Profil
Francis Bacon
Francis Bacon, filsuf, penemu, ilmuwan, sastrawan, penulis dan juga anggota dewan juri. Lahir pada tahun 1561 di York House, Bacon lahir dari pasangan Sir Nicholas Bacon dan Anne Cooke Bacon. Tidak banyak yang tahu bahwa Bacon kecil adalah cucu dari humanis terkenal asal Inggris, Anthony Cooke. Sejak kecil, Bacon mendapat pendidikan dari home-schooling dan didikan dari orang tuanya, dikarenakan keadaan kesehatannya yang tidak memungkinkan. Pada usianya yang baru 12 tahun, Bacon masuk ke Trinity College, dan tinggal Cambridge selama 3 tahun bersama kakak laki-lakinya, Anthony Bacon.
Setelah itu Bacon masuk ke University of Poitiers dan bertemu dengan Queen Elizabeth yang terkesan dengan kecerdasan intelektual pria yang dijuluki sebaga “pencipta aliran Empiricism” ini. Pria yang dikenal memiliki pemikiran terbuka sejak kecil muda ini kemudian masuk ke komunitas pelajar di Gray’s Inn yang bernama de societa magistrotum. Bersama Sir Amias Paulet, Bacon melakukan perjalanan ke Perancis. Semasa menjadi staff politik untuk Henry III, Francis berkesempatan untuk melakukan perjalanan ke sejumlah tempat seperti Blois, Poitiers, Tours, Italia, dan Spanyol. Dalam sejumlah perjalanannya inilah Bacon belajar mengenai bahasa, sastra, tata negara, dan hukum.
Kematian ayahnya pada tahun 1579 membuat Bacon memutuskan untuk pulang ke Inggris. Setelah itu, Bacon kembali ke dunia politik dengan mencoba masuk ke Parlemen pada tahun 1580, namun gagal. 2 tahun kemudian setelah bekerja di Gray’s Inn, akhirnya Bacon masuk ke dalam parlemen. Bacon memiliki 3 landasan hidup, kebenaran (truth), negara (country), dan agama (gereja). Pada tahun 1584, Bacon memperoleh kursi parlemen di Dorset. Sepanjang periode 1586-1590, dengan dukungan pamannya, Lord Burghley, Bacon memperoleh perkembangan posisi politik yang cepat. Dikenal sebagai reformis dengan pemikiran yang liberal namun sederhana, Bacon banyak berjasa membawa perubahan di Inggris. Mulai dari melawan menentang hak khusus pemerintah daerah dan diktatorisme, menentang hukuman religius, hingga penggabungan Inggris dan Skotlandia dan, beberapa tahun kemudian, penyatuan Irlandia dan Inggris Raya, Bacon menganggap penggabungan Inggris Raya akan membawa kesatuan terhadap negara tersebut.
Pada tahun 1593, penentangannya terhadap keputusan Ratu Elizabeth untuk menyelidiki Gereja Roman Katolik membawa efek buruk terhadap posisi politiknya. Dianggap sebagai pencari sensasi dan pembelot, Bacon kehilangan posisinya di parlemen dan kesulitan memperoleh jabatan di dunia politik maupun ekonomi. Keadaan ekonomi Bacon memburuk dan pada tahun 1598, Bacon ditangkap karena tidak mampu membayar hutang. Pengkhianatan Robert Devereux, 2nd Earl of Essex membawa berkah tersendiri bagi Bacon karena beberapa saat sebelumnya dia memutuskan hubungan dengan Devereux, membuatnya memperoleh animo positif dari Sang Ratu Inggris.
Pada saat James I diangkat menjadi Raja, pada tahun 1603, Bacon memperoleh kehormatan dengan mendapat gelar ksatria. Tahun berikutnya, Bacon menikah dengan Alice Barnham dan memperoleh posisi di Kantor Solicitor-General dan memperoleh kenaikan jabatan pada tahun berikutnya. Sayangnya dengan gaji dan masukan yang berlimpah, hutang-hutang lamanya tetap tak terbayar. Pada tahun 1613, berkat kesetiaannya pada King James I dan kepercayaan King James I padanya, Bacon diangkat menjadi Jaksa Agung. Kedekatan Bacon dengan King James I membuat banyak rekannya iri, namun tidak menghentikan langkah Bacon yang pada tahun 1618, memperoleh gelar Lord Chancellor dan dianugerahi nama Bacon Verulam of Verulam oleh Sang Raja.
Hutang dan keadaan ekonomi yang tidak pernah terselesaikan membuat Bacon akhirnya harus kehilangan jabatan karena tuduhan korupsi yang ditujukan padanya pada tahun 1621. Tuduhan ini membuatnya harus turun dan kehilangan dukungan sang Raja. Setelah itu, Bacon memfokuskan dirinya untuk mempelajari ilmu pengetahuan, filosofi, dan menjadi seorang penulis.
Pada 1626, pneumonia yang menyerang Bacon (saat meneliti pengaruh pengawetan daging dengan es) membuatnya harus menghembuskan nafas terakhirnya di Arundel Mansion, pinggiran Inggris. Namun, ajal tidak serta merta membuat nama Bacon tenggelam. Pasca kematiannya, dunia justru diributkan dengan berbagai isu, bahkan berbau konspirasi, yang semuanya bersumber dari satu nama ini, Francis Bacon.
Dalam dunia ilmu pengetahuan, Bacon mewariskan satu metode yang hingga hingga kini masih digunakan, bahkan dianggap sebagai metode paling layak, dalam dunia sains, induktif atau juga metode Baconian, atau tidak lain dan tidak bukan adalah metode ilmiah itu sendiri.
Lain lagi cerita dalam dunia sastra. Kontroversi sosok Bacon dan Shakespeare seolah tidak berhenti. Beberapa pakar beranggapan bahwa Bacon adalah Shakespeare itu sendiri. Beberapa yang lain percaya Bacon menulis sebagian, atau bahkan semua karya Shakespeare, dan tentu saja, sebagian besar beranggapan Bacon bukan Shakespeare dan yang terakhir disebut adalah figur sejarah dengan nama Shakespeare of Stratford.
Riset dan Analisis: Mochamad Nasrul Chotib - Mamor Adi Pradhana