Profil
Dwi Tristi Hartini
Dwi Tristi Hartini memang seorang dalang. Ia lebih kondang dengan sebutan Nyi Wiwik Sabdo Laras, nama panggungnya. Ia sudah aktif mendalang sejak masih duduk di bangku SMK sekitar tahun 1995.
Wiwik nekat hijrah ke Solo selepas dari bangku SMP untuk menuntut ilmu pedalangan di SMKI Pedalangan Solo. Menurutnya, kota Solo yang sudah dikenal sebagai kota budaya Jawa adalah tempat yang tepat untuk memperdalam ilmu pedalangan. Sejak awal menuntut ilmu di sana, Wiwik mulai mengembangkan sayap sebagai dalang profesional. Ini karena sekolah sangat memfasilitasi siswanya untuk berkarya sejak dini.
Nyi Wiwik bercerita, saat belajar di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) Solo, ia sebetulnya ingin mengambil jurusan tari. Namun, ia dilarang ayahnya. ”Saya diminta mengambil jurusan pedalangan,” ujar Nyi Wiwik yang lulus SMKI Solo tahun 1997.
Wiwik memang terlahir dari keturunan para dalang. Selain ayahnya, sang kakek juga dalang. Sejak sekolah dasar, ia kerap diajak ayahnya mendalang. Setamat SMP pun, Wiwik belum berkeinginan meneruskan profesi turunan itu. Ia justru ingin mendalami tari. Jurusan tari di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI --sekarang SMK 8) Solo menjadi incarannnya. Namun, sayang, ia tak mendapat jatah kursi. ''Rupanya jurusan tari banyak peminatnya,'' ucapnya. Akhirnya sang ayah menyarankan dia masuk jurusan pedalangan. ''Jadi, saat itu, ya, ada unsur kepeksa, terpaksa,'' kata Wiwik.
Sejak di SMKI itulah, Wiwik mulai mendalang. Kalau ayahnya pentas malam, pada siang sebelumnya ia didaulat untuk mewakilinya.
Sebagai perempuan dalang, Nyi Wiwik telah memiliki kelompok pendukung yang jumlahnya sekitar 50 orang. Mereka terdiri dari pesinden, penyanyi, dan pemain organ campursari, pelawak, pengrawit, dan peniti sebanyak 6-8 orang.
Nyi Wiwik berhasil meraih gelar dalang favorit pada Festival Dalang Wanita yang diselenggarakan Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Komisariat Daerah (Komda) Jateng dan Dinas Pendidikan Provinsi Jateng tahun 2008.
Di kalangan pedalangan di Ungaran, Salatiga, Boyolali, Kendal, Kota Semarang, dan sekitarnya, Nyi Wiwik tak hanya dianggap sebagai dalang ”pupuk bawang”. Kemenangannya pada festival dalang membuat namanya naik daun. Setelah itu, ia kerap diundang sebagai dalang utama, memainkan wayang kulit semalam suntuk.
Kendati namanya relatif dikenal, Nyi Wiwik mengaku tak mematok harga pentas setinggi lelaki dalang. ”Lelaki dalang mematok ongkos pertunjukan sampai Rp 50 juta lebih semalam. Saya belum sebesar itu. Honor mendalang saya kelas medium, terjangkaulah. Bahkan, kalau ada yang mau nanggap dengan bayaran Rp 10 juta komplet, kelompok saya siap,” katanya.
Kini, dalam sebulan Wiwik bisa lebih dari 10 kali pentas. Dalam sekali pentas Wiwik memasang tarif mulai Rp 15 juta sampai 40 juta.
“Ketentuan tarif ini tergantung dari jauh atau dekat lokasi si pemesan dan siapa yang memesan,” tutur Wiwik yang juga menetapkan pemesanan sebaiknya sebulan sebelum hari H berlangsung.
Walaupun kini ia telah terkenal sebagai dalang perempuan, ia tak pernah berhenti belajar, meningkatkan kemampuan teknis maupun informasi. Bagi Wiwik, dalang itu panggilan jiwa dan upaya pelestarian budaya.
Riset dan Analisa oleh Ratri Adityarani