Jenderal Kopassus Ungkap Bagi Pasukan Elite Satu Peluru Harus Satu Nyawa
Pasukan Elite harus jago menembak. Tapi dalam pertempuran, ada hal yang lebih penting. Apa itu?
Dalam setiap operasi, dia mengungkap prajurit Kopassus tak perlu membawa peluru banyak-banyak.
Jenderal Kopassus Ungkap Bagi Pasukan Elite Satu Peluru Harus Satu Nyawa
Kisah ini Disampaikan Jenderal (Purn) Agum Gumelar
Saat itu Agum masih berpangkat perwira menengah dan bertugas di Timor Timur tahun 1982. Dia memimpin Komando Pasukan Sandi Yudha (kini Kopassus).
-
Siapa yang memimpin Kopassus? Saksikan Video ini: Komandan Jenderal Baru Korps baret Merah
-
Kenapa Kopral Kepala membawa tongkat komando? Aksi tersebut merupakan parodi dari sang Kopral yang meniru seorang Perwira.
-
Kenapa Pangkoopsudnas ingatkan netralitas TNI? Hal yang harus menjadi perhatian meliputi keimanan dan ketakwaan, peningkatan kualitas SDM, kepedulian lingkungan dan alutsista, ketahanan keluarga, lambangja, dan netralitas prajurit dalam Pemilu.
-
Siapa prajurit Kopassus yang gugur di Timor Timur? Masjid ini dinamai Suparlan, salah satu prajurit legendaris korps baret merah. Suparlan gugur saat bertempur di Timor Timur tahun 1983.
-
Siapa pemimpin pasukan Jepang di Indonesia? Pasukan Jepang yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Hitoshi Imamura berhasil menggantikan kekuasaan Belanda setelah melakukan invasi yang cepat dan efektif.
-
Apa yang selalu ditekankan Jenderal Bambang Utoyo? Meski demikian, selama menjadi pimpinan tertinggi TNI AD, Jenderal Bambang telah berbuat banyak dengan menyumbangkan pikiran demi kemajuan bangsa khususnya Angkatan Darat. Ia selalu menekankan pentingnya 'Menjaga Keutuhan Angkatan Darat'.
Menurut Agum, pasukan khusus tidak harus selalu mengalahkan musuh dengan bertempur. Pendekatan persuasif dengan mendekati lawan agar meletakkan senjata jauh lebih penting.
Agum Pernah Membujuk Pemimpin Fretilin Vincencio Vieras Agar Menyerah
Pertemuan ini cukup menegangkan. Vincencio mau ditemui dengan syarat Agum tak membawa pasukan lengkap. Agum setuju, dia hanya membawa 10 prajurit baret merah. Sepanjang perjalanan, mata Agum dan anak buahnya harus ditutup.
"Saya sudah bersiap untuk kemungkinan terburuk yaitu mati.
Tapi saya bilang ke anak buah saya, kalaupun kita harus mati, sebelum itu harus lebih banyak fretilin yang mati," kata Agum.
Upaya itu Tidak Sia-Sia
Agum bisa bertemu Vincencio dengan lancar. Dia meminta Fretilin berhenti berperang karena saat itu rakyat sudah mulai membangun. Fretilin pun tak lagi dapat dukungan internasional. Upaya persuasif itu tak sia-sia. Banyak anggota gerombolan Fretilin yang kemudian turun gunung dan tak lagi mengangkat senjata.
Menurut Agum dia diberi tugas mengurangi kekuatan Fretilin di Timor Timur. Ada dua cara yang bisa dilakukan, cari dan bunuh mereka. Atau sadarkan mereka untuk sama-sama membangun.
"Saya pilih cara yang kedua," kata Perwira Baret Merah ini.
Agum pun memerintahkan anak buahnya tidak membawa banyak peluru dan granat.
Menurutnya hal itu tak berguna dan malah menciptakan kesan menakutkan bagi warga desa. Setiap prajurit hanya dibekali 10 butir peluru. Selesai patroli dicek lagi berapa jumlah peluru yang terpakai.
"Karena sebagai pasukan khusus, satu peluru itu ya satu nyawa," tegas Agum.
Prinsip itu harus dilakukan setiap prajurit dalam pertempuran. Demikian dikisahkan Agum dalam Biografinya: Jenderal Bersenjata Nurani.