Hanya 7 Negara yang Kualitas Udaranya Sesuai Standar WHO, Ini Daftarnya
Hanya 7 Negara yang Kualitas Udaranya Sesuai Standar WHO, Ini Daftarnya

Hanya tujuh negara yang berhasil memenuhi standar kualitas udara internasional yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia berdasarkan survei tahunan ke-6 IQAir.

Hanya 7 Negara yang Kualitas Udaranya Sesuai Standar WHO, Ini Daftarnya
Hanya tujuh negara yang berhasil memenuhi standar kualitas udara internasional yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia berdasarkan survei tahunan ke-6 IQAir.
Dari 134 negara dan wilayah yang disurvei dalam Laporan Kualitas Udara Dunia Tahunan ke-6 oleh IQAir, hanya tujuh negara yang berhasil lolos uji kualitas udara internasional.
Negara-negara tersebut adalah Estonia, Finlandia, Grenada, Australia, Islandia, Mauritius, dan Selandia Baru

Syarat sebuah negara agar bisa lulus standar tersebut, yaitu dengan memenuhi batas pedoman Badan Kesehatan Dunia (WHO), negara tersebut harus memiliki partikel udara sangat kecil yang disebut PM2.5 yang dikeluarkan oleh mobil, truk, dan proses industri.

Menurut sebuah laporan baru, tingkat polusi udara yang berbahaya terus meningkat di beberapa wilayah tertentu akibat peningkatan aktivitas ekonomi dan dampak racun dari asap kebakaran hutan.

Kondisi ini dipengaruhi meningkatnya suhu yang mencapai rekor.
Tingginya suhu terjadi akibat gelombang panas oleh fenomena El Nino yang terus melanda wilayah Bogota dan sekitarnya kata pihak berwenang pada Rabu (24/1/2024) waktu setempat.
Namun saat ini pertugas sedang melakukan penyelidikian lebih lanjut guna mengetahui secara meluas apakah musibah kebakaran ini disebabkan secara tidak sengaja atau disengaja. © 2024 maverick
Di samping itu, survei juga mengumumkan negara-negara terburuk dalam hal kualitas udara. Di peringkat pertama adalah Bangladesh, dengan penghasil emisi tertinggi. Negara ini bertanggung jawab atas 79,9 mikrogram per meter kubik, lebih dari 15 kali lebih tinggi dari standar kualitas udara PM2.5 WHO.
Diikuti oleh Pakistan (73,7 mikrogram), India (54,4 mikrogram), Tajikistan (49,0 mikrogram), dan Burkina Faso, dengan 46,6 mikrogram.
Laporan tersebut menyatakan Afrika masih menjadi benua yang paling kurang terwakili, dengan sepertiga dari populasi masih kekurangan akses ke data kualitas udara, serta kondisi iklim dan kabut asap lintas batas menjadi faktor utama di Asia Tenggara, di mana konsentrasi PM2.5 meningkat di hampir semua negara.
Lebih lanjut, temuan tersebut menunjukkan bahwa wilayah Asia Tengah dan Selatan merupakan rumah bagi sepuluh kota paling tercemar di dunia, dengan Begusarai, India, sebagai wilayah metropolitan paling tercemar pada tahun 2023.
Kota besar di AS yang paling tercemar, menurut laporan tersebut, adalah Columbus, Ohio, dan Beloit, Wisconsin. Las Vegas, Nevada adalah kota besar terbersih di Negeri Paman Sam.
Meskipun jumlah negara dan wilayah dengan pemantauan kualitas udara terus meningkat selama enam tahun terakhir, masih ada kesenjangan yang signifikan dalam instrumentasi peraturan yang dioperasikan pemerintah di banyak wilayah dunia.
Pemantau kualitas udara berbiaya rendah, yang disponsori dan diselenggarakan oleh ilmuwan warga, peneliti, advokat komunitas, dan organisasi lokal, telah terbukti menjadi alat yang berharga untuk mengurangi kesenjangan dalam jaringan pemantauan udara di seluruh dunia.
"Lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan adalah hak asasi manusia yang universal. Di banyak bagian dunia, kurangnya data kualitas udara menunda tindakan tegas dan melanggengkan penderitaan manusia yang tidak perlu.

Data kualitas udara menyelamatkan nyawa. Ketika kualitas udara dilaporkan, tindakan akan diambil, dan kualitas udara akan membaik," kata Frank Hammes, Global CEO, IQAir.
Hingga saat ini, polusi udara membunuh sekitar 7 juta orang per tahun di seluruh dunia, angka ini lebih banyak daripada gabungan penyakit AIDS dan malaria.
Beban ini sangat terasa di negara-negara berkembang yang mengandalkan bahan bakar yang sangat kotor untuk pemanas, penerangan, dan memasak di dalam ruangan.