Ilmuwan Temukan Hutan Amazon di Bawah Laut Indonesia, Membentang Sampai 6 Negara
Keajaiban bawah laut ini merupakan surga bagi beragam spesies laut,

Ilmuwan mengonfirmasi penemuan hutan Amazon kedua di Bumi yang berada di bawah laut. Amazon kedua ini disebut Segitiga Terumbu Karang.
Segitiga Terumbu Karang atau disebut Amazon Lautan ini tersebar di enam negara di kawasan Pasifik yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Timur Leste.
Keajaiban bawah laut ini merupakan surga bagi beragam spesies laut, sehingga mendukung kehidupan jutaan masyarakat dan dunia usaha. Tempat ini menginspirasi para ilmuwan, penyelam, dan pegiat konservasi serta menghadapkan dunia pada isu-isu yang memerlukan perhatian, seperti dikutip dari laman Riazor, Senin (6/1).
Segitiga Terumbu Karang membentang sepanjang 5,7 juta kilometer persegi atau setengah luas Amerika Serikat, dan menjadi rumah bagi 75 jenis terumbu karang di dunia. Kawasan ini juga menjadi habitat bagi lebih dari 3.000 spesies ikan.
Lebih dari 120 juta orang memperoleh manfaat dari Segitiga Terumbu Karang melalui penangkapan ikan, pariwisata, atau ketahanan pangan. Selain kepentingan ekonominya, kawasan ini juga menyediakan jasa ekologis, seperti pertahanan terhadap gelombang badai, sehingga penting bagi masyarakat pesisir. Namun, lokasinya yang terpencil juga merupakan sebuah kelemahan, karena sebagian besar pemandangan lautnya yang indah masih belum terpetakan.
Kelestarian Terancam
Segitiga Terumbu Karang ini bisa menjadi destinasi para pecinta alam untuk menyelam, snorkeling, dan aktivitas lain seperti konservasi. Kawasan ini tempat ini ideal bagi mereka yang ingin mengenal kehidupan laut, termasuk pari manta dan penyu.
Namun demikian, kelestarian kawasan ini terancam oleh tingginya konsumsi makanan laut di tingkat internasional, yang merusak keseimbangan akibat penangkapan ikan yang berlebihan. Penangkapan ikan dengan menggunakan sianida dan dinamit, misalnya, merusak terumbu karang, yang merupakan struktur yang pertumbuhannya lambat dan membutuhkan waktu lama untuk tumbuh kembali. Metode ini juga berdampak negatif terhadap lingkungan dan merusak standar hidup yang terkait dengan praktik penangkapan ikan berkelanjutan.
Penambangan dan eksplorasi minyak yang tidak terkendali memperburuk masalah di wilayah tersebut. Proses industri berdampak pada ekosistem; air terkontaminasi, dan kehidupan laut terancam. Selain itu, pembangunan pesisir tidak mempertimbangkan kepekaan kawasan dan satwa liar, sehingga mengubah lingkungan.