Sederet kontroversi Uber dan Grab selama beroperasi
Kemenhub telah meminta kepada Kemenkominfo untuk memblokir dua layanan ini.
Senin lalu, ratusan orang ramai berkerumun di kawasan Monas bagaikan semut. Mereka adalah para sopir angkutan umum yang memprotes pemerintah akan keberadaan taksi daring.
Sehubungan dengan adanya demonstrasi terkait keberadaan taksi online, Kementerian Perhubungan surati Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Isi dari surat tersebut menanggapi banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh adanya Uber serta GrabCar yang sudah dalam beberapa waktu terakhir beroperasi di ibukota.
Selain itu, surat tersebut berisi permintaan pemblokiran aplikasi yang digunakan untuk memesan layanan taksi online Uber dan GrabCar.
Dalam surat tersebut, Uber serta GrabCar dianggap melanggar berbagai UU. Di antaranya tidak menggunakan kendaraan bermotor umum pelat kuning, tidak dijalankan oleh BUMN, BUMD atau badan yang diakui undang-undang, tidak memiliki izin penyelenggaraan angkutan, tidak berbentuk PT, tidak bekerjasama dengan angkutan umum resmi, serta berpotensi menyuburkan praktik angkutan liar.
Selain itu, perusahaan Uber yang merupakan 'franchise' milik asing, dianggap tidak memberi jaminan keamanan atas kerahasiaan penggunanya. Hal ini dianggap dapat membahayakan keamanan negara.
Dalam surat tersebut juga dijabarkan poin permintaan Kemenhub, yang diwakilkan menteri Ignasius Jonan, terkait langkah-langkah yang harus ditempuh oleh Kemenkominfo dalam memberantas praktik taksi online. Poin tersebut berupa,
a. Memblokir situs aplikasi milik UBER Asia Limited dan melarang beroperasi di bidang penawaran jasa pelayanan transportasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan segera menyelesaikan seluruh permasalahan dan pelanggaran yang telah dilakukan;
b. Memblokir aplikasi milik PT Solusi Transportasi Indonesia yang mengoperasikan aplikasi GrabCar karena jenis kendaraan yang digunakan adalah kendaraan roda empat dengan plat hitam (kendaraan pribadi) atau rental mobil yang belum jelas statusnya sebagai perusahaan angkutan resmi (ilegal);
c. Melarang seluruh aplikasi sejenisnya selama tidak bekerja sama dengan perusahaan angkutan umum yang mempunyai izin yang resmi dari pemerintah.
Selama beroperasi, Uber dan Grab juga telah menimbulkan sejumlah kontroversi. Berikut merdeka.com akan merangkumnya untuk pembaca.
-
Siapa yang menggunakan layanan transportasi online di Indonesia? Berdasarkan riset Google, Temasek, dan Bain & Company pada 2022, layanan transportasi online digunakan oleh 80 persen populasi Indonesia.
-
Kenapa pelaku membunuh driver taksi online? "Saya tulang punggung keluarga, setelah bapak dipenjara tersangkut kasus pidana ganjal ATM di Yogya. Ibu juga bingung minta saya untuk biayai kuliah adik yang di Bandung," kata Baaghastian.
-
Siapa yang mengalami tindakan kasar dari driver taksi online? Sang driver enggan diberi masukan mengenai jalan yang bakal dilewati. Bahkan sang penumpang menuturkan, ada gestur hingga tindakan kasar dari sang driver saat mengemudi.
-
Kapan layanan transportasi online mulai marak di Indonesia? Layanan transportasi online mulai marak di Indonesia sekitar tahun 2014-2015.
-
Apa contoh kecanggihan AI di bidang transportasi online? Aplikasi Transportasi Online Aplikasi transportasi online menggunakan teknologi AI untuk melakukan hal yang sangat kompleks yaitu menganalisis lalu lintas, memprediksi waktu tempuh, dan menemukan rute tercepat.
-
Mengapa transportasi online bisa menjadi pilihan yang lebih hemat? Banyak penyedia transportasi online yang menawarkan promo dan ada pula promo ketika Anda menggunakan metode pembayaran tertentu. Dengan tarif yang lebih murah, Anda pun bisa berhemat dan uangnya bisa digunakan untuk keperluan yang lain.
Taksi online tak bayar pajak
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama atau Ahok mengatakan sebenarnya Pemprov DKI tidak menentang keberadaan taksi online di Jakarta. Namun dia meminta agar taksi online ditempeli stiker agar bisa membedakan mana taksi online dan kendaraan pribadi.
"Saya katakan kalau Grab taxi segala macam kalau taksi sebagai taksi sewa pelat hitam tidak apa-apa. Tapi kan taksimu musti daftar kan? Juga musti daftar sebagai pengusaha yang menyewakan taksi, artinya kamu mesti tempel dong grab taxi kayak di Singapura juga begitu kamu mesti tempel," sambungnya.
Selain itu, dengan ditempeli stiker khusus maka pihaknya telah memiliki hak untuk menarik pajak dari perusahaan taksi online itu.
"Kalau sekarang kamu mesti lebih murah dong, kamu enggak musti bayar pajak, enggak mesti bayar asuransi, perusahaan taksi harus bayar pajak dan asuransi walaupun diakui memang masa taksi ke depan ini akan berubah," tandasnya.
Taksi online langgar undang-undang
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub, JA Barata menjelaskan, surat tersebut merupakan surat permohonan pemblokiran aplikasi pengguna, dan hanya untuk aplikasi Uber dan Grab Car.
"Jadi mengenai surat yang disampaikan adalah permohonan untuk pemblokiran aplikasi pengguna permintaan hanya untuk Grab dan Uber," ujarnya kepada merdeka.com, Jakarta.
Menurutnya, surat permohonan pemblokiran kedua perusahaan tersebut dikeluarkan lantaran di dalam peraturan transportasi khususnya taksi hanya memuat aturan resmi atau tidak untuk taksi pelat hitam.
"Prinsipnya peraturan pertaksian itu sudah ada jelas harus menggunakan pelat kuning lalu KIR, sementara Uber dan Grab Car tidak memiliki," jelas dia.
Penolakan juga terjadi di dunia
Kantor berita AFP memberitakan peringatan Menteri Transportasi China Yang Chuantang kepada perusahaan penyedia aplikasi pemesanan transportasi di Negeri Tirai Bambu. Ini lantaran subsidi yang digelontorkan dinilai telah mendorong persaingan tak sehat.
Sayangnya, Yang Chuantang tak menyebut nama perusahaan dimaksud berikut sanksinya. Namun, kecaman itu bisa dengan mudah dikaitkan pada Uber Taxi dan pesaingnya, Didi Kuaidi.
Kedua perusahaan tersebut dikabarkan telah meraup duit miliaran dolar dari investor untuk menguasai pasar China. Duit tersebut digunakan untuk menyubsidi supir dan penumpang.
Ini membuat supir taksi tradisional kian tersisih dan akhirnya menggelar protes.
Selain China, sedikitnya delapan negara juga memersoalkan keberadaan perusahaan penyedia aplikasi pemesanan transportasi.
Diantaranya, Brazil, Kanada, Prancis, Jerman. Kemudian, India, Jepang, Korea, dan Spanyol.
Grab Car jadi celah Organda dan Dishub cari duit
Selain mendapat penentangan dari sejumlah sopir taksi, seorang harus mengeluarkan uang hingga jutaan rupiah agar mobilnya bisa terdaftar di Grab Car. Sejumlah anggota organda dan dinas perhubungan juga terlibat di dalamnya.
"Jika kita hendak masuk menjadi anggota "Grab Car" yang saat ini menuai kontroversi tersebut. Ternyata harus mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk satu unit mobil agar seseorang bisa masuk menjadi anggota Grab Car," kata Sutama seorang sopir, di Kuta seperti dilansir Antara, Sabtu (6/2).
Ditengarai dengan adanya kendaraan berbasis aplikasi tersebut para oknum organda dan dinas perhubungan membuat celah, dan cenderung disalahgunakan. Modusnya yakni dengan melihat daftar koperasi atau PT yang kurang aktif.
"Oknum tersebut memanfaatkan itu, karena izin harus lewat badan hukum. Jika ada perseorangan yang mengajukan izin maka oknum tersebut akan memilihkan untuk masuk di salah satu koperasi atau PT yang pasif itu," ujarnya.
Ia juga menyebut cara dan lika-liku serta menyetor jutaan rupiah per mobil atau kendaraan pribadi yang harus disiapkan anggota Grab Car. Bahkan, jika seseorang memiliki kendaraan dan punya izin sewa maka pengemudi tinggal mengunduh aplikasi Grab Car.
"Sementara jika seseorang punya mobil tapi belum berizin, maka oknum itu akan membantu mengurusnya. Iya tentu harus mengeluarkan upeti jutaan rupiah untuk memuluskan seseorang masuk Grab Car," katanya.
Parahnya lagi, katanya, bagi seseorang yang belum punya mobil maka akan ditawarkan paket mobil tertentu plus izin, dengan uang muka berkisar antara Rp25 juta sampai Rp40 juta.
"Harga izin untuk satu mobil biasanya Rp 5 juta hingga Rp 7 juta. Coba bayangkan untuk satu mobil saja mereka dapat segitu, coba kalikan ratusan atau pun ribuan mobil yang mengurus izinnya, miliaran rupiah oknum itu dapat masuk ke kantong pribadi masing-masing oknum organda dan dishub yang bermain nakal tersebut," katanya.
Harga murah taksi online rusak pasar
Direktur PT Blue Bird Tbk yang juga Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Organisasi Angkutan Darat (Organda), Andrianto Djokosoetono, menilai taksi berbasis online ini merusak tatanan harga pada transportasi sejenis. Akibat terburuknya pengusaha kecil semakin merana.
"Yang justru terpukul paling parah pengusaha kecil dengan armada kecil. Keluhannya dumping (keuntungan di negara lain dijadikan modal subsidi di Indonesia). Predatory pricing," ujarnya saat ditemui di Menara Kamar Dagang dan Industri Nasional (Kadin), Jakarta.
Pihaknya menampik jika penolakan terjadi karena kecemburuan teknologi. Sebab, anggota Organda sudah sejak lima tahun lalu mempunyai teknologi yang sama dengan taksi online sekarang ini.