Profil
Arifin M. Siregar
Dikenal sebagai pakar ekonomi yang menyelamatkan perekonomian Indonesia di kala sulit, tepatnya tahun 1971, putra Batak, Arifin M. Siregar, terpilih menjadi direktur Bank Indonesia. Saat itu, namanya banyak dijagokan oleh banyak kalangan lantaran kiprahnya di bidang ekonomi sudah tidak diragukan lagi. Riwayatnya menjabat sebagai petinggi organisasi dan perusahaan dunia membuat namanya semakin melambung ketika ia masuk dalam jajaran petinggi BI.
Lahir di Medan, 11 Februari 1934, Arifin memulai karirnya sebagai peneliti pada almamaternya, Institut fur Industriewirtschaftliche Forschung, Universitas Munster, Jerman Barat, selepas meraih gelar doktornya tahun 1960-1961. Perlahan karirnya mulai menanjak, namanya bahkan mulai mendunia sejak ia bergabung dengan organisasi keuangan dunia, IMF, pada 1965.
Dikenal sebagai ekonom yang berdarah dingin namun berhati-hati, ayah dari tiga anak ini dipercaya untuk menjabat sebagai Menteri Perdagangan Kabinet Pembangunan V di era Soeharto pada tahun 1988-1993 setelah sebelumnya menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia dan Gubernur IDB untuk Indonesia. Namun, menjabat sebagai Menteri Perdagangan Kabinet Pembangunan V hanya sebentar karena Arifin kemudian didaulat menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Amerika Serikat dan Grenada pada tahun 1993.
Sukses menjadi seorang ekonom yang dikenal dunia, Arifin akhirnya meninggalkan jejaknya di kantor pemerintahan dan beralih pada kantor swasta yang mengajarinya menilik sistem perekonomian mikro secara kompleks. Sampai saat ini, selain bekerja, pria yang mengaku sangat hobi bekerja ini juga menyempatkan diri untuk memberi kuliah umum untuk mahasiswa dan masyarakat umum guna transfer ilmu yang didapat di sisi menjadi seorang enterpreneur.
Selama berceramah, ia banyak memaparkan pentingnya wirausaha yang nantinya akan banyak membantu masyarakat tuna karya. Tak hanya berceramah pada ratusan bahkan ribuan orang, penggemar buku karangan William Shakespeare ini juga kerap menceritakan pengalamannya pada anak-anaknya. Ia selalu mengingatkan bahwa menjadi pekerja untuk mencari pengalaman, tapi menjadi seorang wirausahawan untuk membantu para tuna karya mendapatkan pekerjaan.
Riset dan Analisa: Atiqoh Hasan