainya," kata Teten dalam wawancara bertema "Peran Pemerintah Dalam Mendukung UMKM", dengan Direktur Utama LLP KUKM Leonard Theosabrata, di Jakarta, Minggu (8/11).
-
Kapan kelima RUU Kerja Sama Pertahanan ini akan disahkan? Komisi I DPR dan pemerintah menyepakati membawa lima Rancangan Undang-Undang (RUU) Kerja Sama Bidang Pertahanan ke rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi Undang-undang.
-
Kenapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
-
Apa yang dimaksud dengan UMKM? Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor penting yang turut mendukung perekonomian suatu negara.
-
Siapa saja yang terlibat dalam RUU Kerja Sama Pertahanan ini? Komisi I DPR dan pemerintah menyepakati membawa lima Rancangan Undang-Undang (RUU) Kerja Sama Bidang Pertahanan ke rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi Undang-undang.
-
Apa yang ditawarkan oleh DPLK BRI kepada UMKM? DPLK BRI Ajak UMKM Persiapkan Dana Pensiun BRI dengan menyelenggarakan kelas edukasi “UMKM Pun Bisa Punya Pensiun” dalam pojok investasi di acara Pesta Rakyat Simpedes (PRS) BRI di Pandaan, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
-
Apa saja isi dari kelima RUU Kerja Sama Pertahanan tersebut? Adapun lima negara yang akan menjalin kerja sama pertahanan dengan Indonesia itu antara lain Republik India, Republik Perancis, Persatuan Emirat Arab, Kerajaan Kamboja, dan Republik Federatif Brasil. Kerja sama dengan lima negara itu bakal dibahas dalam RUU masing-masing.
Lanjut Teten, perlu gerakan transformasi usaha informal yang kebanyakan usaha mikro yang jumlahnya mencapai 98 persen dari 64 juta pelaku usaha, menjadi usaha formal atau usaha kecil. Juga, perlu transformasi dari usaha kecil menjadi usaha menengah.
"Digitalisasi disertai pendampingan menjadi salah satu alat yang efektif dalam usaha menaikkelaskan mereka. Selain itu, mungkin juga harus mulai dipikirkan akan fokus usaha di mana mereka itu," ujarnya.
Bagi Teten, fokus usaha bagi upaya transformasi ekonomi informal itu menjadi penting. Sebab, semua negara di dunia sekarang juga melirik apa saja kemudahan dalam ekonomi domestik masing-masing. Kalau dulu, di era 1980 Hingga 1990-an, pelaku ekonomi dunia sibuk dengan pembagian tempat usaha. Di mana industri maju melirik negara berkembang sebagai lokasi industrinya.
"Sekarang, era itu sudah berakhir. Kini masing masing negara sibuk dengan mencari keunggulan ekonomi domestiknya," terangnya.
Menurut Teten, jenis usaha UMKM tidak bisa lagi hanya sekadar berkutat pada yang itu-itu saja. Namun, harus didesain ulang. "Produk UMKM harus mengarah pada custom product, yaitu produk yang disesuaikan dan dirancang untuk promosi merek atau produk yang dipersonalisasikan," ucapnya.
Ciri dari produk kustom ini adalah unik, jarang ada yang sama, lebih personal, tidak perlu bersaing dengan harga (tidak seperti produk massal dari pabrik), dan berkualitas yang bisa disesuaikan dengan kemampuan pembeli.
Teten juga melihat, kelemahan UMKM di Indonesia yang belum masuk dalam sistem produksi nasional maupun global. Hal ini berbeda dengan UMKM di China, Jepang, maupun Korea Selatan. Di sana, produk mereka seperti elektronik dihasilkan UMKM masing-masing negara tersebut dan merupakan bagian dari rantai pasok industri besar.
"Kalau di Indonesia, mungkin gap-nya terlalu lebar, sehingga belum mampu jadi sebuah mata rantai produksi," tandas Teten.
Potensi Koperasi
Hanya saja, MenkopUKM masih melihat ada peluang atau potensi bagi koperasi untuk bisa berperan sebagai agregator, konsolidator bagi UMKM, agar bisa mencapai skala ekonomi/skala bisnis untuk kemudian dihubungkan dengan ekosistem atau rantai produk ekonomi nasional
"Saya kira, daerah juga harus melihat keunggulan domestiknya. Kita punya kekayaan daerah seperti produk kelautan, perkebunan, dan perikanan, yang belum diolah secara optimal. Itu bisa dikembangkan dalam produk kustom. Dan ini yang akan saya kombinasikan dengan koperasi," tuturnya.
Oleh karena itu, Teten berharap dengan mencapai skala bisnis melalui kluster atau koperasi tersebut, UMKM juga lebih mudah dalam mengakses pembiayaan, memperluas pemasaran. Bahkan, masuk dalam rantai pasok global.
Apalagi, UU Cipta Kerja sudah menyederhanakan pembentukan koperasi yang cukup hanya dengan sembilan orang saja dan bisa melakukan rapat secara digital.
"Saya mengajak anak-anak muda, kaum milenial yang kaya dengan kreativitas dan inovasi, untuk bergabung dalam koperasi. Khususnya, koperasi digital. Saya menaruh harapan pada kaum muda akan masa depan UMKM dan koperasi," tutup Teten.
(mdk/idr)