Sembrono tarik utang valas, korporasi bakal kena sanksi
Korporasi juga diminta memerhatikan risiko likuiditas.
Bank Indonesia (BI) bakal mengeluarkan regulasi terkait pengaturan utang luar negeri swasta. Beleid itu akan memuat sanksi kepada korporasi swasta yang tak hati-hati berutang valuta asing.
"Kalau yang dikeluarkan satu setengah lalu sifatnya imbauan, motivasi, reminder. Nanti ada sanksi dari sifatnya administratif hingga secara operasional finansial diberlakukan," kata Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo seusai membuka program pendidikan pengawasan makroprudensial, Jakarta, Senin (27/10).
Agus menjelaskan, saat ini utang luar negeri Indonesia terus meningkat. Di mana, utang luar negeri korporasi lebih tinggi dari pemerintah. Dengan regulasi dikeluarkan nanti, korporasi bisa tetap melakukan pinjaman luar negeri. Asal mengikuti rambu-rambu ditetapkan pemerintah.
"Contohnya, pengelolaan risiko nilai tukar. Mereka harus mengatur dan mengelola agar risiko nilai tukar tidak seperti 1997-1998, dimana posisinya terbuka tidak ada kebijakan manajemen risiko baik dan lindung nilai, dan akibatnya berisiko terhadap utang."
Selain itu, korporasi juga diminta memerhatikan risiko likuiditas. Dikhawatirkan, korporasi tak memiliki kecukupan valas untuk membayar utang luar negeri jatuh tempo. "Akhirnya nabrak-nabrak pasar dan jadi terguncang," katanya.
Kemudian, korporasi juga diminta untuk memerhatikan kesehatan finansialnya. Korporasi dengan modal kecil atau bahkan tidak sehat dilarang berutang valas dalam jumlah besar.
"Persoalan lain, risiko mismatch. Misal, meminjam dengan jangka waktu 1 tahun, padahal investasi project 15 tahun. Kalau utangnya nggak diperpanjang, itu jadi risiko. Itu musti ditata ulang dengan baik."