Penerapan pola bisnis Pertamina jadi penyebab harga gas tinggi
Bisnis ini menimbulkan banyaknya calo gas di tanah air.
Penerapan pola bisnis gas yang dijalankan PT Pertamina (Persero) menjadi penyebab tingginya harga gas industri. Penerapan pola bisnis Pertamina menyebabkan munculnya trader atau calo gas bertingkat.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengatakan praktik calo gas ini menyebabkan pemerintah tidak bisa melakukan kontrol terhadap selisih harga gas dari hulu hingga sampai ke konsumen.
-
Apa yang diraih oleh Dirut Pertamina? Nicke menjadi salah satu dari dua wanita Indonesia paling berpengaruh yang masuk ke dalam daftar ini.
-
Mengapa Pertamina melakukan kegiatan ini? Pertamina sebagai BUMN yang bergerak di bidang energi, tidak hanya terus berupaya menyediakan energi di seluruh wilayah negeri. Akan tetapi, juga memberikan kontribusi kepada masyarakat melalui Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dalam rangka mendukung capaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan untuk menuju kemandirian masyarakat.
-
Siapa yang menjadi Dirut Pertamina? Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati kembali masuk dalam daftar 100 wanita berpengaruh dunia (The World’s 100 Most Powerful Women) versi Forbes tahun 2023.
-
Apa yang dimonitor Pertamina melalui PIEDCC? Melalui PIEDCC, Pertamina juga mampu memonitor secara real time ketersediaan energi di seluruh wilayah Indonesia dan bisa mengambil tindakan cepat memenuhi kebutuhan energi jika terjadi lonjakan konsumsi BBM dan LPG, atau keadaan darurat seperti bencana alam.
-
Bagaimana Dirut Pertamina bisa meraih prestasi ini? Forbes menjelaskan bahwa daftar wanita berpengaruh ditentukan dengan empat metrik utama, yaitu pendapatan, media, dampak, dan lingkup pengaruh.
-
Kenapa Pertamina membentuk Satgas RAFI? Sukses Layani Jutaan Pemudik, Pertamina Resmi Tutup Satgas RAFI Satuan Tugas Ramadan dan Idulfitri (Satgas RAFI) PT Pertamina (Persero) tahun 2024 telah sukses melayani kebutuhan energi jutaan pemudik di seluruh Indonesia.
Dalam dokumen BPH Migas mengungkap penjualan gas di salah satu wilayah yaitu Bekasi, Jawa Barat. Sumber gas di Bekasi yang berasal dari PT Pertamina EP, anak usaha Pertamina, pertama kali dijual kepada PT Pertamina Gas (Pertagas).
Pertagas lalu menjual gas tersebut kepada PT Odira sebagai pemasok atau trader pertama yang lalu menjual kembali gas tersebut ke trader berikutnya, yaitu PT Mutiara Energi dengan harga USD 9 per MMBTU.
Lalu, Mutiara Energi mengalirkan gas menuju trader berikutnya, yaitu PT Berkah Usaha Energi dengan menggunakan pipa 'open access' milik Pertagas berdiameter 24 inchi sepanjang 78 kilometer (km) dengan membayar 'toll fee' sebesar USD 0,22 per MMBTU.
Kemudian, Mutiara Energi menjual ke trader berikutnya, yaitu PT Berkah Utama Energi seharga USD 11,75 per MMBTU. Sehingga sudah terjadi selisih harga sebesar USD 2,75 per MMBTU.
Kemudian, Berkah Utama Energi membangun pipa berdiameter 12 inchi sepanjang 950 meter dan menjual ke trader berikutnya yaitu PT Gazcomm Energi dengan harga USD 12,25 per MMBTU yang memunculkan selisih harga USD 0,50 per MMBTU.
Terakhir, Gazcomm membangun pipa berdiameter 6 inchi sepanjang 182 meter dan menjual gas ke konsumen PT Torabika dengan harga USD 14,5 per MMBTU, yang terdapat selisih harga USD 2,25 per MMBTU.
Harga gas hulu saat ini termasuk dari Pertamina EP di kisaran USD 5-USD 6 per MMBTU. Dengan model trader gas bertingkat mulai dari Pertagas, Odira, Mutiara Energi, Berkah Utama Energi dan Gazcomm, konsumen mendapatkan harga sangat mahal yaitu USD 14,5 per MMBTU. Ada selisih harga sekitar USD 9 yang dinikmati oleh para trader gas di model penjualan gas bertingkat tersebut.
Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmi Radhi menilai bukti dokumen yang dipublikasikan BPH Migas membuktikan bahwa trader gas bermodal kertas hanya jadi makelar saja.
"Praktiknya, trader non-manufaktur hanya makelar yang menjual alokasi gas yang diperoleh dari pemerintah, karena kedekatan penguasa," ujar Fahmi di Jakarta, Kamis (22/10).
Dokumen itu memberikan bukti munculnya trader non-infrastruktur yang bisa menggunakan 'open access' justru memperpanjang jalur distribusi bertingkat yang memahalkan harga gas.
"Trader seperti itu membuat harga gas makin mahal saja," tegas dia
Dia menambahkan, harga gas tinggi ini juga diakibatkan liberalisasi migas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001. Dampaknya, harga ditentukan oleh mekanisme pasar dan memunculkan trader non-infrastruktur.
"Masalahnya mekanisme pasar di Indonesia didistorsi oleh pencari rente yang punya kedekatan dengan penguasa sehingga harga jual gas jadi lebih mahal dibanding harga pasar. Rakyat konsumen yang dirugikan membayar terlalu mahal harga gas," pungkas dia.
Baca juga:
Kuartal III-2015, penjualan BBM dan pelumas Pertamina merosot
Akhir Oktober, Pertamina-Saudi Aramco target proyek kilang berjalan
Kuartal III-2015, laba bersih Pertamina turun 47 persen
Banyak impor minyak, laba Pertamina anjlok 47 persen
Menkeu: Tak mudah bikin Indonesia kembali jadi macan Asia