Ini tanggapan Sultan soal MK bolehkan perempuan jadi Gubernur DIY

Merdeka.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan soal syarat pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY yang tercantum dalam UU Keistimewaan DIY Pasal 18 ayat 1 huruf m. Dikabulkannya gugatan ini membuat perempuan bisa berpeluang menjadi Gubernur DIY.
Menanggapi putusan MK itu, Gubernur DIY Sri Sultan HB X mengatakan, putusan tersebut tidak membeda-bedakan antara perempuan dan laki-laki dalam pemilihan Gubernur DIY. Dia menilai, perempuan dan laki-laki boleh menjadi Gubernur DIY.
"Tidak dibedakan kan. Negara tidak boleh membedakan laki-laki ataupun perempuan. Konstitusi bunyinyakan siapa pun bisa," katanya di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Kamis (31/8).
Politisi Golkar ini mengharapkan, putusan MK ini bisa diterima oleh semua pihak, termasuk oleh kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Semua pihak yang tidak sepakat, lanjut Sultan harus mematuhi putusan MK tersebut.
"Keputusannya sudah seperti itu ya sudah. Sepakat tidak sepakat ya keputusannya sudah seperti," papar Sultan.
Sultan menambahkan, jika keputusan MK tersebut tidak ada urusannya dengan paugeran kraton. Sebab keputusan MK itu mengatur tentang Gubernur.
"Ora ono hubunganne karo paugeran kraton. Wong iki Gubernur. (Tidak ada hubungannya dengan aturan kraton. Ini soal pemilihan Gubernur). Semua pihak ya harus menghormati putusan MK ini," tutup Sultan.
Sebelumnya, MK menyatakan frasa yang memuat, antara lain 'riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak' dalam Pasal 18 ayat (1) huruf m UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dalam pertimbangannya, majelis menyatakan frasa tersebut secara langsung mensyaratkan untuk dapat menjadi calon Gubernur DIY maka seseorang yang bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono harus mempunyai tingkat pendidikan tertentu, mempunyai pekerjaan, mempunyai saudara kandung, mempunyai istri, dan mempunyai anak.
Kuasa hukum pemohon, Irmanputra Sidin menyambut baik putusan MK. Dengan dibatalkannya pasal yang diujikan menyangkut syarat Gubernur dan Wakil Gubernur soal melampirkan daftar riwayat hidup yang seolah harus laki laki menjadi gubernur, maka Negara mengakui sekaligus menghormati keistimewaan Yogyakarta.
"Dan menghapus pasal yang sifatnya diskriminatif yang seolah memberikan pesan bahwa Raja Jogja haruslah dijabat oleh laki laki," ujar Irmanputra melalui pesan singkatnya yang diterima merdeka.com, Kamis (31/8).
Dengan putusan MK ini, memberi gambaran basis hukum yang kokoh bahwa siapapun baik perempuan ataupun laki-laki berhak memimpin Yogyakarta.
"Perempuan berhak menjadi raja dan bagian dari urusan internal kasultanan dan kadipaten," tegasnya.
Putusan MK secara tegas memberi menghapus diskriminasi bahwa kaum perempuan bisa menjadi raja, ratu, sultan, sultanah, Arung (bugis), Butta ( makassar), kaisar. MK memberi pesan penting bagi perkembangan konstitusi di seluruh dunia bahwa Indonesia tidak lagi menempatkan laki-laki sebagai pihak yang harus menjadi raja.
"Konstitusi memberikan karpet merah yang lebar kaum perempuan untuk menjadi pemimpin, raja atau semacamnya," ucapnya. (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya