Serap 16 Juta Pekerja, Industri Sawit Disebut Berperan Besar Entaskan Kemiskinan RI
Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, industri kelapa sawit mempunyai kontribusi besar untuk mengentaskan kemiskinan di Tanah Air. Sebab, industri mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar hingga mencapai lebih dari 16 juta pekerja.
Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, industri kelapa sawit mempunyai kontribusi besar untuk mengentaskan kemiskinan di Tanah Air. Sebab, industri mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar hingga mencapai lebih dari 16 juta pekerja.
"Industri kelapa sawit nasional telah berkontribusi untuk mengentaskan kemiskinan, dengan penciptaan lapangan kerja lebih dari 16 juta pekerja," terangnya dalam webinar bertajuk Peran Kelapa Sawit Terhadap Pembangunan Ekonomi Nasional, Sabtu (6/2).
-
Bagaimana kelapa sawit berkembang setelah ditanam di Kebun Raya Bogor? Setelah lima tahun ditanam di Kebun Raya Bogor, pohon ini akhirnya menghasilkan buah. Kemudian biji-bijinya disebar secara gratis hingga ke Pulau Sumatra pada tahun 1875 untuk menjadi tanaman di pinggir jalan.
-
Apa yang mendorong munculnya perkebunan rakyat di sekitar perkebunan kelapa sawit besar di Sumatra? Sehingga kehadiran perkebunan besar ini mendorong munculnya perkebunan rakyat di sekitarnya.
-
Mengapa Kebun Raya Liwa dianggap penting? Tujuan utamanya adalah untuk pusat konservasi flora, objek wisata, edukasi, dan jasa lingkungan.
-
Kenapa hutan awan begitu penting? Dari perspektif keanekaragaman hayati, hutan air memiliki peran penting karena menjadi habitat bagi berbagai tumbuhan dan hewan yang tidak dapat ditemukan di tempat lain di dunia, fenomena yang dikenal sebagai endemisme.
-
Kapan Hutan Pinus Pengger buka? Hutan Pinus Pengger buka setiap hari mulai pukul 07.00 pagi hingga 17.00 sore.
-
Kapan Kebun Bibit Wonorejo buka? Kebun Bibit Wonorejo buka setiap hari dari pukul 08.00 WIB hingga 18.00 WIB.
Menurut Menko Airlangga, kepiawaian industri kelapa sawit dalam menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar ini tak lepas dari upaya penerapan protokol kesehatan secara ketat dalam segala aktivitas. Walhasil kegiatan operasional bisnis industri sawit tetap bisa menggeliat kendati pandemi Covid-19 di Indonesia masih belum berakhir.
"Bahkan, di saat banyak sektor-sektor ekonomi terdampak akibat Covid-19, industri sawit menjadi salah satu dari sedikit industri nasional yang tidak terkena dari dampak pandemi Covid-19. Sehingga 16 juta tenaga kerja di sawit tetap terjamin kesejahteraannya," imbuh dia.
Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk melindungi kelangsungan industri sawit Indonesia. Salah satunya dengan dengan aktif memerangi kampanye hitam atau black campaign.
"Karena industri kelapa sawit merupakan sektor strategis bagi perekonomian masyarakat yang perlu dikawal, tidak hanya oleh pemerintah namun oleh seluruh komponen masyarakat," tandasnya.
Kemenko Perekonomian: 64 Persen Petani Kelapa Sawit Indonesia Lulusan SD
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian RI, Musdhalifah Machmud membeberkan sejumlah kendala dalam pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia. Salah satunya yaitu rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia.
"Pendidikan di kalangan petani sawit 64 persen itu masih SD (Sekolah Dasar) ke bawah. Sehingga untuk melakukan komunikasi yang baik, tata kelola regulasi yang baik perlu effort lebih besar lagi," ujar dia dalam webinar Masa Depan Sawit Indonesia di Pasar Uni Eropa Pasca Covid-19, Kamis (17/12).
Selain itu, produktivitas komoditi kelapa sawit di Indonesia juga dianggap masih rendah. Dia mencatat, tingkat produktivitas saat ini hanya mencapai rata-rata 3,6 ton per hektare dalam satu tahun. "Padahal, potensi yang ada mencapai 6 sampai 8 ton dalam satu hektare per tahun," terangnya.
Tantangan lainnya ialah black campaign atau kampanye hitam terhadap CPO dan turunannya asal Indonesia. "Khususnya terkait deforestasi, kerusakan lingkungan, biodiversity lost atau rusaknya keanekaragaman hayati akibat pengembangan lahan kelapa sawit," paparnya.
Juga adanya hambatan akses pasar di beberapa negara tujuan ekspor. Hal ini tak lepas dari kian meningkatnya permintaan akan produk CPO dan turunannya dari kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
"Seperti tarif bea masuk yang dikenakan terlampau tinggi, kebijakan anti dumping, dan food safety. Sehingga menjadi tantangan tersendiri," ucap Musdhalifah mengakhiri.
(mdk/bim)