Bentrok Warga Rempang dengan PT MEG Disebabkan Lahan, Ini Penjelasan Polisi
Bentrokan kembali terjadi antara warga Rempang, Kepulauan Riau, dengan PT Makmur Elok Graha (MEG).
Bentrokan kembali terjadi antara warga Rempang, Kepulauan Riau, dengan PT Makmur Elok Graha (MEG). Beruntung bentrok bisa ditangani pihak perusahaan.
Kapolsek Galang Iptu Alex Yasral menduga warga Rempang yang melakukan aksi anarkis difasilitasi oleh kelompok tertentu.
"Ada oknum yang memancing, memberi informasi kepada warga bahwasanya ada kesewenang-wenangan dari pihak MEG," kata Alex saat dihubungi, Sabtu (21/9).
Alex menyebutkan saat ini polisi sedang mengejar kelompok yang melakukan provokasi itu. Termasuk apakah ada kelompok yang mendanai aksi mereka.
"Ini lagi kami dalami siapa sih pemberi informasi ini," tambah Alex.
Menurut Alex, kelompok yang memprovokasi itu juga menyampaikan bahwa dirinya pihak pemilik tanah dan akan menghibahkan lahan kepada warga.
"Masyarakat mengatakan mereka mendapat hibah dari pemilik lahan," jelas Alex.
Alex menjelaskan BP Batam mengklaim sudah membayarkan hak atas lahan kepada warga dan menyerahkan pengelolaannya kepada PT MEG.
Kedua pihak lalu bertemu di mana warga Rempang mencapai sekitar 50 orang dan berbentrokan dengan karyawan PT MEG.
"Karena komunikasi di lapangan kurang baik, terjadilah bersinggungan kedua pihak. Dari masing-masing pihak ada korban. Dari masyarakat juga ada, dari PT juga ada. Saat ini masing-masing menempuh jalur hukum," kata Alex.
Alex menyampaikan situasi keamanan di Pulau Rempang tergolong aman. Namun, kata Alex, ada pihak-pihak yang menggiring opini agar terjadi kondisi yang panas.
"Di Rempang ini pada dasarnya situasinya aman. Cuma digoreng, digoreng, digoreng, terjadilah masalah ini," ucapnya.
Tak hanya itu, Alex juga memantau banyak berita simpang siur bahkan mengarah pada hoaks mengenai konflik yang terjadi di Pulau Rempang itu.
"Jangan mudah terprovokasi, apalagi hoaks sekarang merajalela di Pulau Rempang ini," jelas Alex.
Sementara itu, bentrokan tersebut mengakibatkan korban dari pihak PT MEG. Sebanyak tiga orang mengalami luka-luka akibat konflik
Direktur Utama PT MEG Nuraini Setiawati mengatakan ada sekitar puluhan warga yang mendatangi lahan yang diserahkan BP Batam terhadap PT MEG. Menurutnya, karyawan PT MEG lalu bertahan untuk mempertahankan lahan.
"Akibat tindak kekerasan yang dilakukan warga menyebabkan pihak PT MEG yang bernama Hardin mengalami luka dalam dan retak rahangnya. Afrizal mengalami luka di bawah mata yang menyebabkan penglihatan menjadi kabur, Franklin mengalami luka di kepala. Ketiganya kemudian dirawat di rumah sakit selama tiga hari," kata Nuraini dalam keterangannya.
Luka di kepala Franklin akibat benturan benda keras. Begitu juga Afrizal, matanya memar sampai terlihat luka menganga.
Menurut Nuraini pihaknya diberikan mandat untuk melaksanakan pengembangan dan pegelolaan Kawasan Rempang. PT MEG selaku pihak yang ditunjuk oleh Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) dan Pemko Batam mengadakan pendekatan kepada warga.
Menurut Nuraini, sebagian di antara warga bersedia menyerahkan lahan yang ditempati kepada PT MEG dan BP Batam.
"Sebagian lahan yang telah diserahkan oleh warga tersebut kemudian atas permintaan BP Batam dijaga PT MEG yang kemudian diberdayakan PT MEG untuk ketahanan pangan dan juga untuk menarik minat dari warga setempat agar bersedia bercocok tanam selama lahan belum digunakan untuk proyek pengembangan Kawasan Rempang," jelas Nuraini.
Sebagai informasi, pada Rabu (18/9) sekitar pukul 11.00 WIB, ketika pihak PT MEG dan dua warga setempat yang sedang menjalankan program pemberdayaan, yakni bercocok tanam, tiba-tiba didatangi warga berjumlah sekitar 20 orang.
Mereka berasal dari Sembulang Camping di bawah pimpinan Bakir. Nuraini menjelaskan pihak itu meminta pihak PT MEG untuk meninggalkan lokasi.
"Permintaan tersebut ditolak oleh pihak PT MEG karena menganggap warga yang menyuruh pergi bukan pihak yang berhak atas lahan," kata dia.
Nuraini menjelaskan warga terus datang memprovokasi dan mengusir pihak PT MEG. Situasi pun menjadi semakin memanas, sementara warga terus berdatangan hingga lebih dari 50 orang dan beberapa di antaranya mulai anarkistis dan membawa kayu.
"Situasi yang terus memenas berujung dengan tindak kekerasan yang dilakukan warga terhadap pihak PT MEG. Dalam situasi yang demikian, karena sudah mengancam keselamatan diri, maka dengan terpaksa pihak PT MEG membela diri sehingga mengakibat warga yang melakukan tindak kekerasan terkena pukulan. Pembelaan diri tersebut hanya dilakukan terhadap warga yang melakukan tindak kekerasan," terang Nuraini.
Nuraini menjelaskan ada seorang warga yakni Nek Awe alias Hawa yang menjadi korban dari konflik itu. Nuraini menegaskan pihak PT MEG sama sekali tidak melakukan tindakan apa pun terhadap Nek Awe yang diketahui kemudian mengalami cedera.
Kemudian kejadian itu dapat dihentikan setelah Kapolsek Galang dan rombongan datang untuk mengamankan situasi.
"Kapolsek kemudian memediasi warga dan pihak PT MEG, tetapi warga meminta agar lahan yang telah diserahkan penggarap sebelumnya kepada PT MEG untuk dikosongkan, jika tidak, akan bertindak anarkistis dan mengosongkan secara paksa," jelas Nuraini.