Helikopter Jatuh Akibat Benang Layangan Siapa yang Salah? Ini Aturannya
Pilot mengakui sempat melihat layang-layang di ketinggian 1000 feet
Kepala Otoritas Bandara Wilayah IV, Agustinus Budi Hartono mengatakan, pilot helikopter Bell 505 bernama Kapten Dhedy Kurnia Sentosa sempat melihat layangan di ketinggian 1000 feet atau 304,8 meter.
Hartono mengaku belum tahu pasti apakah helikopter itu terlilit tali layangan hingga membuatnya jatuh saat melintasi langit Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.
Namun, pilot mengakui sempat melihat layang-layang di ketinggian 1000 feet.
"Tapi pilotnya menyampaikan begitu, di 1000 feet tersebut dia melihat layang-layang di atas dia," kata Hartono, saat konferensi pers di Kantor Otoritas Bandara Wilayah IV di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu (20/7).
Ia juga menyebutkan, bahwa saat melihat layang-layang tersebut pilot mengakui telat menghindar. Baling-baling helikopter sudah terlilit tali layangan.
"Informasinya dari beliau (pilot) kayaknya beliau sudah terlambat, begitu melihat layang-layang sudah terlambat ya sudah, ternyata helikopternya sudah nggak bisa dikendalikan dan jatuh," imbuhnya.
Selain itu, pihaknya juga menyampaikan, memang berdasarkan fakta di lapangan ada benang layangan yang melilit baling-baling helm.
"Berdasarkan fakta kejadian memang seperti itu. Saya sudah lihat langsung di lokasi kejadian dan ternyata memang kita lihat tali layang-layang kan di tail rotor," jelasnya.
Hartono memastikan, AirNav telah mengizinkan helikopter tersebut terbang. Rute yang hendak dilewati pun telah sesuai dengan aturan.
Soal larangan bermain layang-layang, menurut Hartono, ada Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2000 tentang Larangan Menaikkan Layang-layang dan Permainan Sejenis di sekitar Bandara Ngurah Rai.
Dalam aturan, maksimum layang-layang terbang hanya 100 meter atau 300 feet.
Kemudian, kata Hartono, menurut Undang-undang penerbangan, tempat bermain layangan warga masuk ke dalam area yang dilarang. Yakni 15 Km dari area penerbangan.
Sementara, Perda Nomor 9, Tahun 2000 tentang menaikan layang-layang, ada sanksi pidana yang mengintai bagi para pelanggar.
"Di Perda ada. Kalau melihat Undang-undang penerbangan juga ada sanksi pidana dan denda uang. Kalau Perda nomor 9 tahun 2000 itu kurungan 3 bulan atau denda Rp5 juta. Kalau Undang-undang penerbangan maksimal 3 tahun tahun atau denda uang Rp1 miliar," ungkapnya.
Namun di sisi lain, pihaknya tak menutup kemungkinan ada kelalaian yang dilakukan oleh pilot helikopter.
Hal itu nantinya bakal terungkap dari hasil penyelidkan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
"Saya tidak bisa bilang ini ada kelalaian atau tidak. Itu nanti tim investigasi lebih lanjut dari KNKT, tapi intinya tinggal kita lihat dari helikopter sudah minta terbang di ketinggian 1000 feet berdasarkan permohonan ke AirNav Indonesia," jelasnya.
Ia juga menerangkan, helikopter tersebut sudah beroperasi di Bali sejak setahun yang lalu dan dibuat pada tahun 2018. Kemudian, untuk jam terbang pilotnya sudah sering terbang di daerah tersebut.
"Sudah sering, artinya dia sudah terbang selama setahun di sini kan operasinya banyak. Rutenya ke Uluwatu," ujarnya.
Seperti diketahui, kasus ini berawal dari Helikopter PK-WSP melakukan take off di GWK untuk melakukan tur wisata sekitar pukul 14.33 WITA, Jumat (19/7).
Lalu, Helikopter dilaporkan jatuh pada pukul 14.37 WITA di Banjar Suluban. Dalam insiden ini, lima korban terluka.
Berikut daftar nama para korban:
1. Dedi Kurnia (L/Indonesia/pilot),
2. Russel James Harris (L/Australia/penumpang),
3. Eloira Decti Paskilah (P/Indonesia/penumpang),
4. Chriestope Pierre Marrot Castellat (L/Australia/penumpang)
5. Oki (L/Indonesia/crew).