Mahasiswa UGM Kembangkan Alat Deteksi Dini Stunting Berbasis AI, Begini Cara Kerjanya
Alat ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mempercepat penurunan angka prevalensi stunting di Indonesia menjadi 14 persen.
Alat ini diharapkan dapat membantu pemerintah mempercepat penurunan angka prevalensi stunting di Indonesia menjadi 14 persen.
Mahasiswa UGM Kembangkan Alat Deteksi Dini Stunting Berbasis AI, Begini Cara Kerjanya
Stunting merupakan permasalahan yang jadi perhatian negara terutama dalam menyambut Indonesia Emas 2045.
Terkait hal ini, mahasiswa UGM mengembangkan alat untuk membantu program pemerintah tersebut.
Alat itu bernama Electronic Stunting Detection System (ESDS).
Alat yang bekerja untuk mendeteksi stunting itu dirancang terintegrasi dengan sistem informasi dan aplikasi smartphone.
-
Bagaimana cara mahasiswa KKN UGM menurunkan stunting? “Kita melakukan program social mapping penyebab masalah yang terjadi dengan mengukur tinggi badan per umur balita, kerja sama interdisipliner untuk pencegahan seperti dari farmasi mengenai saran obat untuk ibu-ibu, sosialisasi gemar makan ikan, kacang kedelai, dan pisang,“ kata Nicolas.
-
Dimana KKN UGM menurunkan stunting? Mengutip Liputan6.com pada Jumat (11/8), dua desa di Kecamatan Mlonggo, Jepara, Desa Jambu dan Desa Sekuro, diketahui jumlah angka stunting-nya mencapai 144 anak.
-
Bagaimana cara Kemenkes mencegah stunting? 'Apabila ditemukan suatu faktor resiko, jadi bisa dilakukan pencegahan,' tutur Laila.
-
Bagaimana cara pencegahan stunting? Melalui pelatihan ini, kami berharap para bidan dapat melatih kader Posyandu sebagai garda terdepan dalam memberikan pendampingan yang tepat kepada ibu hamil, sehingga dapat mencegah terjadinya BBLR dan stunting di Manggarai Barat,' jelasnya.
-
Siapa yang terlibat dalam penanganan stunting? Hasto berbagi strategi penanganan stunting dan intervensi yang dilakukan tepat sasaran kepada Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Aceh.
-
Siapa yang mengungkap tentang penurunan stunting? Menurunnya angka stunting ini disampaikan oleh Bupati Cianjur, Herman Suherman, Selasa (8/8).
Ketua tim pengembang ESDS, AA. Gde Yogi Pramana menjelaskan, alat tersebut dapat melakukan pengukuran massa dan panjang tubuh pada bayi secara cepat. Tak hanya itu, alat tersebut juga dapat menyimpan hasil pengukuran secara otomatis sebagai data di aplikasi yang telah terintegrasi.
Dengan begitu, pertumbuhan dan perkembangannya dapat dipantau secara berkala untuk mendeteksi secara dini gejala stunting pada anak di bawah umur dua tahun dengan bantuan machine learning.
“Alat ini juga dirancang agar dapat menghemat waktu serta meminimalkan kesalahan pengukuran karena faktor kesalahan manusia yang masih menggunakan alat ukur secara konvensional,” kata Yogi, mengutip dari Ugm.ac.id pada Senin (20/11).
Yogi mengatakan bahwa pengembangan ESDS tersebut berawal dari keprihatinan mereka terhadap tingginya kasus stunting di Tanah Air. Deteksi dini stunting pada anak di bawah usia dua tahun sebenarnya telah banyak dilakukan kader kesehatan di masyarakat melalui posyandu.
Hanya saja masih sering terjadi kesalahan terhadap keakuratan dalam mengukur dan mengevaluasi pertumbuhan pada anak yang disebabkan oleh kurangnya keterampilan kader dan tidak sesuainya alat pengukur dengan standar antropometri.
“Saat memakai timbangan dacin yang berbasis manual dengan model ayunan seringkali dalam proses penimbangan pengukurannya tidak akurat karena bayi merasa tidak nyaman dan banyak bergerak,” terang Yogi.
Yogi mengatakan bahwa ESDS merupakan hasil pengembangan dari produk yang telah ada sebelumnya.
Produk ini terintegrasi dengan sistem informasi yang tersedia dalam bentuk website application dan mobile application yang menampilkan informasi tumbuh kembang anak, status gizi pada bayi dua tahun, indikasi stunting atau tidak pada anak, edukasi sederhana terkait gizi anak, serta riwayat tumbuh kembang anak.
“Alat ini terintegrasi dengan web-application untuk mengendalikan alat ukur bagi kader yang melakukan atropometri dan menampilkan laman untuk registrasi bayi,” kata Yogi.
Sementara itu anggota kelompok lainnya, Faiz Ihza Permana, memaparkan cara kerja ESDS.
Jadi saat balita ditimbang pada permukaan alat atau area yang telah disediakan, maka sensor high precision cell yang akan membaca besaran yang diukur atau ditimbang. Selanjutnya hasil pembacaan tersebut akan dikalibrasi dengan metode regresi linear untuk mendapatkan calibration factor.
Lalu LCD akan menampilkan hasil pengukuran berupa data kuantitatif yang merupakan interpretasi dari massa dan panjang tubuh bayi yang diukur.
Sedangkan anggota tim lain, Salsa Novalimah, mengatakan hadirnya ESDS ke depan akan memudahkan pengguna dalam melakukan deteksi dini stunting dan pemantauan mandiri bagi orang tua yang punya bayi dua tahun.
Deteksi dini stunting dan pemantauan mandiri diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mempercepat penurunan angka prevalensi stunting di Indonesia menjadi 14 persen.
“Dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022, prevalensi stunting pada anak di bawah 5 tahun masih tinggi yakni sebesar 21,6 persen. Harapannya kehadiran alat ini bisa membantu deteksi dini stunting sehingga mendorong percepatan penurunan stunting di tanah air,” ujar Salsa.