Fakta dan Mitos Tentang Polio yang Wajib Diketahui
Penyakit polio masih menjadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah.
Penyakit polio masih menjadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah. Hingga saat ini, pemerintah masih menerima laporan terkait Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat virus polio di sejumlah wilayah di Indonesia.
Data Kementerian Kesehatan, sebanyak 32 provinsi dan 399 kabupaten/kota di Indonesia masuk dalam kategori risiko tinggi polio. Sejak 2022 hingga 2024, telah dilaporkan sebanyak total 12 kasus kelumpuhan, dengan 11 kasus yang disebabkan oleh virus polio tipe 2 dan satu kasus diakibatkan oleh virus polio tipe 1.
Kasus-kasus ini tersebar di 8 provinsi di Indonesia, yaitu Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan, dan Banten.
Penyakit polio ini menyerang sistem saraf dan mudah menular, terlebih pada balita yang belum divaksin polio. Penyakit ini bisa menyebabkan kesulitan bernapas, kelumpuhan, hingga kematian.
Meskipun mayoritas menyerang balita yang belum melakukan imunisasi, polio rupanya bisa terjadi pada ibu hamil dan orang yang memiliki ketahanan tubuh yang rendah. Di satu sisi, banyak beredar mitos mengenai polio.
Berikut fakta-fakta dan mitos mengenai polio:
Fakta Polio
Virus polio masuk ke dalam tubuh melalui mulut, bersumber dari air atau makanan yang telah terkontaminasi dengan kotoran/tinja dari orang yang terinfeksi virus polio. Virus akan berkembang biak di dalam saluran pencernaan, kemudian menyerang sistem saraf.
Gejala awal polio antara lain adalah demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kekakuan di leher, nyeri di tungkai. Gejala biasanya muncul 7-10 hari setelah terinfeksi, namun juga dapat terjadi dalam rentang 4-35 hari.
Selanjutnya jika gejala memberat dapat terjadi kelumpuhan yang bersifat lemas (bukan kaku) pada anggota gerak. Karena itu, jika ada anak usia di bawah 15 tahun yang mengalami lumpuh layuh mendadak, segera bawa anak tersebut ke puskesmas atau RS terdekat.
Perlu diwaspadai juga, banyak kasus polio tidak bergejala sama sekali. Sehingga seseorang tidak sadar bahwa dirinya berisiko menularkan virus tersebut ke orang lain.
Pasien yang terinfeksi virus polio dapat menularkan virus selama 7-10 hari sebelum timbulnya gejala penyakit. Selain itu, virus di tinja dapat bertahan selama 3-6 minggu.
Polio dapat menyerang siapa saja, terutama anak-anak di bawah usia 5 tahun yang tidak mendapatkan imunisasi polio secara lengkap. Risiko menjadi semakin besar jika kondisi sanitasi tidak baik, misalnya masih ada perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS).
Satu dari setiap 200 orang yang terinfeksi virus polio mengalami kelumpuhan permanen (biasanya di kaki). Di antara mereka yang lumpuh, 5%-10% meninggal karena otot pernapasan mereka dilumpuhkan oleh virus. Kemenkes mengatakan, tidak ada obat untuk polio. Polio hanya dapat dicegah.
Mitos Polio
Pencegahan dan penanganan polio seringkali terhambat karena beredarnya mitos di lingkungan masyarakat. Mitos tersebut di antaranya terkait vaksin. Vaksin polio sering disebut bisa menimbulkan reaksi jangka panjang seperti kecacatan atau lumpuh.
Pakar kesehatan anak, Arnold Soetarso menegaskan, anggapan vaksin polio bisa menimbulkan kecacatan atau lumpuh adalah mitos.
"Beberapa mitos yang sering beredar di masyarakat, yaitu vaksin dapat menimbulkan reaksi jangka panjang seperti kecacatan atau lumpuh," kata Arnold, dikutip dari Antara, Senin (29/7).
Arnold juga mengungkapkan bahwa mitos lain yang masih beredar di masyarakat, yakni tidak boleh memberikan ASI atau susu formula setelah mendapatkan vaksin polio dan tidak boleh memberikan suntikan vaksin dalam satu waktu (lebih dari satu suntikan).
"Hal tersebut harus dijelaskan kepada orang tua bahwa vaksin polio merupakan vaksin yang aman dan telah melalui pengujian oleh BPOM," ujar dia.