Kisah Mahasiswa UGM Jalani Program "Fast Track" Kuliah S1 dan S2 Berbarengan, Penuh Tantangan
Mahasiswa yang menjalani program ini memiliki tantangan tersendiri, terutama bagaimana mereka harus mengatur waktu menghadapi jadwal kuliah yang padat.
Di Universitas Gadjah Mada (UGM), ada program percepatan di mana seorang mahasiswa bisa mengikuti studi S1 dan S2 secara bersamaan. Program itu bernama “fast track”.
Program ini dibuka untuk program studi magister atau magister terapan, dan doktor atau doktor terapan. Untuk program magister, mahasiswa yang ingin mengikuti program fast track harus sudah menempuh 6 semester atau belum yudisium pada jenjang sarjana. Sedangkan untuk program doktor atau doktor terapan, syaratnya minimal telah menempuh 2 semester dan belum yudisium pada saat di jenjang magister.
-
Bagaimana UGM memfasilitasi mahasiswa untuk belajar di dalam dan luar kampus? 'Kami berupaya memfasilitasi mahasiswa untuk bisa belajar di dalam maupun luar kampus. Belajar dari para dosen maupun praktisi serta teman-teman sebaya mereka melalui kegiatan yang positif,' kata Ova.
-
Kenapa program kreativitas mahasiswa UGM ini dilakukan? Program ini sangat memberikan dampak positif bagi kami. Sebelumnya kami hanya membakar sampah plastik agar tidak terjadi penimbunan. Tapi cara ini juga menyebabkan polusi udara dan gangguan pernapasan. Kami berharap program ini dapat terus berkembang. Tak hanya di desa kami, tetapi juga di desa-desa lainnya,'
-
Siapa yang mendapatkan beasiswa UGM? Muhammad Arifin Ilham (18), punya tekad besar untuk melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi. Butuh biaya besar untuk mewujudkan tekad Ilham. Padahal ia berasal dari keluarga yang kurang mampu.
-
Siapa yang terlibat dalam program kreativitas mahasiswa UGM ini? Mereka adalah Nadira Titania Efemy (Fisika), Hanif Kudusuhada (Fisika), Evandra Afif Naufal (Fisika), Muhammad Isma Maqoli Ula (Teknik Industri), dan Calviendra Reiky Laksana (Teknik Sipil).
-
Bagaimana anak kurang mampu bisa kuliah di UGM? Ada banyak cara agar mereka bisa berkuliah di perguruan tinggi favorit. Salah satunya dengan menjadi siswa berprestasi dan masuk ke universitas favorit dengan jalur prestasi.
-
Apa yang di inovasikan mahasiswa UGM di KKN Sulawesi Barat? Mahasiswa adalah agen perubahan. Tak sedikit mahasiswa yang melakukan inovasi untuk memberikan perubahan di tengah masyarakat. Bentuk inovasi itu bisa dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya saat program Kuliah Kerja Nyata atau KKN. Melalui program KKN, Mahasiswa Universitas Gadjah Mada bakal memasang teknologi pemanen air hujan, tepatnya di Pulau Karampuang, Mamuju, Sulawesi Barat.
Mahasiswa yang menjalani program ini memiliki tantangan tersendiri, terutama bagaimana mereka harus mengatur waktu menghadapi jadwal kuliah yang padat. Hal ini dirasakan sendiri oleh Muhammad Faris Al Rif’at, seorang mahasiswa dari Fakultas Pertanian dan Shafira Khairunnisa Subchan, seorang mahasiswi dari Fakultas Teknik.
Lantas seperti apa tantangan yang dihadapi kedua mahasiswa UGM itu dalam menjalani program “fast track”? Berikut selengkapnya:
Harus Pintar Bagi Waktu
Muhammad Faris Al Rif’at memulai program fast track saat duduk di semester 7 dan 8. Dalam waktu yang bersamaan, ia mengambil kuliah magister sebanyak 14 SKS di semester 1 dan 16 SKS di semsester 2.
Faris mengaku harus pintar-pintar membagi waktu antara kegiatan penelitian skripsi S1 dengan kegiatan kuliah regular S2 pada program tersebut. Terlebih ia harus menyesuaikan waktu antara penelitian, kuliah program magister, menjadi asisten peneliti dan praktikum, dan pembinaan asrama.
Walau begitu, Faris memiliki cara tersendiri menghadapi tantangan itu. Sebelum masuk kelas, ia sudah mempersiapkan bahan bacaan dan memperbanyak diskusi dengan rekan-rekannya.
“Menurut saya tidak ada yang berat. Saya mengerjakan penelitian skripsi di sore hari atau sebaliknya. Walau tidak jarang saat weekend saya harus tetap ke kampus untuk mengerjakan,” kata Faris dikutip dari Ugm.ac.id.
Ingin Bantu Petani Salak
Di UGM, Faris menjalani kuliah program sarjana di Program Studi Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian. Saat masih menjalani kuliah sarjana, ia mengikuti program fast track untuk program magister prodi Ilmu Hama Tanaman di fakultas yang sama. Kini ia tinggal menyelesaikan program S2-nya. Pada 25 Agustus lalu, ia berhasil memperoleh gelar S1 dengan IPK 3,93.
Saat skripsi, ia mengangkat topik penelitian soal lalat buah yang menjadi hama dan menghambat ekspor pada buah salak. Rencananya saat tesis nanti, ia akan melanjutkan topik tentang lalat buah dan dampaknya pada produksi buah salak.
“Dari penelitian itu, kita ingin membantu petani khususnya para petani buah salak,” imbuhnya.
Harus Mempertahankan Prestasi Akademik
Sama halnya dengan Faris, Shafira Khairunnisa Subchan juga menjalani program “fast track” di UGM. Ia mendaftar program fast track saat masih duduk di semester 6.
Shafira mengatakan, kendala dan hambatan utama saat menjalani program fast track terletak pada strategi belajar, strategi mencapai target, dan pola mengatur waktu. Selain itu tantangan berat lainnya adalah mempertahankan prestasi akademik. Karena merasa tertantang, ia rela berjuang ekstra keras agar tujuannya itu tercapai.
“Tidur hanya 4-5 jam sudah menjadi makanan sehari-hari. Karena itu, tantangan terberat adalah mengatur pola hidup agar tetap sehat, cerdas, dan ceria. Awalnya memang terasa berat, tapi lama-lama terbiasa juga,” kata Shafira dikutip dari Ugm.ac.id.
Ingin Berkontribusi pada Dunia Teknik Sipil
Saat ini, Shafira sudah menyelesaikan program S1 di prodi Teknik Sipil dengan IPK 3,88. Demi mewujudkan cita-cita bekerja di bidang struktur ketekniksipilan, ia mengambil program magister di prodi yang sama, yaitu Teknik Sipil. Sejak awal ia juga sudah memiliki minat pada pendalaman pengetahuan, inovasi, dan penelitian pada bidang ketekniksipilan.
“Saya tertarik mendalami ilmu ini karena ke depan ingin berkontribusi lebih signifikan dalam proyek-proyek infrastruktur yang berdampak pada masyarakat, meningkatkan kualitas, dan efisiensi konstruksi,” pungkasnya dikutip dari Ugm.ac.id.