Kota di Jerman Ini Punya Patung Karl Marx Terbesar di Dunia, Sejarahnya Unik
Chemnitz, kota dengan patung Karl Marx terbesar di dunia, siap jadi Ibu Kota Budaya Eropa 2025.
Sejak tahun 1971, pusat kota Chemnitz menjadi rumah bagi salah satu patung kepala Karl Marx terbesar di dunia. Patung ini menjadi simbol ikonik kota Chemnitz, yang bahkan memberikan julukan 'Schädelstätte' atau 'kota tengkorak'. Menurut Lev Kerbel, seniman Soviet yang menciptakan patung tersebut, "Karl Marx tidak perlu kaki atau tangan, kepalanya sudah cukup untuk berbicara." Meskipun Marx lahir di Trier dan meninggal di London, serta tidak pernah menginjakkan kaki di Chemnitz, patung ini tetap memiliki makna mendalam bagi masyarakat setempat.
Setelah Perang Dunia II, Chemnitz menjadi bagian dari Jerman Timur (GDR) dan diubah namanya menjadi Karl-Marx-Stadt. Pemerintah komunis saat itu tidak merasa perlu mengaitkan nama baru dengan biografi Marx, melainkan menekankan akar gerakan buruh kota tersebut. Otto Grotewohl, perdana menteri GDR, mengklaim bahwa Chemnitz adalah model ideal sosialisme. Kota ini memiliki sejarah panjang sebagai pusat industri, dengan sektor tekstil, mesin, dan kereta api yang berkembang pesat sejak abad ke-18 dan ke-19.
Kota dengan Sejarah Industri yang Kuat
Kemajuan industri Chemnitz telah menjadikannya sebagai salah satu kota terkemuka di Jerman, bahkan dijuluki 'Manchester Saxon'. Pertumbuhan pesat industri di kota ini didukung oleh kegiatan pertambangan di Pegunungan Ore yang berdekatan. Namun, setelah runtuhnya komunisme, kota ini mengalami perubahan struktural yang signifikan. Sebanyak 76% penduduk memilih untuk mengembalikan nama Chemnitz, menandai kembalinya identitas kota yang lebih tradisional.
Sejak reunifikasi Jerman, Chemnitz tidak sepopuler kota-kota bekas komunis lainnya seperti Leipzig dan Dresden. Namun, pada tahun 2018, kota ini menarik perhatian nasional dan internasional setelah demonstrasi anti-rasisme yang berujung pada bentrokan dengan kelompok ekstrem kanan. Peristiwa ini mencerminkan dinamika sosial yang kompleks di kota ini, yang kini bersiap untuk menyambut gelar Ibu Kota Budaya Eropa pada tahun 2025.
Pada tahun 2025, Chemnitz akan berbagi gelar Ibu Kota Budaya Eropa dengan komunitas sekitarnya. Motto untuk tahun tersebut adalah 'C the Unseen', dengan berbagai proyek yang berfokus pada tema seperti 'Pikiran Negara Timur', 'Tetangga Dermawan', dan 'Pembuat Demokrasi Eropa'. Salah satu proyek unggulan adalah #3000Garagen, yang menggambarkan kehidupan pemilik garasi di Karl Marx Stadt selama tahun-tahun reunifikasi.
Tahun ini, untuk pertama kalinya, dua kota berbeda, Nova Gorica di Slovenia dan Gorizia di Italia, akan dipresentasikan bersama sebagai satu Ibu Kota Budaya. Kota ini memiliki sejarah panjang yang berakar pada kekuasaan Count of Görz, sebuah dinasti penting di Pegunungan Alpen selatan. Setelah Perang Dunia I, Gorizia menjadi bagian dari Italia, yang mengakhiri keragaman budaya di kota tersebut.
Setelah Perang Dunia II, Josip Broz Tito mendirikan Nova Gorica, kota baru yang direncanakan dan modern, untuk mengklaim lokasi bersejarah tersebut. Perbatasan antara Nova Gorica dan Gorizia mengakibatkan pemisahan keluarga dan redistribusi tanah. Ketegangan antara kedua sisi semakin meningkat, menciptakan suasana ketidakpercayaan yang mendalam.
Menuju Kesatuan Eropa
Dengan bergabungnya Slovenia ke Uni Eropa pada tahun 2004, kesempatan untuk membangun sejarah bersama semakin terbuka. Motto program Nova Gorica/Gorizia, 'Tanpa Batas', mencerminkan transisi dari perpecahan menuju kesatuan. Meskipun perbedaan arsitektur tetap ada, keindahan alam seperti Sungai Soca dan Lembah Vipava menjadi daya tarik bersama bagi kedua kota.
Pembukaan acara Ibu Kota Budaya di Chemnitz dijadwalkan pada 18 Januari, diikuti dengan peluncuran program yang lebih dari 400 halaman dan mencakup sekitar 150 proyek serta 1.000 acara. Sementara itu, Nova Gorica/Gorizia akan menggelar acara pembukaan pada 8 Februari, dimulai dengan parade dari stasiun kereta di Gorizia menuju Nova Gorica. Tahun 2025 diharapkan menjadi momen penting bagi kedua kota dalam merayakan keragaman dan kesatuan budaya Eropa.
Sumber: Deutsche Welle