Kisah Bu Dar Mortir, Jadi Pahlawan Nasional Berkat Sediakan Makanan untuk Prajurit
Ia tidak mengangkat senjata, tapi perannya sangat besar bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia

Ia tidak mengangkat senjata, tapi perannya sangat besar bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia

Kisah Bu Dar Mortir, Jadi Pahlawan Nasional Berkat Sediakan Makanan untuk Prajurit

Perjuangan meraih kemerdekaan Indonesia tidak hanya berkat peran para prajurit di lini terdepan. Banyak sosok-sosok yang jarang diketahui publik tapi perannya sangat besar bagi kemerdekaan yang hari ini dinikmati bangsa Indonesia. Salah satunya sosok Bu Dar Mortir.
Ratu Dapur
Bu Dar tak pernah mengangkat senjata melawan kolonial, tapi ia dianugerahi sejumlah lencana penghargaan hingga dinobatkan sebagai pahlawan nasional.
Banyaknya apresiasi yang diterima Bu Dar lantaran sosoknya punya peran besar. Dia lah yang memastikan para prajurit pribumi tak kelaparan selama berjuang melawan kolonial.
“Kita harus mendistribusikan semuanya dengan tepat, dalam situasi genting pertempuran!” tegas Bu Dar.

Pada masa itu, Bu Dar berjuang bersama kawan-kawannya. Di antaranya Ibu dr Angka Nitisastro, Ibu Soemantri, Ibu Dirdjo/ Ibu Moenandar (istri dr Samsi ), Ibu Soepeno, dan masih banyak lagi.
Perjuangan
Pada akhir 1945, Bu Dar datang ke Jombang. Daerah itu ternyata sudah banyak ditinggalkan penduduk. Sementara itu, ia melihat para prajurit kelaparan. Bu Dar berinisiatif mendatangi toko Cina. Di sana, ia menukarkan gelang dan kalung emas seberat 100 gram dengan bahan-bahan makanan untuk diberikan kepada para pejuang.
Ketika kota Surabaya jatuh ke tangan Inggris, Bu Dar diminta membantu mengurusi dapur umum markas pertahanan COPP VI di bawah pimpinan Letkol Latif Hadiningrat.
Kemudian, pada Agustus 1948 Bu Dar menuju kawasan Ploso dan Karangrejo untuk melakukan survei kesiapan sawah penduduk. Sawah ini disiapkan untuk menanam aneka tanaman pangan cadangan makanan para pasukan di kemudian hari.
Banyak Akal
Pada tahun 1949, Bu Dar kerap masuk kota yang telah dikuasai musuh dengan menyamar jadi pedagang. Padahal ia masuk ke kota-kota itu untuk mempersiapkan keperluan logistik TNI.
Selain itu, Bu Dar juga mengamati keadaan dan situasi dalam kota. Ia melaporkan setiap hal penting yang diketahuinya kepada Komanda Divisi.
Bu Dar pun sering keluar masuk melalui jalur hutan. Pada Februari 1949, ia berjalan melewati kawasan hutan Bajulan, Ngliman, Gunung Wilis hingga Trenggalek.
Kemudian, pada 30 April 1949 Bu Dar berjalan menuju Tengger melewati Campurdarat. Perjalanannya kali ini ditemani dua perwira yaitu Letnan Pramudji dan Letnan Parjadi.
Sejak sejak awal meletusnya Perang Surabaya 1945 hingga masa mempertahankan kemerdekaan RI, Bu Dar tak pernah absen mendukung para prajurit melalui dapur umum yang ia inisiasi.
Mortir Bu Dar
Mengutip Instagram @musea.surabaya, julukan "mortir" diberikan kepada Bu Dar karena yang bersangkutan sering melempar kunyahan daun sirih kepada para prajurit yang membandel atau tidak tertib saat antre mengambil ransum makanan.

Selain mendirikan dapur umum, perempuan bernama lengkap Dariah ini juga mendirikan dan mengorganisir pos-pos Palang Merah Indonesia (PMI) untuk merawat para pejuang yang terluka.