1.416 Personel Gabungan Amankan Demo Tolak Tapera di Depan Istana Negara
Kepolisian juga menyiapkan rekayasa pengalihan arus lalu lintas di sekitar kawasan Jalan Merdeka.
Kepolisian juga menyiapkan rekayasa pengalihan arus lalu lintas di sekitar kawasan Jalan Merdeka.
1.416 Personel Gabungan Amankan Demo Tolak Tapera di Depan Istana Negara
Polisi siap mengamankan aksi unjuk rasa yang digelar oleh sejumlah aliansi buruh di Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta pusat pada hari ini, Kamis (6/6). Sebanyak 1.416 personel gabungan turunkan.
"Pengamanan untuk kegiatan unjuk rasa diturunkan sebanyak 1.416 personil," kata Kasi Humas Polres Metro Jakarta Pusat, Ipda Ruslan Basuki dalam keterangan tertulis, Kamis (6/6).
Ruslan mengatakan, Kepolisian juga menyiapkan rekayasa pengalihan arus lalu lintas di sekitar kawasan Jalan Merdeka. Namun, pemberlakuannya bersifat situasional.
"Rekayasa lalulintas bersifat bersifat situasional melihat eskalasi di lapangan. Apabila jumlah massa dan eskalasi meningkatkan maka diadakan penutupan jalan, jika jumlah massa tidak banyak, lalin normal seperti biasa," ujar dia.
- Jalan dari arah Traffic light Harmoni yang menuju Jalan Merdeka Barat ditutup.
- Jalan Perwira yang mengarah Jalan Merdeka Utara di tutup.
- Jalan Abdul Muis dan Jalan Merdeka Selatan ditutup.
- Traffic light Sarinah yang menuju Jalan Merdeka Barat ditutup.
Berbagai kelompok buruh asal Jabodetabek akan melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta pada Kamis (6/6/2024). Aksi ini digelar untuk menentang berbagai kebijakan pemerintah, mulai dari pengenaan iuran Tapera hingga sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dalam layanan BPJS Kesehatan.
"Ribuan buruh yang akan melakukan aksi ini berasal dari Jabodetabek dan berbagai organisasi serikat pekerja seperti KSPI, KSPSI, KPBI, dan juga Serikat Petani Indonesia (SPI) serta organisasi perempuan PERCAYA," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, Selasa (4/6).
Menurut Said Iqbal, kebijakan Tapera merugikan dan membebani pekerja dengan iuran. "Mana meski setelah mencicil selama 10 hingga 20 tahun, buruh tetap saja tidak memberikan kepastian bisa memiliki rumah," tegasnya.
Selain itu, dalam Tapera, Jokowi dan pembantunya dinilai lepas tanggung jawab dalam menyediakan rumah. Hal ini karena Pemerintah hanya bertindak sebagai pengumpul iuran, tidak mengalokasikan dana dari APBN maupun APBD.
"Permasalahan lain adalah dana Tapera rawan dikorupsi, serta ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana," imbuh dia.
Selain aksi menolak PP Tapera, isu lain yang diangkat dalam aksi ini adalah Tolak Uang Kuliah Tunggal (UKT) Mahal, Tolak KRIS BPJS Kesehatan, Tolak Omnibuslaw UU Cipta Kerja, dan Hapus OutSourching Tolak Upah Murah (HOSTUM).
Pendidikan, yang seharusnya menjadi jalan menuju kehidupan yang lebih baik, kini menjadi beban yang menghimpit akibat Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang mahal. Akibatnya, bagi anak-anak buruh, mimpi untuk meraih pendidikan tinggi menjadi semakin sulit dengan biaya yang terus melambung.